Beberapa kali bertemu dengan salah seorang sahabat yang sekarang memutuskan pulang kampung dan meninggalkan dunia media yang pernah membesarkannya membuat Blogger Borneo mendapat banyak insight mengenai kondisi bisnis Kratom di Indonesia umumnya dan Kalimantan Barat khususnya.
“Bang, sekarang kawan-kawan yang menjalankan bisnis Kratom sedang gerah karena Thailand baru saja membuka keran bisnis perdagangan jenis komoditi abu-abu ini lebih luas dengan mengeluarkan ganja dan kratom dari daftar obat-obatan terlarang.” demikian ucapnya ketika kami bertemu muka untuk pertama kalinya.
TOPIK UTAMA
Status Hukum Kratom di Indonesia
Ya sebenarnya pembahasan mengenai tumbuhan yang banyak tumbuh di Kapuas Hulu ini hanya menjadi salah satu topik pembahasan pada saat pertemuan perdana tersebut, namun karena memang isu Kratom ini cukup menarik untuk diangkat makanya tidak terasa hampir 2 (dua) jam kami membahasnya.
Bicara mengenai Kratom atau dalam bahasa latinnya dikenal sebagai Mitragyna Speciosa, kita tidak dapat lepas dari isu pro dan kontranya selama ini. Di satu sisi ada pihak yang menyatakan bahwa statusnya adalah legal, namun di sisi lain ada pihak lain juga menetapkan bahwa jenis tumbuhan ini adalah ilegal.
Blogger Borneo jadi ingat pernah menulis artikel mengenai Ekspor Perdana Kratom ke Belanda beberapa waktu lalu, tak lama setelah itu Detik News membuat pemberitaan mengenai pernyataan tegas Badan Nasional Narkotika yang mengatakan bahwa tumbuhan ini status hukumnya di Indonesia adalah ilegal.
Mungkin di tulisan ini Blogger Borneo tidak akan membahas mengenai polemik status hukum tumbuhan Kratom ini di Indonesia. Fokus perbincangan kami pada saat itu adalah bagaimana Thailand pada akhirnya melegalkan ganja dan kratom sebagai jenis produk yang bebas untuk diperjualbelikan.
“Sekarang di Thailand itu sampai ada konsep Kratom Tourism loh Bang.” ujarnya singkat.
Karena pada saat itu fokus Blogger Borneo adalah bercerita dan mendengarkan secara seksama, maka tidak ada aksi membuka laptop dari awal hingga 3 (tiga) jam lamanya kami berdiskusi. Blogger Borneo baru berusaha untuk mencari informasinya begitu tiba di rumah.
Ganja Legal di Thailand
Kratom Tourism Thailand menjadi kata kunci pertama yang Blogger Borneo masukkan di kolom pencarian Google. Dari beberapa referensi hasil pencarian yang muncul, Blogger Borneo membaca tulisan berita dari website miliknya Thai PBS World.
Menurut pemberitaan tersebut, Thailand pada akhirnya mengambil keputusan untuk melegalkan dua jenis produk yang sebelumnya statusnya adalah ilegal yaitu Ganja dan Kratom.
Kebijakan ini dipandang sebagai langkah liberal yang tidak biasa oleh otoritas konservatif Thailand karena untuk jenis alkohol dan rokok pemerintah tetap dikontrol dengan ketat.
Amandemen Kode Narkotika
Kode Narkotika yang baru diamandemen, mulai berlaku pada 9 Desember tidak mencantumkan ganja maupun kratom (Mitragyna Speciosa) sebagai obat-obatan terlarang. Tumbuhan ini sekarang dipuji karena dianggap memiliki potensi dalam membantu pasien dan ekonomi Thailand.
Di satu sisi, banyak yang melihat bahwa perubahan status ini berkaitan dengan upaya Menteri Kesehatan Masyarakat Anutin Charnvirakul yang berasal dari Bhumjaithainya menjadikan legalisasi ganja sebagai janji pemilihan utama.
Menurutnya untuk saat ini, semua bagian kecuali kuncup dan bunga ganja statusnya adalah legal. Akan tetapi ramuannya hanya dapat digunakan dalam pengobatan dan produk tertentu seperti makanan dan kosmetik.
Sedangkan untuk rekreasi ganja statusnya masih ilegal, meskipun ada tanda-tanda bahwa ini juga bisa berubah di masa depan.
Komunitas Petani Ganja
Tentu saja kebijakan ini bisa diambil oleh Thailand atas dasar beberapa pertimbangan, salah satu diantaranya adalah banyaknya para petani membentuk perusahaan komunitas untuk menanam ganja.
Sementara itu, ada juga perusahaan besar seperti JCK International melakukan investasi dalam jumlah besar dan menyusun rencana bisnis yang solid untuk mengeksploitasi tanaman yang dulu statusnya ilegal ini.
Tidak hanya sampai disitu, jaringan restoran seperti Black Canyon juga telah menghadirkan hidangan berduri ganja untuk para pelanggan yang suka berpetualang.
