Pernyataan tersebut menuai kontroversi di media sosial hingga akhirnya Fahri memutuskan menghapus cuitan kontroversialnya, dan mengklarifikasi melalui Jawapos.com yang menyatakan bahwa Fahri sebagai Ketua Tim Pengawas Tenaga Kerja yang dibentuk DPR, mengaku tahu betul nasib WNI yang bekerja di luar negeri. Terutama mereka yang diperbudak. Fahri menyatakan, “saya tidak ada hubungannya dengan kasus melakukan penghinaan. Saya ini mengadvokasi pekerja yang ada di luar negeri”.
Walau demikian, cuitan tersebut telah menyebar secara luas (viral) yang menimbulkan pro dan kontra di masyarakat.
Miris bagi seorang figur publik sekelas Fahri Hamzah mengeluarkan pernyataan yang kontroversial. Belum lagi daerah pemilihannya, Nusa Tenggara Barat (NTB) termasuk salah satu daerah kantong TKI di kawasan Timur Indonesia.
Selain NTB, Provinsi Sulawesi Selatan juga merupakan daerah asal TKI. Namun hal ini kurang mendapatkan perhatian. Riset yang saya lakukan mengenai pekerja migran (TKI) asal Sulawesi Selatan di Malaysia pada 2016, menunjukkan fakta menarik untuk menengok nasib TKI asal Sulsel di Malaysia.
Angka Penempatan TKI asal Sulawesi Selatan
Secara nasional, penempatan TKI dalam lima tahun terakhir (2011-2015) mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari statistik penempatan TKI yang dirilis Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan TKI (BNP2TKI). Lebih lanjut, Provinsi Sulawesi Selatan menempati posisi kesepuluh penempatan TKI berdasarkan provinsi. Sedangkan negara tujuan utama TKI asal Sulsel yakni ke Malaysia.
Data yang dirilis Kedutaan Besar Republik Indonesia di Kuala Lumpur pada 2013 menunjukkan, sebanyak 1.306.756 orang dari 2.591.447 orang warga negara Indonesia (WNI) di Malaysia merupakan TKI. Sektor perkebunan menjadi sektor yang diminati oleh TKI dengan jumlah pekerja sebanyak 550.422 orang. TKI asal Sulsel termasuk dalam TKI sektor perkebunan yang tersebar di berbagai daerah di Malaysia. Data ini menunjukkan bahwa tidak semua TKI di luar negeri bekerja sebagai pembantu rumah tangga sebagaimana disangkakan Fahri.
Data dan angka dalam kebijakan pemerintah merupakan bahan utama yang diperlukan untuk menyusun perencanaan. Data dan angka yang sahih (valid), objekif, dan mutakhir akan meminimalkan kesalahan dalam penerapan kebijakan dan sasaran dalam mencapai target yang ditetapkan. Hal ini juga yang patut diterapkan dalam mengurai permasalahan yang dihadapi TKI di luar negeri, termasuk TKI asal Sulawesi Selatan.
Prospek SYL terhadap TKI
Urusan TKI masih sangat identik dengan urusan pemerintah pusat. UU No. 39 Tahun 2004 belum secara jelas membagi kewenangan pemerintah pusat dan daerah. Hal ini mengakibatkan belum optimalnya pelayanan publik di sektor ketenagakerjaan, utamanya bagi TKI di daerah. Riset yang dilakukan mengenai TKI asal Sulsel menunjukkan, ada beberapa tugas yang diamanatkan kepada pemerintah provinsi maupun kabupaten/kota yakni: penerbitan surat pengantar rekrut (SPR) oleh dinas provinsi, penerbitan rekomendasi paspor oleh dinas kabupaten/kota, penandatanganan perjanjian kerja oleh calon TKI di hadapan pejabat dinas provinsi atau kabupaten/kota, maupun koordinasi yang dipimpin oleh dinas provinsi dengan BP3TKI dan dinas kabupaten/kota.
Riset ini juga melibatkan Gubernur Sulawesi Selatan, Dr. Syahrul Yasin Limpo sebagai pemangku kepentingan yang turut mengawasi penempatan dan perlindungan TKI asal Sulsel. Ia menyatakan bahwa koordinasi kelembagaan memegang peranan penting dalam penempatan TKI asal Sulsel. Dalam wawancara, ia menyatakan bahwa kelembagaan penempatan dan perlindungan di dalam maupun di luar negeri perlu dikoordinasikan dengan lebih baik. Di samping itu, diperlukan orang-orang yang dititipkan oleh Pemprov untuk memastikan pelaksanaan sesuai dengan perencanaan.
Pernyataan di atas menunjukkan komitmen pemprov Sulsel untuk terlibat dalam proses penempatan dan perlindungan TKI asal Sulsel. Rekomendasi dari riset yang telah dilakukan yakni Pemprov Sulsel seyogyanya meningkatkan kualitas SDM dan keterampilan TKI yang dikirimkan agar mampu bersaing dengan tenaga kerja terampil. Selanjutnya, Pemprov Sulsel seyogyanya memantau kondisi TKI di negara penempatan, utamanya Sabah, Malaysia dengan melakukan kunjungan langsung ke ladang atau memperbarui informasi melalui perwakilan RI, untuk memastikan bahwa hak-hak TKI selama masa penempatan dipenuhi oleh pengguna. Tentunya ini menjadi pekerjaan rumah “baru” bagi Pemprov Sulsel dan angin segar bagi perbaikan nasib TKI asal Sulsel di Malaysia.
Penulis: Achmad Zulfikar