Uda Ajemi, Sosok Muda Pecinta IT Bertalenta dari Tanah Borneo
BloggerBorneo.com – “Berbahagialah dia yang makan dari keringatnya sendiri bersuka karena usahanya sendiri dan maju karena pengalamannya sendiri.” Pramoedya Ananta Toer, Bumi Manusia.
Sedikit (tidak banyak, soalnya jumlah ini relatif) yang tanya kepada saya Uda Ajemi ngapain di Jogja. Intensitas pertanyaan itu kian sering setelah dianggap kalau Uda Ajemi “menyusul” saya ke Jogja.
TOPIK UTAMA
Sosok IT Bertalenta dari Tanah Borneo
Maka saya mau klarifikasi sekaligus bercerita. Semoga kiprah kecil sahabat saya ini bisa menginspirasi siapapun yang ketinggalan kereta di pendidikan formal.
Pertama kali saya bersemuka dengan Uda Ajemi di kelas kewirausahaan FEB Untan tahun 2008. Statusnya saat itu adalah mahasiswa baru yang jika dilihat sepintas cukup mencolok dari penampilan dan gagasan.
Rambutnya jabrik seperti salah satu ikon anime One Piece bicaranya ceplas ceplos dan memantik isu kontroversial. Tema yang sering diangkatnya saat itu tentang harokah. Sejak itu lelaki ini menarik perhatian saya.
Uda Ajemi gemar kegiatan fisikal yang menguras stamina. Ia hobi memainkan air soft gun, waktu itu teman mainnya Chaidir Cube asal Sanggau. Lumayan sering pula ia menggelar perjalanan alam yang ekstrim, masuk ke rimba belantara Kalimantan yang penuh misteri. Menjelajahi medan hulu yang belum terjamah orang kota, habitat suku pedalaman.
Tandem setia seperjalanannya adalah rekan saya juga di Lembaga Dakwah Kampus, Sodara Kaito Prayogo. Mereka berdua sering menggoda marabahaya di sengitnya rimba alam. Sampai keduanya terpisah karena kesibukan berkeluarga. Masing-masing sudah beristri.
Mantan Kader
Karena tendensinya di semi-militer, Uda Ajemi yang saya kenal sebagai “kader dakwah sekolah” aktif di kepanduan salah satu “Partai Dakwah”. Saya pernah melihatnya mengawal agenda partai di Asrama Haji. Dia gagah berseragam tapi ramah menyapa saya. Dan masih selengekan tak seperti tipikal kader Partai Dakwah umumnya.
Setelah itu, cukup sering ia mengumbar penyataan di media sosial yang menyerang narasi Partai Dakwah itu. Perlu digaris bawahi, Uda Ajemi memang gemar mengumbar opini yang bikin pikiran meletup. Jangan ditanggapi serius tapi diserap ide nakalnya.
Sempat ada yang menuduhnya intelejen penyusup. Cara paling primitif untuk melokalisir sosok yang gagal dikendalikan dengan cara ditempeli stigma mengada-ngada. Setelah Uda Ajemi kian berjarak dan keluar dari Partai Dakwah, ada celutukan yang bilang ia keluar karena tidak kebagian jatah nasi bungkus.
Saya yang mendengar langsung membantah pernyataan kawan saya itu. Memintanya untuk lebih menggunakan otak ketimbang prasangka. Yang saya tahu Uda Ajemi kritis, pintar dan berkehendak merdeka. Jika ia berjarak dengan Partai Dakwah tentu dengan alasan yang ideologis bukan karena alasan yang kelewat absurd, karena urusan perut.
Uda Ajemi kemudian berhenti kuliah di FEB Untan. Ia mengkonversi semua waktu dan energinya di bidang IT. Ia belajar otodidiak di jalanan. Ia maju dengan pengalamannya sendiri. Sempat pula ia kuliah di BSI Pontianak tapi kandas. Ternyata bangku kuliah terlalu membosankan untuknya. Cita-citanya melampaui obsesi kolektif orang-orang kuliah yang sekedar untuk kerja dan berkeluarga.
Azmi mulai serius di IT dan berkantor di Gerai Motivasi, sebuah kios kecil berukuran 3 x 3 meter di Kopma Untan. Ternyata di sana ia tidak berkantor mandiri, masih ikut orang dan dikasih ruang kerja. Di sana saya sering mampir dan mengamati kesibukannya.
