Bahasa Menunjukkan Bangsa: Urgensi Menjaga Lisan di Tengah Arus Budaya Digital

Bahasa bukan hanya alat komunikasi, tetapi cerminan kepribadian, identitas, dan budaya. Di tengah arus digital, menjaga tutur kata menjadi kunci membentengi moral generasi.

Image: Chat GPT

Workshop Digital Marketing untuk Lembaga Pendidikan 2024

BloggerBorneo.com – Bahasa adalah media komunikasi manusia untuk saling berinteraksi satu sama lain. sebagai penunjang aktivitas sosial.

Menurut Wibowo, bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

Bahasa Menunjukkan Bangsa

Selain itu, bahasa juga dapat menggambarkan karakter setiap individu melalui intonasi suara atau bunyi yang keluar saat individu tersebut berucap. Ada peribahasa melayu terkenal yang berbunyi “bahasa menunjukkan bangsa“.

Peribahasa ini merujuk pada pemahaman mengenai identitas. Usaha-usaha penilaian asal-usul ataupun latar belakang kehidupan seseorang dari bahasa yang digunakannya, yaitu pemilihan diksi serta gaya intonasi tutur kata.

Jadi, bahasa bukan sekedar alat komunikasi, namun mencakup simbol sebuah kepribadian, identitas dan budaya bangsa.

Kemajuan Teknologi Berimbas Negatif?

Dewasa ini, disaat arus kemajuan teknologi semakin masif, penulis prihatin karena anak-anak, sebagian juga orang dewasa bertutur sesuatu yang menurut penulis tidak elok, kasar dan cenderung kotor.

Seperti menyebut kata-kata “anjay atau anjing” ketika merespon sesuatu, bergurau dengan rekan sejawat atau sedang marah/kesal terutama saat atau sedang bermain game online di tempat umum.

Uniknya, tutur kata ini bak virus yang berkembang pesat, menjalar tanpa sadar lalu menerkam tanpa ampun generasi bangsa. Di kota bahkan di kampung-kampung, seperti terjangkit virus yang sama dalam bertutur tersebut.

Penulis merenung, apakah hal tersebut sudah menjadi “trend” yang sengaja digaungkan sedahsyat mungkin untuk merusak adab, moral generasi muda, atau upaya untuk mendegradasi budaya ketimuran yang lembut, sopan dan santun.

Apapun itu motifnya, hal tersebut adalah absurd, musuh bersama budaya bangsa, dosa dalam agama dan cacat dalam moral untuk implikasi saat interaksi dunia nyata.

Bangsa Beradab Menjunjung Tinggi Nilai Etika

Bangsa yang beradab dan beradat adalah bahasa yang menjunjung tinggi nilai etika. Etika bersikap termasuk didalamnya gaya bicara. Jika kata yang keluar saat bicara ibarat “kebun binatang” di mulut, alarm degradasi moral anak bangsa sedang mengancam perlahan.

Jika alarm ini dianggap bunyi kecil yang diabaikan, tidak menutup kemungkinan generasi Indonesia Emas yang diimpikan menjadi Indonesia Cemas di kemudian hari. Karena mewariskan generasi yang rendah budi bahasa, rendah tata krama dan rusak nilai-nilai budayanya.

Di era yang terbuka dan serba cepat, arus informasi seperti lebih cepat dari detak jantung bahkan lebih cepat dari kecepatan itu sendiri.

Alih-alih jika informasi yang beredar positif, apabila sebaliknya tentu hal itu perlahan menjadi musibah peradaban jika tidak ada langkah antisipatif sebagai benteng diri dan generasi. Apalagi jika keburukan tersebut tersistem dan sistemik.

Jangan sampai generasi penerus tumbuh sebagai generasi rendah moral karena tutur kata dalam bahasa komunikasinya terpengaruh dengan penggunaan kata-kata kasar, kotor dan sebagainya. Karena barometer pertama untuk mengukur kualitas manusia yakni dari apa yang keluar dari mulutnya.

Manusia yang Baik akan Tetap Berkata Baik

Manusia yang baik akan berkata yang baik-baik, sebaliknya jika manusia buruk maka akan bertutur sesuatu yang buruk pula. Hadis riwayat Abu Darda’ menjelaskan bahwa Allah SWT membenci orang yang lisannya kotor dan kasar.

Rasulullah SAW bersabda, “Sesungguhnya Allah sangat murka kepada orang yang lisannya kotor dan kasar,”. Hadis ini menekankan pentingnya menjaga lisan dan menjauhi perkataan kotor dan kasar.

Oleh karena itu, kebiasaan dan pembiasaan bertutur kata yang baik mesti merupakan bagian dari point penting dalam mendidik karakter seseorang, serta harus dipupuk sedini mungkin.

Dalam kontek ini keluarga/orang tua dan lingkungan berperan penting menjadi garda terdepan dalam menciptakan budaya bahasa yang kondusif.

Selain itu, slogan-slogan bahasa yang baik maupun literasi mengenai adab bertutur kata juga harus masif dalam dunia pendidikan, media sosial dan sebagainya, agar generasi penerus tidak kekurangan model untuk dijadikan panutan dalam memproduksi tutur kata yang baik dari lisannya.

Benteng Utama Bernama Keluarga

Dalam menjaga masa depan akhlak dan budaya generasi bangsa, keluarga adalah benteng pertahanan utama yang mesti dibangun dengan pondasi kokoh. Membangun keluarga sama artinya membangun peradaban bangsa.

Keluarga merupakan unit sosial terkecil dalam bangunan masyarakat, dimana efektivitas interaksi terbangun, kemudian membentuk kedekatan emosional antara anak dan orang tua. Keluarga merupakan tempat ternyaman bagi anak, tempat mengadu tingkat paling dasar.

Oleh karena itu orang tua adalah model utama yang akurat, dan bahasa yang paling menyentuh bagi pertumbuhan akal maupun budi sang anak.

Para ahli sepakat akan hal ini, menurut Effendi (1995) Keluarga memiliki peran utama dalam mengasuh anak, meneruskan nilai-nilai dan norma masyarakat, serta meningkatkan kualitas sumber daya manusia.

Teori Kognitif Sosial Albert Bandura juga menekankan pentingnya peran orang tua sebagai model perilaku bagi anak. Orang tua perlu memberikan contoh yang baik dan memberikan konsekuensi yang sesuai untuk membentuk perilaku anak.

Bahkan dalam pandangan agama Allah SWT memberi penekanan melalui Surah At-Tahrim ayat 6. Ayat ini berbunyi, “Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu.

Maka dari itu, orang tua menjadi penanggung jawab penuh akan perkembangan karakter anak, termasuk dalam menjaga dan memastikan lisan anak tumbuh dengan baik. Orang tua harus memastikan lisan anak terbebas dari perkataan kotor dan kasar.

Membersamai tumbuh kembang anak dengan kasih sayang, beri pemahaman secara dini akan dampak buruk atau dosa besar apabila bertutur yang tidak baik, dan yang paling penting menjadi teladan yang membanggakan bagi anak. (DW)

Artikel Lainnya

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

error: Content is protected !!