BloggerBorneo.com – Perpajakan merupakan salah satu elemen penting dalam perekonomian sebuah negara, yang berfungsi sebagai sumber pendapatan utama untuk membiayai berbagai kebutuhan publik.
Melalui sistem perpajakan, pemerintah dapat memastikan pemerataan kesejahteraan dan mendukung pembangunan di berbagai sektor.
TOPIK UTAMA
Istilah dalam Perpajakan
Namun, untuk dapat menjalankan kewajiban perpajakan dengan baik, pemahaman yang komprehensif terhadap istilah-istilah dalam dunia perpajakan menjadi sangat krusial, terutama bagi para pelaku usaha dan masyarakat umum.
Beragam istilah seperti PPh, PPN, PPnBM, hingga PKP sering kali membingungkan, terutama bagi mereka yang baru terjun ke dunia bisnis atau perpajakan.
Padahal, memahami istilah-istilah tersebut tidak hanya membantu dalam mematuhi regulasi, tetapi juga memberikan wawasan tentang bagaimana menghitung kewajiban pajak secara benar dan efisien.
Artikel ini akan membahas secara rinci istilah-istilah tersebut beserta penjelasan dan cara perhitungannya, sehingga dapat menjadi panduan yang bermanfaat bagi siapa saja yang ingin memahami perpajakan lebih dalam.
1. PPh (Pajak Penghasilan)
Pajak yang dikenakan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak, baik orang pribadi maupun badan, dalam negeri maupun luar negeri.
Rumus Perhitungan:
PPh dihitung berdasarkan tarif yang berlaku, sesuai dengan ketentuan Pasal 17 UU Pajak Penghasilan:
PPh Terutang = PKP × Tarif PPh
Tarif progresif untuk orang pribadi:
- 5% untuk penghasilan kena pajak sampai Rp60 juta
- 15% untuk penghasilan di atas Rp60 juta hingga Rp250 juta
- 25% untuk penghasilan di atas Rp250 juta hingga Rp500 juta
- 30% untuk penghasilan di atas Rp500 juta hingga Rp5 miliar
- 35% untuk penghasilan di atas Rp5 miliar
2. PPN (Pajak Pertambahan Nilai)
Pajak yang dikenakan atas konsumsi barang dan jasa di dalam negeri, dikenakan pada setiap rantai produksi dan distribusi.
Rumus Perhitungan:
PPN Terutang = DPP × Tarif PPN
- DPP (Dasar Pengenaan Pajak) adalah harga jual barang/jasa sebelum pajak.
- Tarif PPN standar di Indonesia adalah 11%.
3. PPnBM (Pajak Penjualan atas Barang Mewah)
Pajak tambahan atas penjualan barang tertentu yang dikategorikan sebagai barang mewah.
Rumus Perhitungan:
PPnBM Terutang = DPP × Tarif PPnBM
- Tarif PPnBM bervariasi tergantung jenis barang, mulai dari 10% hingga 125%.
4. PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak)
Bagian dari penghasilan wajib pajak yang tidak dikenakan pajak, digunakan sebagai pengurang penghasilan bruto untuk menghitung PKP.
Besaran PTKP (2024):
- Wajib Pajak Orang Pribadi: Rp54 juta/tahun
- Tambahan untuk tanggungan (maksimal 3 orang): Rp4,5 juta/orang
5. PKP (Penghasilan Kena Pajak)
a. Dalam Konteks Penghasilan
Penghasilan bersih setelah dikurangi PTKP yang menjadi dasar pengenaan PPh.
Rumus Perhitungan:
PKP = Penghasilan Bruto − Biaya Pengurang − PTKP
b. Dalam Konteks PPN (Pengusaha Kena Pajak)
Wajib pajak badan atau orang pribadi yang memenuhi kriteria tertentu untuk wajib memungut, menyetor, dan melaporkan PPN.
6. BKP (Barang Kena Pajak)
Semua barang berwujud yang dikenakan PPN, kecuali barang tertentu yang dikecualikan menurut undang-undang. Contohnya adalah kendaraan bermotor, elektronik, dan barang impor.
7. JKP (Jasa Kena Pajak)
Semua jenis jasa yang dikenakan PPN, kecuali yang dikecualikan oleh peraturan, seperti jasa pendidikan dan layanan kesehatan.
8. PDRI (Pajak Dalam Rangka Impor)
Pajak yang dikenakan atas impor barang dari luar negeri, termasuk PPN, PPnBM, dan Bea Masuk.
Rumus Perhitungan:
- PPN Impor:
PPN Impor = (Nilai Impor + Bea Masuk) × 11% - PPnBM Impor (jika berlaku):
PPnBM Impor = (Nilai Impor + Bea Masuk) × Tarif PPnBM
9. Peredaran Usaha
Jumlah total omset kotor yang dihasilkan oleh wajib pajak dalam satu tahun pajak sebelum dikurangi biaya.
Contoh Perhitungan:
Jika total penjualan bruto suatu usaha dalam satu tahun adalah Rp1 miliar, maka peredaran usaha adalah Rp1 miliar.
Kesimpulan
Memahami istilah-istilah dalam perpajakan seperti PPh, PPN, PPnBM, PTKP, hingga peredaran usaha bukan hanya sekadar memenuhi kewajiban kepada negara, tetapi juga menjadi langkah penting dalam mendukung tata kelola keuangan yang lebih baik.
Dengan pemahaman yang mendalam, wajib pajak dapat menjalankan hak dan kewajibannya secara transparan, serta menghindari kesalahan perhitungan yang dapat menimbulkan sanksi administratif atau kerugian di masa depan.
Melalui pengetahuan yang diperoleh, diharapkan masyarakat, khususnya pelaku usaha, dapat lebih proaktif dalam mengelola perpajakan mereka.
Dengan demikian, selain berkontribusi pada pembangunan negara, pemenuhan kewajiban pajak juga dapat menjadi bagian dari pengelolaan bisnis yang profesional dan berkelanjutan.
Mari bersama-sama mendukung pertumbuhan ekonomi dengan menjalankan kewajiban perpajakan secara tepat dan bertanggung jawab! (DW)