BloggerBorneo.com – Presiden Prabowo Subianto baru-baru ini mengungkapkan fakta yang mengejutkan sekaligus menyedihkan.

Menurut data yang diterimanya, sekitar 8 miliar dolar AS setara dengan Rp132 triliun diperkirakan mengalir ke luar negeri akibat maraknya aktivitas judi daring di Indonesia.

Angka sebesar itu sulit dibayangkan. Rp132 triliun bukan sekadar deretan digit di layar kalkulator, tetapi potensi besar yang jika dikelola dengan benar bisa mengubah wajah sebuah provinsi, bahkan nasib jutaan orang.

Sebagai perbandingan, APBD Kalimantan Barat tahun 2025 hanya sekitar Rp 8 triliun.

Artinya, uang yang hilang akibat judi daring itu hampir 16 kali lipat lebih besar dari seluruh anggaran tahunan provinsi ini!
Maka muncul pertanyaan reflektif ,

“Bagaimana jika Rp132 triliun itu bukan lari ke server judi luar negeri, tapi jatuh ke tangan Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat ?”

Mari kita berandai-andai, bukan untuk melamun, tetapi untuk menyadari betapa besarnya potensi yang kita sia-siakan karena ilusi keberuntungan, ditipu oleh penjajahan kekinian via judi daring ini.

Bayangkan suatu pagi di Pontianak. Langit berawan lembut di atas Sungai Kapuas. Jalan menuju Singkawang mulus, dan lebar. Jembatan-jembatan megah berdiri, taman kota rindang, rest area dengan WiFi gratis.

Tak ada lagi sopir yang harus berbagi jalan sempit dengan masyarakat, mengantri panjang solar, atau bahkan menunggu dua hari karena jalan rusak.

Dengan Rp 40 triliun, Kalbar bisa punya jaringan jalan tol lintas provinsi menghubungkan Pontianak–Sambas–Ketapang hingga perbatasan Aruk, dan Entikong.

Konektivitas yang baik membuat ekonomi rakyat hidup. Harga hasil kebun stabil, ongkos logistik turun, dan investasi datang. Kota Pontianak dan daerah disekitarnya dapat tumbuh menjadi pusat dagang, dan logistik internasional.

Bayangkan Sungai Kapuas menjadi sumber energi bersih. Dari sana berdiri PLTA besar yang mampu menerangi seluruh Kalbar. Tak ada lagi desa yang gelap, atau pemadaman tak berkesudahan.

Dengan Rp 15 triliun, Kalbar bisa mandiri energi hijau. Panel surya di Ketapang, Sambas, dan Melawi menggantikan genset mahal, dan biaya listrik rumah tangga pun turun setengahnya.

Air bersih dan sanitasi modern pun bisa dibangun dengan dana itu. Daerah yang dulunya mengandalkan air sungai keruh kini memiliki air layak minum dari kran sendiri. Kesehatan meningkat, beban perempuan berkurang, kualitas hidup melonjak.

Di bidang pendidikan, Rp 20 triliun bisa mengubah nasib satu generasi. Kalimantan Barat bisa punya universitas unggulan dengan pusat riset energi, kehutanan, dan pangan tropis.

Sepuluh ribu anak muda bisa dikirim belajar ke luar negeri lewat beasiswa daerah. Mereka kembali dengan ilmu, bukan sekadar gelar, membangun startup, koperasi digital, dan inovasi lokal.

Bayangkan generasi yang dulu menekan tombol spin di situs judi daring, kini menekan tombol runcode di laboratorium riset. Mereka bukan lagi korban digital, tetapi pelopor inovasi digital.

Dengan Rp 10 triliun, sistem kesehatan Kalbar bisa bertransformasi total. Setiap kabupaten punya rumah sakit tipe B dengan fasilitas modern. Tak ada lagi pasien harus dirujuk ke Pontianak karena alat tak tersedia.

Bahkan Kalbar bisa memiliki rumah sakit provinsi berstandar internasional, sekaligus pusat rehabilitasi kecanduan digital hehe.

Di sektor pertanian, Rp 12 triliun bisa menjadikan Landak, Sintang, dan Ketapang sebagai kawasan pangan terpadu. Petani memakai drone, sensor tanah, dan sistem cuaca digital.

Slogan baru lahir, “Ladang lebih menguntungkan dari slot.”

Kita ganti taruhan dengan tanam. Spin dengan panen.

Sektor pariwisata pun tumbuh. Danau Sentarum, Betung Kerihun, hingga Temajuk Sambas menjadi destinasi dunia. Wisatawan datang bukan mencari hoki, tapi harmoni. Mereka belajar dari kearifan Dayak, dan Melayu, bukan dari situs taruhan daring

Dengan Rp 7 triliun, pemerintahan bisa direformasi total. Layanan publik digital, tanpa pungli, cepat, dan transparan. Bahkan situs judi daring pun bisa diblokir dengan sistem keamanan berbasis AI.

Kalbar bukan hanya maju secara fisik, tapi juga maju secara moral dan tata kelola. Namun, semua itu hanya bisa terjadi andai uang Rp 132 triliun itu tidak lenyap karena judi daring.

Kehilangan itu bukan sekadar finansial, tetapi juga kehilangan moral, nilai, dan kesempatan memperbaiki diri.

Sebab sejatinya, uang sebesar itu bukan hanya alat untuk membangun jembatan, rumah sakit, atau sekolah tetapi peluang untuk membangun martabat bangsa.

Presiden Prabowo menyebut bangsa ini kehilangan 8 miliar dolar AS.

Tapi sesungguhnya, yang hilang lebih besar ialah kesadaran bahwa keberuntungan sejati tak lahir dari klik dan spin, melainkan dari kerja keras, ilmu, dan doa.

Dan mungkin, suatu hari nanti, ketika masyarakat lebih memilih menanam daripada berjudi, belajar daripada menebak nasib, dan berharap daripada berilusi, barulah kita bisa berkata bahwa, ” Bangsa ini sudah keluar dari jurang kebodohan.”

Penulis: Muhammad Viki Riandi 

Penulis: Muhammad Viki Riandi Editor: Dwi Wahyudi

Komentar Ditutup! Anda tidak dapat mengirimkan komentar pada artikel ini.