Hindari Sistem Penerimaan Siswa Baru Berbasis Korupsi
Bahan tulisan ini saya dapat ketika mendengar tetangga sekitar rumah bercerita mengenai anaknya yang masuk di salah satu SMU swasta di Pontianak. Pada bulan ini memang merupakan saat dimana tahun ajaran setiap tingkatan sekolah mulai dari Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Umum (SMU) dimulai. Tentunya masing-masing orang tua yang memiliki anak diusia sekolah akan “disibukkan” dengan aktivitas baru yaitu mencari dan mendaftarkan anaknya di sekolah yang sesuai dengan tingkatan dan standar nilainya. Hanya saja ada sedikit hal yang mengganjal begitu saya mendengar cerita dari tetangga saya tadi, karena nilai anaknya masih dibawah rata-rata standar sekolah yang ingin dimasukin maka jalan pintas pun diambil agar anaknya bisa bersekolah disitu. Uang dalam jumlah nominal tertentu harus dikeluarkan demi memuluskan proses peneriman siswa baru tersebut.
Ya mungkin cara tengah ini juga ada digunakan oleh beberapa orang tua yang lain, mungkin karena merasa sayang maka cara apapun akan ditempuh agar anaknya bisa masuk di sekolah pilihannya. Pertanyaan sederhana timbul dalam benak saya, apakah cara itu dapat dianggap sebagai salah satu bentuk mendidik anak yang benar?. Apakah tidak ada cara lain yang lebih mendidik untuk menunjukkan rasa sayang kepada anak selain harus menggunakan jalan seperti itu?. Jika dari proses awal masuk sekolahnya saja sudah seperti itu, bagaimana nanti kedepannya?. Mungkin dari sinilah penyakit masyarakat seperti Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme akan terus terbentuk hingga pada akhirnya malah akan menjadi BUDAYA BANGSA.
Disisi lain, terkadang perasaan ego dari para orang tua yang menghendaki anaknya agar dapat masuk sekolah-sekolah yang dianggap lebih bergengsi juga menjadi salah satu faktor pendukung tindakan ini terjadi. Hanya ingin menjaga NAMA BAIK KELUARGA, cara apapun dilakukan. Tidak peduli apakah anaknya mampu atau tidak, pokoknya keinginan orang tuanya harus terwujud. Apakah ini dapat dikatakan mendidik juga???.
Setidaknya semuanya harus direncanakan sejak awal, harus dapat dipastikan kurikulum pendidikan yang diperoleh sang anak cukup mumpuni untuk membekali dirinya nanti dalam memilih sekolah lanjutan yang lebih berbobot dan terkenal. Dari proses pembelajaran yang dilewati, dapat dibaca tingkat kemampuan anak dalam menerima pelajaran sehingga kedepannya tidak ada istilah sekolah yang dipaksakan. Hal ini perlu menjadi perhatian khusus bagi setiap orang tua, ajari anak dengan hal-hal yang positif mulai dari kecil. Jangan contohkan perilaku yang terkesan negatif atau menyimpang karena hal itu akan berdampak pada kepribadian mereka nantinya. (DW)