Mengenal Profesor Herry, Pencipta Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia
Kalau ini baru layak menyandang gelar profesor. Bukan para profesor yang dicabut gelarnya itu. Profesor yang ini ada karya yang bisa dibanggakan. Bukan saja membuat bangga negeri ini, tapi dunia. Siapakah sang profesor itu? Simak narasinya sambil seruput kopi tanpa gula, wak!
BloggerBorneo.com – Namanya Prof Ir Herry S Utomo MS PhD. Ia lahir di Malang, Jawa Timur. Arek Malang ngumpul sini sebentar. Awalnya, Herry hanyalah mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya (UB).
Saat itu ia sibuk memandangi padi sambil bertanya-tanya, “Kapan ya aku bisa bikin padi yang kalau dimakan bikin otot kek Thor tapi tetap aman buat diet?”
Pencipta Beras Tinggi Protein Pertama di Dunia
Jawabannya datang bertahun-tahun kemudian. Itu setelah dia menyeberangi samudra, membelah benua, dan bertarung di arena akademik Amerika Serikat.
Dia melanjutkan magister di University of Kentucky (tempat sapi lebih banyak daripada manusia) lalu menyelesaikan doktor di Louisiana State University (LSU) dengan beasiswa penuh. Ini sebuah beasiswa yang katanya lebih sulit didapat dari tiket konser Coldplay baris depan.
Kariernya dimulai sebagai asisten profesor, lalu merangkak naik ke profesor madya, hingga tahun 2017 dinobatkan sebagai profesor penuh, status yang di Amerika setara dengan gelar Avenger di dunia ilmiah.
Gelarnya tidak bisa dipecat sembarangan, dihormati sejagat, dan bisa memimpin riset miliaran dolar.
Bahkan LSU memberinya gelar F. Avalon Daggett Endowed Professor.
Ini sebuah predikat yang terdengar seperti nama pedang pusaka dalam novel fantasi. Gelar ini hanya diberikan pada akademisi yang dampaknya luar biasa, baik di laboratorium maupun di dunia nyata.
Beras Varietas Cahokia Rice
Prof Herry membuktikan gelarnya dengan menciptakan Cahokia Rice, varietas padi tinggi protein pertama di dunia. Kandungan proteinnya 50% lebih tinggi dari beras biasa, indeks glikemiknya rendah.
Katanya, kalau makan ini, tubuh sampeyan langsung siap jadi model iklan susu berotot tapi tetap sehat.
Tidak cukup sampai di situ, varietas ini tahan penyakit, berumur pendek, dan mampu menghasilkan 150 kg protein murni per hektar. Ini setara dengan 550 kg daging atau 4.500 liter susu.
Kalau ini ditanam di Indonesia, negara ini bisa panen 1 juta ton protein per tahun, cukup untuk membuat seluruh rakyat Indonesia berotot seperti pemeran 300 tanpa perlu gym.
Lebih Memilih Pulang ke Indonesia
Profesor Herry bisa saja duduk manis di kantornya di Baton Rouge, menikmati gaji profesor, dan menatap paten berasnya sambil minum kopi mahal.
Tapi tidak, dia memilih berkeliling dunia, termasuk pulang ke Indonesia, memberi kuliah, membantu daerah tertinggal seperti Papua, dan menjalin kerja sama riset lintas negara.
Dia bahkan menjadi Presiden Indonesian Diaspora Network United (IDN-U), organisasi yang menaungi diaspora Indonesia di seluruh dunia. Kalau negara ini pernah punya menteri diaspora, kemungkinan Herry sudah jadi kandidat tunggalnya.
Dalam berbagai kesempatan, Herry selalu menegaskan, sukses bukan untuk mereka yang lahir dengan privilege saja, tapi untuk siapa pun yang mau kerja keras, mau gagal, mau bangun lagi, dan tidak cengeng.
Tidak Hanya Sekedar IPK
“IPK bagus itu penting, tapi karakter dan kemampuan memberi manfaat jauh lebih penting,” katanya.
“Kalau mau sukses, kadang peluang itu harus kita ciptakan sendiri. Kalau sudah sukses, pulanglah, bangun negeri ini.”
Di tengah zaman ketika banyak orang menganggap jadi profesor di luar negeri itu cuma bisa untuk “anak pejabat” atau “orang pintar sejak lahir”, Herry membuktikan bahwa yang lebih penting adalah mental baja, plus kemampuan menatap padi selama bertahun-tahun tanpa bosan.
Penutup
Jika ada film biopik tentang Prof. Herry, ending-nya pasti menampilkan dia berjalan di antara hamparan sawah Cahokia Rice, matahari terbenam di belakangnya, lalu layar gelap dengan tulisan,
“Dari Malang untuk Dunia. Dari Padi untuk Kemanusiaan.”
Karena pada akhirnya, kisah Herry adalah kisah tentang satu hal, sebutir beras pun bisa mengubah dunia, asal yang menanamnya bukan cuma punya otak, tapi juga hati.
Ketua Satupena Kalbar
Comments are closed.