TPFx Pontianak
Opini

Dampak Teknologi Terhadap Dunia Kerja, Membuat Generasi Muda Semakin Bodoh???

×

Dampak Teknologi Terhadap Dunia Kerja, Membuat Generasi Muda Semakin Bodoh???

Sebarkan artikel ini
Dampak Teknologi AI Terhadap Dunia Kerja
Image: facebook.com/yudhiarma
Сollaborator

BloggerBorneo.com – Saya adalah hasil didikan masa lalu. Dimana saat saya melalui pendidikan dasar dan menengah bisa dibilang belum ada komputer dan internet secara luas.

Walaupun begitu, saya cukup beruntung sempat mencicipi komputer sejak SD di kantor bapak, walau cuma ngetik wordstar yang belum saya pahami.

Dampak Teknologi Terhadap Dunia Kerja

Kemudian belajar komputer secara formal di SMA. Lalu mencicip internet saat masih kelas 2 SMA saat ada pelatihan internet di universitas negeri di kota saya.

Saat itu semua masih serba manual. Masih membaca buku, majalah, dan koran untuk mendapatkan informasi dan pengetahuan.

Saat saya memulai Pendidikan tinggi tahun 1998, internet baru menjadi lebih mudah diakses dengan keberadaan warnet.

Tapi mungkin itu terjadi karena saya di Bandung, kalau di kota saya Pontianak, mungkin baru 2-3 tahun kemudian mulai bermunculan warnet.

Saat itu mulai terjadi pergeseran cara mencari informasi. Mesin pencarian awal seperti yahoo dan altavista memang tidak secanggih google.

Tapi cukuplah membantu dalam mencari informasi dan pengetahuan yang sifatnya umum.

Belajar Membuat Gambar Secara Manual

Sebagai mahasiswa arsitektur, tentu tugas-tugas saya adalah tugas tipe gambar. Gambar tersebut dibuat dengan manual, menggunakan tangan, pensil/pen dan penggaris.

Untuk membuat satu gambar denah saja misalnya, kadang-kadang butuh waktu setengah harian. Itu waktu menggambarnya, belum termasuk waktu mencari idenya.

Baca Juga:  Erdogan dan Sikap (Sebagian) Kita

Saat saya kuliah mulai terjadi peralihan antara menggambar manual dan menggambar dengan komputer. Penggambaran menggunakan CAD (AutoCAD R.14) mulai dikenalkan di kampus saya.

Bahkan angkatan di bawah saya lebih beruntung karena mulai bersentuhan dengan BIM 3D versi awal (ArchiCAD 5.0).

Tapi saat itu hanya bersifat pengetahuan saja, belum merubah pola kerja dari manual menjadi digital, bahkan sampai saya tugas akhir pun masih mengerjakan gambar dengan manual.

Latar Belakang Pendidikan Tidak Menjadi Acuan

Setelah saya wisuda tahun 2003, saya berkesempatan bekerja sebagai pegawai bank selama 8 bulan.

Yang memberikan kesempatan untuk saya bisa bekerja di bank adalah keterampilan saya bekerja dengan komputer.

Pertanyaan yang ditanyakan kepada saya saat wawancara kerja adalah “Kamu bisa Word dan Excel?”.

Saya tidak pernah belajar secara khusus word dan excel, tapi tentu saya pernah belajar software sejenis saat SMA, yaitu wordstar dan lotus123.

Kemudian saya pernah juga menggunakan word perfect. Saya akhirnya jawab “Saya baru menggunakannya software word saat menulis laporan PKL dan tugas akhir, jadi belum terbiasa.

Sedangkan excel tidak pernah tapi harusnya mirip lotus123, jadi bisa dipelajari”.

Selain Software Juga Harus Paham Hardware

Lalu dilanjutkan lagi dengan pertanyaan “Kalau hardware komputer gimana? Bisa?”.

Kemudian saya jawab “Saya cukup akrab dengan hardware komputer, karena saya bisa merakit komputer dan menginstal sistem operasi komputer.

Tapi kalau harus memperbaikinya secara elektronik saya tidak bisa”. Kemudian pertanyaan dilanjutkan lagi “Kalau jaringan LAN komputer bisa?”.

Saya jawab “Saya tidak bisa, tapi seharusnya bisa saya pelajari”.

