5 Cara Membangun Kemampuan Literasi Digital di Lingkungan Sekitar Kita

Beberapa tahun belakangan ini makna dari literasi digital telah bergeser dimana pada awalnya memiliki makna kemampuan membaca dan menulis, kini literasi kian dihubungkan dengan produk-produk digital seperti kemampuan dalam menggunakan perangkat lunak komputer dan gawai.

Image: HarianJogja.Com

BloggerBorneo.com – Kini literasi digital wajib disertai dengan kemampuan menganalisis informasi yang anda kumpulkan dari internet, karena saat ini anda sudah melewati masa-masa pengenalan gawai, dimana hampir 64% dari penduduk di Indonesia telah menggunakan internet, menurut polling dari Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII).

Sebagian besar dari para pengguna tersebut berada pada usia 15 sampai dengan 19 tahun atau usia-usia sekolah. Maka dari itu, pengenalan literasi informasi digital berada di tangan para orangtua, guru dan sekolah.

Kemampuan Literasi Digital

Sebelum mengenalkan kepada anak-anak, sebagai orangtua atau guru haruslah mempunyai literasi informasi yang tinggi agar bisa mengajarkan kepada anak-anak untuk mengaplikasikan infromasi yang mereka peroleh ke dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Ada beberapa cara yang bisa digunakan oleh para guru di sekolah atau orangtua di rumah untuk menanamkan kemampuan literasi informasi digital kepada siswa atau anak-anak antara lain sebagai berikut :

1. Ajari untuk Dapat Menilai dan Mempertanyakan Sumber Bacaannya

Pebelajar harus dapat mengetahui perbedaan antara sumber-sumber terpercaya maupun sumber yang tidak dapat dipercaya. Beberapa hal yang dapat dijadikan sebagai pertanyaan terhadap sumber tersebut misalnya adalah sebagai berikut :

Baca Juga:  Program Literasi Keuangan untuk UMKM, BI Siapkan Implementasi SI APIK Tahun 2022
  • Apakah sumber bersangkutan merupakan website akademis atau marketing sebuah perusahaan?
  • Kapan website tersebut terakhir kalinya memperbaharui kontennya?
  • Berapa banyak tautan yang digunakan sebagai referensi?
  • Apakah informasi yang disajikan memakai kalimat objektif atau tidak?

2. Ajari Pebelajar untuk Mampu Membuat Kesimpulan yang Sejelas-Jelasnya

Kemungkinan pebelajar bisa memberikan jawaban terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dengan benar namun apa gunanya pencarian tersebut apabila mereka hanya mengingat logika bagaimana cara mereka mendapatkan jawabannya?

Tugas guru atau orangtualah untuk mengajari bagaimana jawaban yang telah dikumpulkan menjadi lebih bersifat kontekstual.

Maka dari itu sangat penting mendorong tingkat kreativitas mereka dimana pebelajar akan mempunyai pemahaman mendalam dari jawaban yang mereka dapatkan, doronglah mereka untuk mengaplikasikan pengetahuan tersebut.

Hal ini bisa dilakukan misalnya dengan menantang mereka untuk membuat hal-hal baru berdasarkan pengetahuan yang sudah mereka dapatkan, dimana kegiatan yang bisa dilakukan misalnya adalah sebagai berikut:

  • Mendokumentasikan atau memfilmkan eksperimen sains berdasarkan jawaban-jawaban yang telah mereka cari;
  • Merekam podcast sejarah tentang bagaimana mereka berhasil menemukan jawabannya; dan
  • Menuliskan artikel jurnalistik tentang topik serupa.
Baca Juga:  Gerakan Sekolah Menulis Buku Nasional: Memajukan Budaya Literasi di Indonesia

Literasi informasi digital bukan selalu diartikan sebagai sebuah cara untuk mengetahui bagaimana cara menggunakan perangkat keras/ lunak. Guru atau orangtua harus dapat mendorong pebelajar untuk mencari tahu dan belajar perangkat lunak yang akan digunakan untuk mencari apa-apa saja yang dibutuhkan.

3. Mengajarkan Kewarganegaraan Digital

Workshop Digital Marketing untuk Lembaga Pendidikan 2024

Menjadi seorang warganegara digital berarti memberikan pemahaman dan menerapkan penggunaan teknologi internet yang sesuai/ standar dan memiliki tanggung jawab. Dua permasalahan yang sering terjadi selama menjadi warganegara digital adalah plagiarisme akademis dan perundungan siber/ cyberbullying.

Plagiarisme Akademis

Di dalam budaya dimana pebelajar membagi-bagikan konten secara terus-menerus, mereka mungkin tidak tahu apa itu plagiarisme, apalagi saat mereka sudah melakukannya. Para guru atau orangtua sebaiknya memberikan aturan anti plagiarisme pada awal tahun ajaran.

Perundungan Siber/Cyberbullying

Merupakan perundungan yang dilakukan melalui teknologi elektronik, sudah menjadi masalah yang cukup sering terjadi di sekolah-sekolah maupun komunitas online.

Meskipun siswa atau remaja saat ini sudah terbiasa dengan segala sesuatu yang serba digital dan menjadi digital native, mereka wajib tetap diajari tentang bagaimana menerapkan norma-norma sosial di lingkungan online.

Sumber bacaan wajib ditempatkan untuk menghindari perundungan siber dan membantu siswa/ remaja yang dirundung.

Baca Juga:  Perpustakaan Desa: Pilar Pengembangan Literasi Masyarakat Pedesaan

4. Memperluas Konsep Dunia Digital

Meskipun siswa/remaja sudah terbiasa menggunakan perangkat digital, pemahaman mereka terhadap alat tersebut seringkali terbatas. Misalnya, siswa/remaja menggunakan instagram untuk post foto-foto mereka, tapi tidak terpikir untuk menggunakan instagram sebagai wadah untuk memperlihatkan projek kesenian atau sejarah.

Mereka merekam memo suara menggunakan sebuah aplikasi tapi tidak menyadari kalau aplikasi tersebut juga dapat digunakan untuk projek jurnalisme atau potongan narasi historikal. Dengan mendorong mereka untuk menggunakan perangkat digital sebagai wadah untuk belajar, akan memperkaya pengalaman belajar siswa/remaja tersebut.

5. Memungkinkan Terjadinya Diferensiasi

Diferensiasi di dalam ruang kelas sangat penting dilakukan untuk memenuhi kebutuhan terhadap seluruh siswa/ siswi, namun hal tersebut sangat memakan waktu, apalagi untuk guru-guru baru. Dengan menggunakan teknologi yang tepat dan kreatif, diharapkan dapat mengurangi perbedaan-perbedaan tersebut misalnya di dalam kelas tatap muka.

Guru bisa memimpin kelas melalui cara-cara berceramah, dimana siswa/siswi yang visual bisa mengikuti ilustrasi di tabletnya yang audio untuk dapat merekam materi yang disampaikan guna didengarkan kembali.

Teknologi seperti inilah yang memungkinkan para guru untuk memberikan pilihan terhadap jenis tugas apa yang siswa/siswi ingin kerjakan, apakah itu membuat video, podcast atau menulis cerita. Literasi digital pada guru juga diperlukan untuk menentukan standar dan batasan-batasan untuk diferensiasi seperti ini.

Demikian kami menjelaskan dengan singkat tentang artikel dengan judul Membangun Kemampuan Literasi Informasi Digital di Sekitar Kita yang dirangkum dari sebuah sumber berita. Semoga bermanfaat bagi para pembaca. (DW)

Sumber Binus University
Artikel Lainnya
Leave A Reply

Your email address will not be published.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More