Pro Kontra Pemberlakuan Kebijakan PPDB Zonasi di Kalimantan Barat
Masih diberlakukannya kebijakan zonasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) tahun ini menimbulkan polemik terutama di kalangan orang tua calon siswa yang berdomisili di daerah yang berada di pinggiran kota atau bahkan daerah pedalaman.
Menurut aturan yang tertulis dalam Permendikbud No.51/2018 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru Tahun Ajaran 2019/2020, penerapan sistem zonasi mengharuskan calon peserta didik untuk menempuh pendidikan di sekolah yang memiliki radius terdekat dari domisilinya masing-masing.
Pro dan Kontra PPDB Zonasi
Sebenarnya para peserta didik bisa memiliki opsi maksimal tiga sekolah, tapi dengan catatan sekolah tersebut masih memiliki slot siswa dan berada dalam wilayah zonasi siswa tersebut.
Dalam aturan Permendikbud ini, seleksi calon peserta didik baru dilakukan dengan memprioritaskan jarak tempat tinggal terdekat ke sekolah dalam zonasi yang ditetapkan.
Yang dimaksud dengan jarak tempat tinggal terdekat dihitung berdasarkan jarak tempuh dari Kantor Desa atau Kelurahan menuju ke sekolah. Jika jarak tempat tinggal sama, maka yang diprioritaskan adalah calon peserta didik yang mendaftar lebih awal.
Untuk di Kalimantan Barat sendiri, terutama di kota Pontianak dan sekitarnya, pemberlakuan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menyebabkan para calon peserta didik yang berdomisili di daerah pinggiran atau bahkan pedalaman tidak dapat mendaftar di sekolah-sekolah yang dianggap favorit karena lokasinya berada jauh diluar radius zona tempat tinggalnya.
Melihat kondisi ini, maka Blogger Borneo mencoba untuk memantau status dari beberapa kawan-kawan yang dianggap selama ini cukup kritis memberikan pendapat dari sudut pandang pribadinya berkaitan dengan isu-isu hangat yang sedang hangat diperbincangkan di Kalimantan Barat, khususnya di kota Pontianak.
Dari beberapa status yang Blogger Borneo perhatikan, terdapat dua status dari dua orang berbeda dimana isinya bersifat pro dan kontra terkait pemberlakukan sistem PPDB menggunakan zonasi ini. Berikut isi dari status yang dikutip langsung dari halaman media sosial kedua orang netizen Pontianak tersebut:
Komentar Pro
Ditulis oleh: Imam Bukhari
Musim PPDB Tahun 2019 ini mencuat lagi polemik seputar sistem zonasi dalam penerimaan siswa baru di sekolah-sekolah negeri di seluruh tanah air. Adapun dasar diterapkan kebijakan tersebut adalah Permendikbud No.15 /2018.
Kritik, saran, opini dan asumsi pun terus berkembang di masyarakat, khususnya orang tua yang merasa dirugikan dengan munculnya kebijakan ini. Misalnya yang paling banyak adalah orang tua yang anaknya adalah siswa berprestasi dengan hasil nilai UN/UNBK yang bagus tapi tidak dapat masuk ke sekolah-sekolah favorit di daerahnya dikarenakan sistem Zonasi ini. Atau mungkin ada bentuk-bentuk ketidakpuasan dalam bentuk yang lain, namun secara general kasusnya begitu.
Saya berpendapat sistem Zonasi ini adalah kebijakan yang baik dan sudah saatnya diterapkan di Indonesia. Karena justru sistem ini dalam jangka panjang akan mendorong percepatan pemerataan kualitas pendidikan di negeri ini.
Karena selama ini sekolah-sekolah tertentu saja yang bisa dikatakan sekolah yang berkualitas karena mereka adalah sekolah favorit dengan input (siswa baru) yang memang memiliki kualitas di atas rata-rata dan tentu didukung oleh sarana dan prasarana yang lebih memadai dibanding sekolah yang non-favorit.