Baca Juga:  Indomie adalah Mie Instan Indonesia

Setelah pengumuman kelulusan saya dinyatakan lulus dan bekerja sebagai pegawai back office bagian umum, dengan tugas tambahan petugas penarikan cicilan dari rekening nasabah pembiayaan, pelaporan ke BI, dan cadangan kliring.

Sungguh pekerjaan yang jauh dari bidang ilmu yang saya pelajari saat kuliah, tapi bisa saya lakukan dengan baik sampai tiba saatnya berganti pekerjaan.

Kisah Menjadi Dosen Arsitektur

Tahun 2004, saya kembali ke dunia arsitektur dengan menjadi dosen. Kembali lagi berurusan dengan desain dan gambar.

Mata kuliah yang saya ajar adalah gambar teknik. Saya suka mata kuliah ini karena gambar teknik adalah gambar yang terukur. Ada teknik dalam pengerjaannya.

Walaupun begitu, saya menyadari perubahan dalam metode menggambar akan berubah dari manual ke digital.

Tapi saya tetap berpendapat bahwa menguasai gambar secara manual masih tetap penting untuk pembentukan pola pikir secara visual spasial yang sangat dibutuhkan arsitek.

Bedanya sekarang saya tidak terlalu menuntut tinggi gambar mahasiswa harus benar-benar sempurna. Karena saya yakin bisa diatasi dengan menggambar secara digital.

Saat terjadi perubahan metode penggambaran di tugas akhir dari menggambar secara manual ke gambar digital, saya mendukung hal tersebut.

Tapi karena fasilitas tidak memadai di kampus, akhirnya hanya beberapa mahasiswa saja yang diberikan privilege.

Saat ini mahasiswa hanya melakukan gambar manual di 2 semester awal saja, sambil mereka belajar gambar digital. Sehingga saat semester 3 sampai selesai tugasnya menggunakan gambar digital.

Mahasiswa Belajar Menjadi PLAGIATOR

Tapi ada hal yang saya benci dari tugas-tugas yang dikerjakan dengan digital. Hal tersebut adalah “Copy Paste”.

Baca Juga:  Kalau Bisa Mendesain Sendiri Kenapa Harus Meniru Orang Lain

Kalau tugas gambar yang di copy paste itu hanya elemen, masih oke lah asal penerapannya benar. Yang bikin geram itu adalah copy paste gambar secara keseluruhan entah dari mana asalnya, tapi di klaim sebagai pekerjaannya.

Kalau dalam bahasa akademis namanya PLAGIAT. Ini memang dampak negatif dari teknologi digital.

Kalau jaman manual, mau copy paste pun masih butuh usaha keras karena harus digambar ulang atau ditulis ulang.

Kalau tugas mahasiswa yang kayak gini dan nasib buruk ketahuan sama saya biasanya tiada ampun, nilai tugasnya saya nol kan sampai diperbaiki.

Kesimpulan

Sekarang jamannya AI (artificial intelligence), dimana banyak pekerjaan yang perlu berpikir bisa dikerjakan oleh AI. Tulisan, gambar, suara dan video bisa diproduksi dengan AI asal prompt nya benar.

Jika AI digunakan dengan benar, maka pekerjaan bisa jadi cepat selesai. Tapi yang ingin saya ceritakan bukan soal cepat selesainya.

Tapi penyalahgunaan AI untuk menyelesaikan tugas yang tidak pernah dibaca oleh mahasiswa. Cuma copy paste hasil AI, tapi tidak mengerti dengan apa yang dilaporkannya.

Akhirnya AI makin pintar, manusia makin goblok.

Yang pasti Indonesia sedang mengalami darurat membaca. Kemampuan fokus belajar menurun drastis karena banyak pembelajar yang sulit bertahan untuk fokus lebih dari 15 menit.

Katanya sih gara-gara video-video pendek TikTok atau IG Story dan Youtube Short. Jadi kalau IQ rata-rata manusia di Indonesia adalah 78, mungkin ada benarnya.

Ya sudahlah.. inti dari tulisan ini adalah perubahan jaman pasti terjadi. Teknologi adalah pedang bermata dua.

Jika digunakan benar maka akan mempermudah pekerjaan. Tapi jika disalahgunakan malah akan membuat kita makin bodoh.

Jadi Indonesia Emas 2045 atau Indonesia (C)emas 2045?

Ditulis oleh Yudhiarma

LKP Cerdas Berdaya