Pelatihan The Writers: Melatih Daya Analitis dan Emosi Lewat Menulis

Image: Facebook.com/budiman.hakim

BloggerBorneo.com – Tahukah? Dalam proses menulis, setidaknya, ada 3 hal dari bagian diri kita yang bekerja. Pertama, daya analitis kita. Kedua, emosi kita. Ketiga, sinkronisasi saraf motorik kita.

Mari kita bahas satu demi satu ya.

๐——๐—ฎ๐˜†๐—ฎ ๐—”๐—ป๐—ฎ๐—น๐—ถ๐˜๐—ถ๐˜€

Menulis melatih daya analitis kita, yaitu melatih kemampuan berpikir logis dan sistematis kita. Melatih kemampuan memahami proses keterkaitan antara satu hal dengan hal lain.

Melatih untuk mampu menelaah hubungan kausalitas, hubungan logis antara sebab dan akibat.

Ada dua elemen dari tulisan yang mengasah logika berpikir kita. Yang pertama adalah Logika Bahasa. Mulai dari pemilihan diksi, sistem gramatikal (ketatabahasaan), penyusunan paragraf, hingga struktur wacana.

Elemen kedua, model pengumpulan data–hal di luar teknis kebahasaan. Bagaimana data disusun, diklasifikasikan, ditautkan, sampai disimpulkan. Ini jelas, langsung atau tidak langsung, melatih daya analitis kita.

๐—˜๐—บ๐—ผ๐˜€๐—ถ

Prof. M. Darwis Hude mengartikan emosi sebagai gejala psikofisik yang mempengaruhi persepsi, sikap, dan perilaku seseorang.

Emosi dimanifestasian dalam ekspresi tertentu. Emosi, kata beliau, adalah sensasi psikologis yang memiliki hubungan langsung antara jiwa dan fisik.

Menyimpulkan dari berbagai teori kemunculannya, emosi ini memiliki 4 variabel, antara lain: Stimulus (Pemicu), Perasaan, Respons Internal, kemudian Tindakan.

Contoh, saat seseorang mendengar kabar bahwa ia diterima di kampus favoritnya (Pemicu), maka hatinya gembira (Perasaan), wajahnya cerah merekah (Respons Internal), lalu ia melonjak kegirangan (Tindakan).

Kegiatan menulis, baik fiksi maupun nonfiksi, adalah kegiatan intens menghadirkan berbagai macam emosi, positif ataupun negatif.

Emosi tersebut dipicu baik oleh aspek eksternal seperti data-data referensi dari luar, maupun aspek internal, seperti pengalaman diri yang muncul, memori yang hadir, atau imajinasi yang liar.

Karena menulis merupakan kegiatan yang menempatkan penulis sebagai subjek, dan teks termasuk perasaan-perasaan di dalamnya sebagai objek, maka penulis berkekuasaan memperlakukan teks beserta perasaan-perasaan tersebut semaunya.

Misal, dalam menulis fiksi, ketika si penulis memakai perspektif cerita โ€œDia-anโ€, maka ia berarti membuat jarak dengan perasaan-perasaan yang muncul di dalamnya.

Si Penulis menempatkan diri sebagai โ€œTuhanโ€ dalam dunia tulisan yang diciptakannya.

Sebaliknya, bila Si Penulis ingin menyatu dengan perasaan-perasaan tersebut, maka Penulis bisa menggunakan perspektif โ€œAku-anโ€, karena โ€œAkuโ€ secara langsung ataupun tidak menjadi asosiasi dirinya.

Dari sini bisa kita simpulkan, bahwa menulis adalah kegiatan yang begitu intens dalam merangsang munculnya memori sekaligus emosi tertentu.

Tinggal bagaimana sikap kita, apakah mau terasosiasi dengan emosi tersebut, atau memilih untuk berjarak, sehingga emosi tersebut hanya berfungsi sebagai objek saja.

๐—ฆ๐—ถ๐—ป๐—ธ๐—ฟ๐—ผ๐—ป๐—ถ๐˜€๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐—ฆ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ณ ๐— ๐—ผ๐˜๐—ผ๐—ฟ๐—ถ๐—ธ

Di atas sudah dijelaskan, bahwa begitu erat kaitan antara emosi dengan tubuh fisik. Bahkan mengacu pada 4 variabel kemunculannya, 2 variabel terakhir adalah respons internal dan tindakan. Demikian pun pada kegiatan menulis.

Menulis memunculkan memori tertentu. Memori menghadirkan emosi. Emosi menggerakkan saraf motorik otak kita untuk mentransmisikan perasaannya lewat gerak otot-otot halus di jari kita.

Lalu jari kita memanifestasikannya dalam bentuk coretan atau susunan huruf demi huruf tulisan. Tulisan tersebut kemudian memicu kembali memori atau data berikutnya. Data dan memori menghadirkan emosi.

Emosi menggerakkan kembali saraf motorik otak kita, lalu ditransimisikan lewat gerak otot halus di jari dalam bentuk coretan dan susunan huruf-huruf tulisan. Begitu seterusnya.

Maka, yang terjadi adalah kerjasama antarbagian diri kita. Maka, yang terjadi adalah hubungan sinergi sekaligus sinkronisasi, yang menyebabkan terciptanya keseimbangan diri kita.

Bila setelah melakukan kegiatan menulis kita merasakan efek โ€œplongโ€, merasa lepas, merasa lapang, tentu itu terjadi karena proses sinkronisasi dalam diri kita terjadi berulang-ulang.

Efek ini yang oleh Aristoteles disebut sebagai ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ต๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ด๐˜ช๐˜ด. ๐˜’๐˜ข๐˜ต๐˜ฉ๐˜ข๐˜ณ๐˜ด๐˜ช๐˜ด berasal dari Bahasa Yunani yang berarti โ€˜pemurnianโ€™ dan โ€˜pembersihanโ€™.

Penutup

Melatih Daya Analisis, Berteman dengan Emosi, dan Sinkronisasi Saraf Motorik Diri, adalah 3 hal yang menjadi fokus Pelatihan The Writers, yang dipandu oleh Asep Herna dan Om Budiman Hakim.

Silakan bergabung di satu-satunya pelatihan unik dan langka ini. Insya Allah, banyak hal rahasia terbuka, dan tekniknya menjadi milik Anda.

Pelatihan The Writers ini siap dimulai Sฬฒaฬฒbฬฒtฬฒuฬฒ,ฬฒ ฬฒ6ฬฒ ฬฒJฬฒuฬฒlฬฒiฬฒ ฬฒ2ฬฒ0ฬฒ2ฬฒ4ฬฒ ฬฒvฬฒiฬฒaฬฒ ฬฒZฬฒoฬฒoฬฒmฬฒ, pk. 20.00. Sebentar lagi ya. Karena itu, sila daftar dan hubungi segera Managemen The Writers di WA: ๐Ÿฌ๐Ÿด๐Ÿญ๐Ÿญ-๐Ÿด๐Ÿณ๐Ÿณ๐Ÿฐ-๐Ÿฐ๐Ÿฒ๐Ÿฒ. (DW)

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More