Indonesia Website Awards

Aplikasi Kasir Pintar

Kebebasan Berekspresi Internet di Indonesia Tak Sebebas Nasib Seorang Prita Mulyasari

Nasib Prita Mulyasari Ketika Kebebasan Berekspresi Internet di Indonesia Mulai Dipertanyakan

Gambar dibawah merupakan saat dimana Prita Mulyasari selesai menyampaikan eksepsi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Tangerang, Banten, 2 tahun yang lalu. Pada saat itu, Pengadilan Negeri Tangerang memvonis bebas Prita karena tidak terbukti mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni Internasional. Dalam kasus ini, Prita dituntut secara pidana dengan hukuman kurungan selama enam bulan. Sedangkan untuk kasus perdatanya, Mahkamah Agung memenangkan Prita sehingga dirinya bebas dari kewajiban membayar denda sebesar Rp. 204.000.000,- kepada Rumah Sakit Omni Internasional.

Nah, ditahun 2011 ini sebuah berita mengejutkan kembali muncul ketika Mahkamah Agung mengabulkan kasasi yang ditujukan oleh Jaksa Penuntut Umum Pengadilan Negeri Tangerang terhadap putusan hakim Pengadilan Negeri Tangerang yang memvonis bebas Prita. Ini berarti Prita Mulyasari dinyatakan bersalah pada tingkat kasasi, dan untuk itu Prita harus menjalani hukuman kurungan selama 6 bulan dikurangi masa penahanan yang telah dijalani. Sungguh “ADIL” hukum di Indonesia saat ini, disaat para pelaku korupsi dengan santainya dapat berlenggang ke luar negeri, seorang ibu rumah tangga beranak tiga malah harus rela menerima hukuman yang dijatuhkan terkait dengan “email curhat” nya mengenai buruknya pelayanan salah satu rumah sakit kelas internasional yang dirasakannya.

Dari kasus ini dapat dilihat secara gamblang bahwa Kebebasan Berekspresi Internet di Indonesia masih baru sebatas wacana, Undang-Undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 yang diharapkan dapat mengatur kebebasan berekspresi berinternet bagi para pengguna di Indonesia malah dijadikan senjata untuk menjatuhkan sangsi kepada seseorang yang ingin berekspresi di dunia maya. Prita Mulyasari yang notabene jelas-jelas hanya ingin berbagi cerita kepada sahabat-sahabatnya di grup milis malah dianggap telah melakukan pencemaran nama baik dari institusi rumah sakit yang dikeluhkannya. Padahal proses penyebaran email curhat dirinya tersebut terjadi secara tidak sengaja.

Mungkin apa yang telah terjadi pada diri Prita Mulyasari akan dapat juga terjadi pada diri kita yang selama ini selalu malang melintang didalam dunia maya. Penyebaran informasi yang menurut Pasal 27 Ayat 3 Undang-undang ITE Nomor 11 Tahun 2008 dianggap melanggar serta merta akan membuat sang penyebar informasi tersebut dapat dikenai sangsi sesuai dengan yang telah diatur dalam Pasal 45 Ayat 1.

Baca Juga:   Perhatikan 7 Hal Ini Sebelum Menyewakan Rumah ke Orang Lain

Pasal 27 Ayat 3 :

Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan penghinaan dan/atau pencemaran nama baik.

Pasal 45 Ayat 1 :

Setiap Orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (3), atau ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Jika kita cermati, ada satu hal yang harus diperjelas disini yaitu mengenai adanya unsur tambahan berupa bukti-bukti pendukung yang dapat memastikan bahwa semua informasi telah disampaikan sesuai dengan fakta dan kenyataan sebenarnya. Sama halnya jika kita akan melaporkan seseorang akibat tindak negatif yang dilakukannya terhadap kita, otomatis dari pihak kepolisian akan melakukan olah TKP (Tempat Kejadian Perkara), mencari-cari bukti terkait, serta mencari informasi dari keberadaan saksi mata disekitar TKP. Jika semua bukti dan saksi terbukti, maka orang yang kita laporkan tersebut akan dapat diproses secara hukum. Namun akan terjadi sebaliknya, jika ternyata laporan yang kita buat itu tidak dibarengi bukti dan saksi yang kuat maka kita akan dapat dilaporkan balik karena telah membuat laporan palsu dan mencemarkan nama baik orang lain. Itulah hukum manusia, semua harus disertai dengan bukti nyata yang otentik.

Oke, jika dilihat dari satu sisi mungkin apa yang telah dilakukan oleh Prita Mulyasari dengan membuat email curhat mengenai pelayanan Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang yang menurutnya mengecewakan dapat kita maklumi karena hal itu memang benar-benar dialami dan dirasakannya. Hanya saja, karena tulisan Prita Mulyasari tersebut kemungkinan besar tidak disertai dengan bukti dan saksi yang kuat maka SECARA HUKUM tindakan tersebut dapat dikenai pidana sebagai salah satu bentuk pencemaran nama baik. Dan karena disini media penyebaran informasinya adalah media maya maka penekanannya dilakukan melalui Undang-Undang Informasi dan Traksaksi Elektronik Nomor 11 Tahun 2008 Pasal 27 Ayat 3.