Sejak saat itu, klien yang membayar jasanya di bidang IT kian banyak. Uda Ajemi naik kelas, pindah kantor ke Perdana Square. Sisa sewa kios Gerai Motivasi ditukar guling ke saya. Di kios bekas kantor Uda Ajemi itulah bersama dua kawan, kami mendirikan Granada Bookmart, toko buku legendaris yang jadi intaian intelijen karena terduga sarang penyemaian bibit terorisme lewat buku dan diskusi.
Karena keahliannya, Uda Ajemi juga terlibat kerja politik sebagai MC (Master of Conceptor) untuk menyokong seorang tokoh muda yang hendak maju ke Pilwako Pontianak. Saya sempat menyimak penuturan sang tokoh yang mengasosiasikan Uda Ajemi layaknya Pak Habiebie karena keahliannya di bidang IT. Dan terbukti, melalui kerja cerdas Uda Ajemi, sang tokoh masuk gelanggang untuk bertarung di Pilwako tanpa partai alias calon independen.
Hasilnya tidak menang tapi pencapaian Uda Ajemi mengantar sang tokoh maju independen adalah keahlian yang belum bisa disamai oleh siapapun di Pontianak, setidaknya sampai sekarang. Mengingat caranya yang menggunakan ilmu pengetahuan.
Golongan Putih
Sebenarnya Uda Ajemi anti demokrasi, ia golongan putih. Tapi peran sebagai profesional IT membuatnya membuka diri terhadap siapapun yang bersedia membayar jasanya, selama bukan untuk kejahatan. Saya pernah meminta jasa Uda Ajemi membangun portal dan sistem informasi sebuah event ilmiah bertaraf nasional yang melibatkan akademisi dari seluruh nusantara. Tugas utama saya menyediakan informasi tentang sistematika paper, time line, schedule, penjemputan, penginapan sampai liburan peserta. Uda Ajemi memudahkan tugas saya dengan harga kawan.
Soal dakwah, Uda Ajemi konsisten menyokong aktivitas rohis di sekolahnya dulu. Tak perlu saya umbar di sini, silahkan tanya ke juniornya. Ia juga membantu Randa Reynaldi, juniornya di rohis SMA untuk membangun perusahaan digital gurukite.com. Start up itu kemudian mengibarkan nama Randa dengan sederet prestasi, salah satunya sebagai pemuda pelopor dari Kemenpora Kalbar. Terakhir ia mewakafkan aplikasi Pontianak Xplorer dan menawari saya sebagai co-owner.
Merantau ke Jogja
Singkat cerita, Uda Ajemi mendirikan perusahaan lab digital, ada investor yang tertarik, platformnya dibeli tapi ia tetap diminta memimpin untuk garapan skup pasar nasional melalui Jogja. Ia digaji besar untuk itu. Dengan gaji besar setara dua digit di Jogja yang serba murah, tentu hidupnya makmur sejahtera. Ini yang menjelaskan mengapa ia cukup sering bolak balik Pontianak – Jogja.
Pertama kali Uda Ajemi mengabari kedatangannya ke Jogja, saya ragu dan merasa perlu memastikan kegiatannya di sini. Saya minta ia mampir ke kantor Pro U Media. Lalu saya membalas kunjungannya, datang ke kantornya di daerah Ring Road utara.
Sebuah rumah dengan halaman luas yang disesaki motor. Saya melenggang masuk, terlihat kesibukan belasan orang di hadapan layar monitor. Semuanya anak muda, fresh graduate dari beberapa kampus beken di Jogja.
Ada satu ruangan dengan meja besar dan kursi yang berwibawa. Kosong. Lalu Uda Ajemi duduk di situ. Seorang perempuan berjilbab datang mengkonsultasikan pekerjannya, diberi instruksi layaknya boss. Ternyata benar, Uda Ajemi adalah bos dari lab digital yang membawahi belasan karyawan ini. Ia sedang sibuk membangun imperium.
Uda Ajemi menemukan habitatnya, setidaknya untuk sementara. Benarlah kata senior dari Makassar bahwa, Jogja tempat jiwa-jiwa muda tumbuh. (ADV)