Emas vs Dolar: Siapa yang Unggul Saat Ketidakpastian Ekonomi Menghantui?
BloggerBorneo.com – Ketidakpastian ekonomi global kembali menjadi sorotan utama pelaku pasar, seiring dengan rilis data inflasi Amerika Serikat yang menunjukkan perlambatan, serta meningkatnya tensi geopolitik di sejumlah kawasan.
Dalam situasi ini, dua instrumen utama yang kerap menjadi pilihan investor — emas dan dolar AS — kembali menjadi pusat perhatian.
Harga Emas Melonjak ke Level Tertinggi
Harga emas dunia melonjak ke level tertinggi dalam empat minggu terakhir, diperdagangkan di kisaran US$3.395 per troy ounce pada perdagangan Kamis pagi waktu Asia.
Sementara itu, indeks dolar AS mengalami tekanan, turun ke level 104,2, menyusul sinyal dari Federal Reserve yang menahan suku bunga acuan dan memberikan pandangan yang lebih hati-hati terhadap pertumbuhan ekonomi ke depan.
Investor Beralih ke Safe Haven
Menurut analis pasar dari Kitco Metals, Peter Hug, pelaku pasar saat ini tengah melakukan rotasi aset dari mata uang berisiko tinggi ke instrumen safe haven seperti emas.
Hal ini disebabkan oleh meningkatnya kekhawatiran terhadap pelemahan ekonomi AS dan potensi konflik bersenjata yang berkepanjangan di kawasan Timur Tengah.
“Setiap kali ada gejolak geopolitik dan tekanan inflasi yang tidak stabil, emas selalu menjadi pelabuhan aman. Saat dolar mulai kehilangan momentumnya, investor cenderung melirik emas sebagai alternatif lindung nilai,” ujar Hug
Selain itu, data terbaru menunjukkan bahwa permintaan emas fisik di pasar Asia, terutama dari Tiongkok dan India, turut mengalami peningkatan signifikan.
Hal ini juga menjadi katalis tambahan bagi reli harga emas dalam beberapa hari terakhir.
Kebijakan The Fed Jadi Penentu Arah
Federal Reserve dalam pernyataan terbarunya menahan suku bunga, namun mengisyaratkan potensi penurunan suku bunga jika data inflasi dan ketenagakerjaan menunjukkan perlambatan yang konsisten.
Sikap wait and see The Fed membuat pasar mulai memperkirakan bahwa era suku bunga tinggi mungkin akan segera berakhir.
Sentimen ini berdampak negatif terhadap dolar AS yang selama ini mendapat keuntungan dari kebijakan moneter ketat.
Ekonom dari Goldman Sachs, Jan Hatzius, mengatakan bahwa jika The Fed menurunkan suku bunga dalam kuartal ketiga tahun ini, maka harga emas berpotensi menembus level psikologis US$3.500 per troy ounce, yang akan menjadi rekor tertinggi sepanjang masa.
Dolar AS Kehilangan Momentum?
Meskipun dolar AS tetap menjadi mata uang cadangan dunia, pengaruhnya mulai tergerus oleh berbagai faktor.
Salah satunya adalah ketidakpastian arah kebijakan fiskal AS menjelang pemilihan presiden 2024, serta peningkatan utang publik yang kini menembus US$35 triliun.
Pasar mulai mempertimbangkan skenario jangka menengah di mana dolar AS tidak lagi menjadi satu-satunya acuan dominan dalam perdagangan global, seiring dengan meningkatnya penggunaan yuan Tiongkok dan euro di sejumlah kawasan.
“Kekuatan dolar tidak hanya ditentukan oleh The Fed, tapi juga kepercayaan pasar terhadap stabilitas ekonomi dan politik AS. Jika elemen ini goyah, maka emas bisa menjadi pemenang utama,” ujar analis mata uang dari ING Group, Francesco Pesole.
Kesimpulan
Dengan semua faktor di atas, emas saat ini berada dalam posisi yang relatif kuat dibandingkan dolar.
Lonjakan harga emas menunjukkan bahwa investor global mulai bersikap lebih defensif dan mencari perlindungan dari ketidakpastian.
Meskipun volatilitas masih tinggi dan arah kebijakan moneter belum sepenuhnya pasti, banyak pihak memperkirakan bahwa tren penguatan emas akan terus berlanjut setidaknya hingga akhir kuartal ketiga 2025.
Bagi investor ritel, momen ini bisa menjadi waktu untuk mempertimbangkan kembali portofolio dan menyeimbangkan antara aset berisiko dan aset pelindung nilai seperti logam mulia. (DW)
Referensi: