Neo Digitalism, Ketika Teknologi Digital Membuat Hidupmu Menjadi Ketergantungan
Beberapa tahun terakhir ini mungkin bagi sebagian orang neo liberalisme, neo zionisme, neo kolonialisme, dan neo isme lainnya adalah sebuah ironi atau ancaman perubahan zaman.
Namun dewasa ini, era digital sudah hampir mencapai puncaknya. Ketika digital dimaknai sebagai digitalisasi segala aspek kehidupan. Maka tidak menutup kemungkinan terciptalah sebuah ekosistem pemikiran modern yang baru terkait faham digitalisme. Lantas apa itu neo digitalisme?.
Mungkin digital terasa agak dipaksakan atau kurang pas jika dimaknai menjadi sebuah paham baru. Namun jika ditilik dari perkembangan yang terjadi di masyarakat umum terutama pengguna akhir. Digitalisme seakan menjadi virus, tren, atau paham baru di mana digital bukan sekedar keniscayaan tetapi juga keyakinan.
Kita tidak pernah menyangka. Komputer yang dulu sebesar gudang kini bisa ada digenggaman serta mudah dibawa kemanapun. Arsip dan berkas yang menumpuk di perpustakaan kini bisa di bawa dengan media simpan sekecil kuku.
NEO DIGITALISM MEMBUAT HIDUPMU BERUBAH
Kebiasaan serta ritme komunikasi antar manusia pun berubah. Cara berkenalan, cara berinteraksi, cara berekspresi, semua berubah menjadi lebih efisien dan efektif. Tidak sekedar bagi individu, bahkan untuk entitas yang lebih besar. Keluarga, RT RW, komunitas bahkan pemerintah.
Digital seakan sudah memasuki kesemua ranah kehidupan. Bahkan seakan menjadi kebutuhan utama yang sulit terabaikan. Tercermin dari eksistensi diri di sosial media, kebutuhan paket data menyerupai kebutuhan sembako, ramainya ruang publik yang difasilitasi akses internet cepat, kebiasaan bangun tidur mencari dan membuka gadget terlebih dahulu.
Hingga dalam aspek bisnis kita mengenal digital startup. Dimana peran digital sebagai core system berjalannya sebuah perusahaan. Di mana sebagian startup digital bangga dengan nilai valuasi bisnisnya yang abstrak dan mampu menciptakan pasar baru, blue ocean. Terlebih jika dianggap distruptif yang cukup mengganggu dan dianggap sebagai ancaman bagi bisnis konvensional yang mau tidak mau harus berinovasi, adaptif, atau berubah.
Seperti ketika era industri. Ditakutkan peran teknologi industri serta proses bisnis yang terotomatisasi ditakuti mengganti peran manusia sehingga permintaan kebutuhan tenaga kerja semakin berkurang. Tergantikan oleh mesin-mesin industri.
NEO DIGITALISM, BAYANGAN MENJADI NYATA
Begitu juga di era neo digitalisme ini, semua sempat panik ketika segala hal yang dianggap nyaman secara konvensional cepat atau lambat tergantikan oleh digital. Buku oleh ebook. TV oleh video streaming. Tidak menutup kemungkinan manusia sudah berkencan dengan sistem komputer yang cerdas. Dokter, pengacara, konsultan bisa saja tergantikan oleh kecerdasan buatan digital. Interaksi yang humanis lambat laun bisa menghilang. Di mana manusia lebih nyaman berkomunikasi dengan gadget. Bahkan digital war sudah didepan mata.
Kemarin sudah kita saksikan dan bisa saja dibayangkan. Ketika semua sistem transportasi sudah terdigitalisasi. Tersimulasi dalam adegan film Fast Furious 8. Begitu juga transportasi digital dalam negeri. Bayangkan jika ada 10 vendor transportasi digital yang serupa. Apakah ini masih disebut blue ocean? Dimana masing-masing vendor memiliki jutaan armada dan terus bertambah tanpa dibatasi? Sedangkan konsumen yang menggunakan hanya ratusan ribu dan pertumbuhannya lambat. Seperti berebut sepotong kue atau berebut bola. Tidak bisa lagi disebut sharing economy tapi hijacking economy
Sistem bisnis digital yang tidak sehat yang tidak memikirkan dampak sosial psikologi jangka panjang tidak beda jauh dengan kapitalisme modern yang berkedok atau bermedia digital. Di mana keutungan sebesar-besarnya menjadi tujuan utama dengan istilah valuasi bisnis. Tanpa memikirkan pengguna tengah atau pengguna akhir. Terlebih jika kelak digital benar-benar menjadi fanatisme paham baru yang mengikis harkat martabat peradaban manusia. Narkoba, human trafficking, pedophilia, predator, kanibalisme, dsb akan terdigitalisasi.
Lantas siapkah kita mengarahkan membendung dan mengantisipasi generasi selanjutnya untuk tetap manusiawi dalam mengemban anugerah kelilmuan digital yang mulai dinikmati umat manusia?
Neo digitalisme bisa saja dipahami sebagai suatu paham tentang digitalisasi adalah keniscayaan dan kebutuhan yang akan terjadi pada semua aspek kehidupan tanpa memikirkan besaran porsi dampak positif ataupun negatif jangka panjang yang merubah segala cara pandang serta sikap hidup terhadap sekitar bahkan menjadi sebuah keharusan yang berubah jadi ketergantungan yang kelak menjadi bumerang jika era digital punah tergantikan era lainnya.
Semoga Menginspirasi
Penulis: Justby Haqi (Relawan TIK Sleman)
- Instagram.com/justbyhaqi
- Instagram.com/otakstudio