Obat Berbahan Dasar Ganja
Keberhasilan Anutin mendapatkan beberapa jenis obat berbahan dasar ganja yang masuk dalam daftar obat nasional semakin memperkuat diberlakukannya kebijakan ini. Ini berarti rumah sakit umum dapat meresepkan obat ganja untuk pasien di bawah skema perawatan kesehatan universal.
Sementara itu, klinik ganja mulai tampak menjamur di seluruh Thailand. Penelitian menunjukkan bahwa ganja secara medis dapat memerangi gejala yang berhubungan dengan kanker dan penyakit Parkinson, termasuk mual, nyeri, dan peradangan.
Para ilmuwan juga telah melaporkan bahwa ganja dapat memperlambat pertumbuhan jenis sel kanker tertentu yang tumbuh di laboratorium, meskipun penelitian tersebut masih dalam tahap awal.
Model Kota Ganja
Pada 11 Desember, Anutin mengunjungi Nakhon Phanom dan mendeklarasikannya sebagai “Kota Ganja” di Thailand.
Destinasi di Timur Laut akan menjadi model pengembangan ganja nasional untuk meningkatkan ekonomi dan pariwisata. Selama di sana, Anutin melihat-lihat berbagai produk, minuman, dan makanan berbahan herbal.
Anutin, yang juga wakil perdana menteri telah mengarahkan Food and Drug Administration, Government Pharmaceutical Organization, Department of Thai Traditional and Alternative Medicine, dan Medical Cannabis Instituteuntuk mencari cara memaksimalkan potensi ganja saat Thailand memasuki pasar global senilai diperkirakan US$20,5 miliar (Bt685 miliar) pada tahun 2020.
Thailand menyetujui ganja untuk penggunaan medis pada tahun 2019, tetapi hingga tahun ini beberapa undang-undang menghalangi penggunaan secara luas sementara wabah COVID-19 juga menghentikan tahap pengembangannya.
Namun, penghapusan dari daftar narkotika telah memicu tumbuhnya pengakuan dan penerimaan publik terhadap ramuan tersebut. Dengan terangkatnya hambatan hukum yang rumit, petani dan konsumen ganja tidak perlu lagi khawatir akan bermasalah dengan hukum.
Potensi Ekonomi Kratom
Ganja sebenarnya mengikuti jejak kratom. Lama dianggap sebagai narkotika, Kratom telah menyebabkan ribuan pengguna dan penjual dipenjara selama beberapa dekade terakhir.
Akan tetapi, pada tahun 2019 statusnya berubah ketika pemerintah merevisi undang-undang narkotika yang mengizinkan Kratom dan Ganja digunakan untuk tujuan medis.
Namun, baru pada 24 Agustus tahun ini kratom dihapus dari daftar zat yang dikendalikan sama sekali, dan hukuman hukum terkait dibatalkan.
Pada bulan Oktober, Kratom telah mencapai rak-rak superstore, toko online, dan pasar. Perkebunan herbal sekarang menjangkau lebih dari 100.000 rai atau 160 kilometer persegi di Thailand.
Menyadari potensi tanaman tersebut, Kementerian Perindustrian kini tengah menggalakkan kratom sebagai tanaman ekonomi.
Mitragynine, alkaloid hadir dalam kratom, bertindak sebagai obat penghilang rasa sakit dan anti-inflamasi dan juga dapat mengobati diare dan masalah berat badan. Ramuan ini juga telah berhasil digunakan untuk membantu penarikan dari kecanduan opiat.
Beberapa perusahaan makanan dan minuman yang terdaftar berencana untuk menambahkan kratom ke produk mereka, termasuk penjual minuman energi Carabao Group.
Namun, RUU Kratom belum disahkan oleh DPR. Pada 14 Desember, Senat merevisi RUU untuk memperketat perlindungan kesehatan.
Meskipun manfaatnya terbukti, Kratom dan Ganja juga memiliki bahaya efek samping. Sadar akan kondisi ini, Thailand dengan hati-hati mengatur konsumsinya.
Kesimpulan
Melihat Thailand yang pada akhirnya melegalkan Kratom dan Ganja karena melihat potensi ekonominya cukup besar, mereka juga mendapat dukungan penuh dari pemerintah otoritasnya terutama Kementerian Kesehatannya.
Akan tetapi jika melihat negara tetangga Malaysia yang secara tegas melarang penggunaan Kratom dengan memasukkannya dalam aturan Pasal 30 (3) Undang-Undang Racun 1952, kita juga harus melihat kenapa mereka tetap teguh dengan kebijakannya.
Bahkan menurut info dari sahabat ini, di tahun 2022 status hukum Kratom di Malaysia akan dinaikkan satu level lebih tinggi dari yang sebelumnya masuk kategori Racun menjadi Narkoba Berbahaya sehingga hukumannya akan lebih berat.
Sekarang bagaimana dengan kebijakan yang masih tarik menarik mengenai status hukum Kratom di Indonesia? Apakah akan mengikuti Thailand atau Malaysia? (DW)