BloggerBorneo.com – Sebuah peristiwa tragis menimpa seorang tukang servis peralatan elektronik di Bekasi. Siapa yang bakal mengira, sholat Asharnya di sore hari itu merupakan ibadahnya yang terakhir. Innalillahi Wainnailaihi Rojiun. Al-Fatihaah…
Nama saya Muhamad Aljahra. Orang memanggil saya Zoya. Saya cuma orang biasa. Sehari-hari pekerjaan saya mereparasi barang elektronik. Kadang mencari TV rongsokan untuk diutak atik. Atau radio bekas. Atau amplifier. Kalau sudah bagus baru dijual.
Alhamdulillah, Allah memberi saya kemampuan itu. Sebab dengan kemampuan itulah saya menafkahi anak istri saya. Anak saya satu, masih lima tahun. Istri saya, Siti Slzubaidah sedang hamil enam bulan. Rupanya Allah ingin menitipkan lagi amanahnya kepada saya.
Makanya saya harus bekerja lebih keras agar bisa menjaga amanah itu.
Hari itu, selepas subuh saya berangkat dari rumah. Perempuan sederhana dan polos mengantar saya sampai ke depan pintu. Seperti biasa, dia melepas saya dengan mencium tangan. Mungkin juga dengan sebait doa semoga ada rezeki halal yang bisa kubawa pulang.
Allah memang Maha Baik. Saya mendapatkan amplifier bekas untuk direparasi. Terbayang upah Rp 50 ribu atau seratus ribu. Lumayan buat beli beras dan lauk. Juga uang jajan bocah. Kamu tahu kan, anak lima tahun biasanya lagi doyan jajan.
Sore itu, saya hendak pulang. Tapi adzan Ashar memanggil. Saya ingin berterimakasih kepada Allah yang selalu memperhatikan keperluan hambaNya. Di sebuah musholla kecil saya mampir, sholat dan merapalkan doa.
Sebelum masuk musholla saya menurunkan amplifier rongsok dari motor. Bukan karena saya tidak bertawakal kepada Allah, dengan membiarkan barang itu teronggok di atas motor. Tapi karena saya yakin, tawakal juga butuh ikhtiar. Makanya amplifier itu saya bawa ke dalam mushola.
Justru itulah awal penderitaanku. Seseorang menuduhku mencuri amplifier milik mushola. Tanpa babibu mereka ramai-ramai meneriakkan: Maling!!!
Aku sontak kaget. Siapa yang bisa menjelaskan pada masa yang marah? Aku berlari menghindar tapi mereka memburuku seperti mengejar seekor babi.
Aku berlari semakin cepat tapi massa juga bertambah banyak. Kakiku terjerembab. Dan kemudian mahluk-mahluk beringas itu menimpakan aku dengan apa saja yang ada di genggamannya. Sebongkah batu ditimpakan ke wajahku. Tulang hidungku patah.
Lalu ada balok melayang mengerkah tenggkorak kepalaku. Saat itu yang bisa aku bisikkan hanya nama Allah, yang beberapa menit lalu baru kusebut dalam sholat asharku.
Saat balok itu memecah tulang tengkorakku, aku hanya membayangkan istriku yang sedang mengandung anak keduaku. Aku membayangkan wajah bocah kecil anakku yang tidak bisa menangis jika melihat bapaknya diperlakukan seperti tikus got.
Tubuhku terkapar di selokan. Darah merembes membasahi tanah. Darah dari seorang lelaki yang sedang mencari nafkah untuk kekuarganya.
Lalu seorang menyiramkan bensin ke tubuhku. Orang lainnya menjentikan api. Dan mereka menyaksikan tontotan sebuah tubuh yang menggelinjang karena dipanggang.
Mereka mungkin puas melampiaskan kemarahannya padaku. Setelah itu mereka pulang dan menyaksikan wajahnya sendiri yang telah berubah menjadi iblis. Mungkin saja iblis sendiri ngeri melihat ada manusia lebih biadab dari dirinya.
Sumber:
- https://www.facebook.com/geraldadharafaiz/posts/803156543187104