Yayasan Hamid: 3 Alasan Penolakan Sultan Hamid II Tidak Mendasar
Banyak pertanyaan dan permintaan informasi oleh masyarakat kepada kami terkait pemberitaan Media terkait dengan Penolakan Pengusulan Gelar Pahlawan Nasional atas nama Sultan Hamid II.
Kami (Yayasan Sultan Hamid II) telah menjelaskan secara spesifik hal tersebut di beberapa media online maupun media cetak di Pontianak – Kalimantan Barat. Terhadap 3 alasan penolakan sesuai Surat Kemensos RI tertanggal 22 Januari 2019 (yang baru kami dapatkan di bulan Agustus), kami kembali menjelaskan secara singkat, yaitu:
Point 1 (a.): Sudah kami buktikan bahwa Sultan Hamid II bukan pemberontak. Sultan Hamid II tidak bersalah, dan tidak ada kaitan dengan pemberontakan Westerling di Bandung tahun 1950 (Lihat kembali Putusan Mahkamah Agung tahun 1953 terkait Kasus Sultan Hamid II, Dakwaan Primer tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di hadapan hukum). Hal dimaksud telah ditelaah pula dalam bentuk penelitian Tesis oleh Anshari Dimyati di Pascasarjana Universitas Inddonesia pada tahun 2012.
Point 2 (b.): Pada hasil penelitian Tesis ilmiah Bapak Turiman Faturrahman Nur (Peneliti/Dosen FH UNTAN) di Pascasarjana Universitas Indonesia, jelas dan tegas membuktikan bahwa Sultan Hamid II adalah Perancang Lambang Negara Garuda Pancasila (berikut bukti-bukti yang sudah dipresentasikan dalam setiap seminar, workshop, dialog, maupun temu muka bersama para pejabat tinggi negara). Hal tersebut juga dapat dilihat dari pengakuan Drs. Muhammad Hatta, yang tertuang dalam buku “Bung Hatta Menjawab”, dengan keterangan yang sama bahwa memang benar Sultan Hamid II adalah Perancang tunggal Lambang Negara Garuda Pancasila. Jelas pada saat sayembara, Lambang Negara rancangan M. Yamin ditolak panitia, dan rancangan Sultan Hamid II diterima.
Point 3 (c.): Menurut kami bahwa, di dalam surat tersebut tertanggal 22 Januari 2019, Kemensos RI tidak pantas memberikan pernyataan politis dan yang bersifat individualistik, untuk membenturkan masing-masing personal. Tidak layak sentimen pribadi (subyektif) antara Sultan Hamid II dan Sultan Hamengkubuwono IX dimasukkan sebagai alasan resmi Negara. Menurut kami alasan ketiga ini sangat tidak masuk akal, dan tidak beralasan.
Maka dari itu kami tetap berpegang pada syarat administratif yang telah kami penuhi dan kami lengkapi. Terhadap 3 alasan yang tidak mendasar di atas, kami tetap akan mengajukan kembali Pengusulan tersebut. Tentu berikut dengan klarifikasi dan komunikasi yang lebih baik dan terarah. Kami tetap optimis, uraian simpul ini dapat kembali lurus. Demi kebaikan bersama dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Yayasan Hamid Kesalkan Kemensos Soal Usulan Sultan Hamid II Menjadi Pahlawan Nasional
Dalam pemberitaan sebelumnya yang dipublikasikan oleh Teraju.Id, Kamis (15/08/2019), dijelaskan bahwa bermula di medio Agustus 2019 ini, kita di Yayasan Hamid mengevaluasi kembali usulan ke Kemensos tentang SH II Pahlawan Nasional, kenapa usulan tahun 2017 belum disikapi juga? Lantas Yayasan Sultan Hamid berinisiatif mendatangi Kementerian, yakni dilakukan oleh Tante Yeti yang merupakan istri Dewan Pembina Yayasan Sultan Hamid (mantan sekretaris pribadi SH II – H Max Yusuf Alkadrie, MBA).
Dari informasi Tante Yeti tersebut, maka pada hari ini, Kamis (15/08/2019) pihak Yayasan Sultan Hamid baru mendapatkan petikan surat dari Kemensos. Ternyata surat itu dikeluarkan pada Januari 2019, ditanda-tangani Dirjen Pemberdayaan Sosial, Pepen Nazruddin dan ditujukan kepada Gubernur Kalimantan Barat. Disayangkan tidak ada tembusan kepada yayasan sebagai pengusul pahlawan nasional. Padahal jika sejak Januari 2019 Yayasan Hamid sudah mengetahui, maka kita bisa “gerak cepat” melayangkan surat balasan, atau tim untuk presentasi ke Tim Dewan Gelar.
Oleh karena itu, kendati sudah “tak bisa mengejar usulan pahlawan nasional di tahun 2019” Yayasan SH akan rapat menyikapi isi surat. Apalagi isi surat menyebutkan, SH II ditolak pengusulannya sebagai Pahlawan Nasional karena terlibat Peristiwa Westerling (point 1 dan 3). Untuk kasus tersebut, sesungguhnya sudah dilakukan penelitian, di mana SH II tidak terbukti terlibat Peristiwa Westerling.
Salam.
Pontianak – Kalimantan Barat.