Crackdown, Ahli Rusuh, dan Politik Kekuasaan di Era Prabowo

Ulasan kritis tentang crackdown pemerintahan Prabowo, perbedaan demonstrasi dan kerusuhan, serta peran "ahli rusuh" dalam menciptakan kekacauan. Benarkah mahasiswa jadi kambing hitam?

Image: Chat GPT

BloggerBorneo.com – Situasi politik dan keamanan Indonesia kembali memanas. Presiden Prabowo melakukan kunjungan kepada aparat kepolisian yang terluka akibat bentrokan dengan massa demonstrasi.

Di sisi lain, para korban sipil yang jumlahnya tidak sedikit justru luput dari perhatian. Hingga kini tercatat tujuh orang meninggal akibat rangkaian kekerasan massal.

Demonstrasi vs Kerusuhan

Jika diperhatikan gambaran apa yang tersirat dari kalimat pembuka diatas? Bukankan lebih tampak jika Pemerintah seakan lebih fokus memberikan simpati kepada mereka yang menjadi penopang kekuasaan.

Fenomena ini menandai dimulainya periode crackdown atau tindakan keras negara terhadap masyarakat sipil.

Kehadiran militer di jalan-jalan, lengkap dengan kendaraan tempur dan tank, tidak hanya menjadi upaya pengendalian situasi, melainkan juga pesan simbolis: menebar rasa takut agar massa yang beringas tunduk.

Aparat bahkan mulai memasuki kampus-kampus dan menyasar tokoh-tokoh gerakan, seperti penangkapan paksa terhadap Direktur Lokataru, Delpedro Marhaen.

Garis Batas yang Sering Dikaburkan

Dalam analisis gerakan sosial, penting membedakan demonstrasi dengan kerusuhan (riot). Demonstrasi adalah bentuk unjuk rasa, bisa keras, bahkan kadang berujung bentrok, tetapi tetap dalam kerangka advokasi tuntutan.

Sementara itu, kerusuhan cenderung diwarnai tindakan anarkis seperti pembakaran, penjarahan, dan kekerasan acak terhadap target tertentu.

Kasus yang terjadi belakangan ini menunjukkan adanya eskalasi yang berbeda. Tidak hanya kantor polisi dan DPRD yang dibakar, tetapi juga rumah pribadi pejabat publik hingga menteri keuangan ikut menjadi sasaran.

Dari literatur para ahli seperti Stanley Tambiah, Paul Brass, dan Charles Tilly, kerusuhan tidak pernah bersifat spontan. Selalu ada pihak-pihak yang disebut sebagai “riot specialists” atau ahli rusuh.

Mereka memiliki keahlian khusus untuk memicu, mengarahkan, hingga menghentikan kerusuhan pada momen tertentu.

Pertanyaannya: apakah mahasiswa dan aktivis pro-demokrasi memiliki kemampuan teknis untuk membakar markas polisi atau bahkan menyerbu markas Brimob? Jawabannya hampir pasti tidak.

Keahlian ini, menurut banyak kajian, justru dimiliki kalangan intelijen atau pihak yang pernah bersinggungan dengan operasi keamanan negara.

Pola Lama yang Berulang

Sejarah Indonesia tidak asing dengan pola konflik seperti ini. Kerusuhan Malari 1974 maupun tragedi 1998 menunjukkan bahwa kerusuhan massal kerap kali melibatkan faksionalisme militer dan kepentingan elit politik.

Pelaku-pelaku politik masa lalu bahkan kini masih menduduki kursi kekuasaan. Tidak berlebihan jika publik mulai mempertanyakan: apakah kerusuhan kali ini merupakan pengulangan skenario lama dengan wajah baru?

Alih-alih menyalahkan mahasiswa atau masyarakat sipil, sudah sepatutnya pemerintah bercermin. Menuduh pihak asing sebagai dalang kerusuhan, mulai dari Soros, CIA, hingga USAID tanpa bukti yang jelas hanyalah cara mudah untuk mengalihkan isu.

Strategi ini justru merusak akal sehat publik karena mengaburkan siapa sebenarnya yang paling diuntungkan dari kekacauan ini.

Penutup

Crackdown yang kini berlangsung berpotensi menghasilkan kambing hitam baru. Mahasiswa, aktivis, bahkan masyarakat sipil bisa jadi korban narasi rekayasa elit.

Padahal, sejarah menunjukkan bahwa konflik besar di Indonesia seringkali lahir dari dalam lingkaran kekuasaan itu sendiri.

Rakyat tentu sulit percaya bahwa masyarakat biasa, apalagi mahasiswa, bisa dengan mudah menyerang markas Brimob—sebuah institusi yang begitu kuat.

Pemerintah sebaiknya lebih jujur dalam membaca situasi, bukan sekadar membingkai narasi yang menuduh rakyat sebagai biang kerok. Jika tidak, kita hanya akan mengulang luka lama yang tidak pernah benar-benar sembuh. (DW)

Artikel Lainnya

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More

error: Content is protected !!