Lantas bagaimana dengan sekolah yang bukan sekolah favorit? Sekolah yang bukan favorit ini akan mendapat input siswa yang boleh dikatakan sebagian besar siswanya yang kurang secara akademik atau dengan nilai UN/UNBK pas-pasan, daya saingnya cenderung rendah, dan biasanya banyak juga siswa yang motivasi belajarnya sangat-sangat Low (rendah) dan tentu dengan sarana dan prasarana yang kurang memadai serta dengan segala keterbatasan sekolah-sekolah seperti ini.
Singkatnya, sistem zonasi ini memungkinkan distribusi siswa yang merata kepada semua sekolah dengan label apapun. Sehingga siswa-siswa dengan kemampuan yang baik akan tersebar ke semua sekolah yang terdekat dengan zona tempat tinggal mereka.
Dengan demikian, sekolah non-favorit yang jumlahnya jauh lebih banyak dari sekolah favorit tersebut akan terdorong untuk meningkatkan kualitas SDM guru-gurunya, sarana dan prasarana sekolahnya serta meningkatkan kualitas pengelolaan pendidikannya untuk menunjang masuknya siswa dengan kualitas beragam tersebut.
Maka spirit pemerataan kualitas pendidikan diharapkan dapat tercapai dalam beberapa tahun kedepan, dengan catatan pemerintah harus terus berbenah memperbaiki kelemahan sistem ini agar terus meningkat kualitasnya.
Komentar Kontra
Ditulis oleh: Budiman Verry
Saat ini banyak pihak mengemukakan pendapat mengenai Sistem Zonasi Sekolah, dari kalangan Akademisi, pelajar, orang tua murid, mungkin Pak RT, Bu RT, tukang bangunan, montir, bakulan, bahkan hingga Avengers. Kalau tidak percaya, silakan tanya saja mereka, tugas saya cuma menulis dan teman-teman yang baca.
Sebelum masuk ke ranah substansi, sebaiknya kita jelaskan dulu apa itu Zonasi, jelas sekali saat ini kita membahas tentang zonasi Sekolah. Zonasi sekolah adalah batasan-batasan dalam syarat dan ketentuan untuk masuk Bersekolah, koreksi jika saya salah.
Zonasi Sekolah saat ini banyak diperdebatkan untuk kelebihan dan kekurangannya, sehingga memancing kita semua untuk mengemukakan pendapatnya masing-masing.
Karena kemampuan guru adalah sama yang dibuktikan dengan sertifikasi guru lalu bagaimana simbol Sekolah Favorit tersebut muncul?
Sekolah favorit itu terbentuk seiring dengan permintaan pasar melalui proses panjang mungkin karena prestasi ekstrakurikuler maupun prestasi akademik.
Siapa yang di untungkan dalam hal ini? Saya mencermati banyak pihak yang di untungkan antara lain, Stakeholder sekolah maupun orang tua dengan anak yang mempunyai prestasi. Jika ada pihak silakan disampaikan di kolom komentar.
Lalu bagaimana dengan Sistem Zonasi? Zonasi ini memberikan banyak keuntungan untuk semua Pihak, baik dari Sekolah maupun siswa. Dalam pandangan saya dalam sistem ini hampir memberikan keuntungan banyak pihak. Lebih memiliki rasa keadilan dan pemerataan.
Jadi jika teman-teman mempunyai pandangan lain silakan kita diskusikan dalam nalar-nalar rasionalitas.
Memandang uraian diatas tentu saya akan membuat suatu kesimpulan bahwa SAYA SANGAT TIDAK SETUJUI DENGAN SISTEM ZONASI karena baru dimulai Sekarang dan tidak dari dulu saja dimulai, karena selain menguntungkan banyak pihak secara ekonomis juga “low cost same return” untuk orang tua yang ingin mendapatkan pendidikan yang merupakan hak kita semua sebagai warganegara. Karena selama ini masih banyak ditemukan anak-anak yang putus sekolah karena tidak bisa masuk ke Sekolah Negeri.
Sekarang bagaimana dengan pendapat dari kawan-kawan sendiri melihat pemberlakuan sistem PPDB berdasarkan zonasi pada tahun 2019 ini? Silahkan berkomentar dengan cerdas di kolom komentar di bawah ini ya. (DW)
Referensi:
- https://tirto.id/memahami-sistem-zonasi-sekolah-di-ppdb-2019-ecEz