Intinya disini adalah jangan pernah sekali-kali menuliskan sesuatu informasi yang sumbernya tidak dapat diklarifikasi kebenarannya. Jika saya perhatikan, banyak diantara beberapa teman-teman blogger yang terkadang mengabaikan hal-hal seperti ini. Hanya saja karena sifatnya tidak terlalu menghebohkan seperti kasusnya Prita Mulyasari, maka semuanya berlalu begitu saja. Yang patut diwaspadai adalah jika informasi yang kita tuliskan tersebut terkait dengan pihak lain dimana isinya adalah hal-hal yang bersifat negatif atau mencemarkan nama baik pihak tersebut.

Baca Juga:   Yayasan Hamid: 3 Alasan Penolakan Sultan Hamid II Tidak Mendasar

Terus apa pelajaran yang bisa kita tarik dari kasus yang menimpa Prita Mulyasari ini?. Apakah akan muncul Prita-Prita yang lainnya sebagai akibat dari konsekuensi penerapan UU ITE Nomor 11 Tahun 2008 di Indonesia?. Sebenarnya semua kembali lagi kepada diri kita sendiri, jangan salah mentafsirkan istilah Kebebasan Berekspresi Internet dalam artian yang seluas-luasnya. Untuk kasus Prita Mulyasari sendiri boleh dibilang terjadi secara tidak sengaja, dan saya yakin seyakin-yakinnya kalau email curhat tersebut dibuat hanya karena ingin berkeluh kesah saja ke teman-temannya. Bukan maksudnya ingin memojokkan atau menjatuhkan pihak Rumah Sakit Omni Internasional Tangerang sebagai pihak yang harus menanggung semua kekecewaan yang telah dirasakannya. Dan bagi teman-teman sendiri khususnya yang suka malang melintang di dunia maya, dibawah ini saya akan memberikan gambaran mengenai apa saja yang harus dilakukan agar kita dapat menjadi seorang Pengguna Internet yang Sehat dan Bermanfaat.

  1. Tidak membuat tulisan yang sifatnya diskriminasi dan memojokkan pihak tertentu tanpa disertai bukti yang kuat dan jelas. Dalam hal ini setiap blogger harus memiliki rasa tanggungjawab penuh terhadap semua tulisan yang dibuatnya.
  2. Memberikan konten yang positif dan bermanfaat bagi para pembacanya dengan membuat tulisan-tulisan yang bertemakan tutorial, download aplikasi gratisan, sharing pengalaman, info seputar lingkungan, perkembangan teknologi informasi, dan masih banyak yang lainnya.
  3. Selalu menggunakan bahasa tulisan yang sopan dan lebih santun. Mengenai bahasa yang digunakan itu tidak menjadi patokan dalam menulis di blog selama masih dapat dipahami oleh sebagian besar pembacanya.
  4. Tidak melakukan tindakan yang bersifat merugikan orang lain seperti mengambil artikel tulisan dari sumber lain tanpa menyebutkan sumber tulisan aslinya (lebih dikenal dengan tindakan copy paste), menjadi spammer dengan menyebarkan link tulisan secara membabi buta, membuat content tulisan yang berbau porno agar dapat lebih menarik perhatian, dan lain-lain.
Baca Juga:   Bad Influencers: Antitesis Pendidikan Karakter

Mungkin beberapa contoh nyata mengenai pemanfaatan teknologi internet secara sehat dapat kita lihat dibawah ini, antara lain:

Mas Harry Van Yogya

Seorang tukang becak yang memanfaatkan media online khususnya facebook dan twitter sebagai salah satu alternatif memperoleh pelanggan yang ingin berlibur ke kota Yogyakarta. Semangatnya yang luar biasa untuk terus belajar bahasa inggris dan internet membuat single parent ini mampu untuk menjalani hidupnya dengan lebih baik. Berbagai turis dari seluruh mancanegara telah menjadi langganannya hingga saat ini. Pelajaran utama yang bisa disimpulkan disini adalah Never Stop Learning

Tim Jalin Merapi

Bermula dari rasa peduli untuk membantu para korban bencana alam meletusnya gunung merapi beberapa waktu lalu, sekelompok relawan membentuk sebuah gerakan yang diberi nama Jalin Merapi. Dengan menggunakan media sosial twitter sebagai salah satu media penyebaran informasi, dalam waktu singkat tenaga-tenaga relawan dari berbagai daerah yang ingin membantu para korban bencana alam langsung terhimpun. Disini para relawan benar-benar memanfaatkan akses twitter yang cepat sehingga proses evakuasi bisa berlangsung dengan lancar. Efek domino dari penyebaran informasi secara online menunjukkan bahwa kekuatan media sosial tidak dapat dilihat sebelah mata. Sama juga halnya dengan beberapa gerakan sosial lain seperti Koin Prita, Satu Juta Facebookers untuk Bibit Chandra, dan lain-lain.

Dari semua tulisan diatas dapat ditarik satu kesimpulan bahwa dunia maya adalah dunia yang tanpa batas. Kita tidak akan dapat menerka seberapa besar efek yang akan ditimbulkan dari sebuah informasi yang disebarkan. Jadi, mengutip salah satu istilah yang digunakan Internet Sehat yaitu Thinking Before Posting. Berpikirlah terlebih dahulu sebelum menuliskan sesuatu karena apapun informasi yang ingin kita sampaikan di media maya, begitu itu tersebar dan tersimpan maka sangat sulit sekali untuk menghapusnya dari hutan belantara internet. Dan hanya sekedar mengingatkan bahwa meskipun kita diberi kebebasan untuk berekspresi di internet, gunakanlah definisi kebebasan itu dalam cakupan yang wajar dan tidak memojokkan pihak lain. (DW)

Don`t copy text!