Kenapa Fintech RIBA Jika ada Cashback, Voucher, atau Discount?

Image: Tirto.Id

APA ITU FINTECH?

Fintech merupakan perkembangan sistem keuangan dalam bentuk elektronik atau lebih dikenal dengan uang elektronik/e-money yang disediakan oleh penerbit (vendor) dengan bentuk Perusahaan Non-Bank.

Fintech adalah salah satu bentuk muamalah dan hukum asalnya adalah boleh hingga ada dalil yang mengharamkan.

Riba adalah bentuk transaksi yang salah satu konsepnya menghasilkan keuntungan dari hutang piutang bagi pemberi hutang.

Jika ada yang mengatakan discount itu bukan Riba, maka dasar mereka adalah.

  1. Uang itu merupakan akad Wadiah (diditipkan) ke Vendor Fintech.
  2. Uang itu merupakan akad Sharf (mata uang) ke bentuk digital.

Oke yuk kita cek, kita coba pake sudut pandang fintech dalam syariat.

A. Akad Titip dalam Fintech?

Jika benar akad dalam transaksi ini adalah Titip, maka uang yg diserahkan oleh pengguna tidak boleh dimanfaatkan atau digunakan untuk keperluan vendor.

Contoh kasus untuk titip:

Jika anda punya motor dengan plat nomor A1234XYZ, kemudian anda titip ke saya maka saya harus kembalikan dengan plat nomer yang sama dan tidak boleh saya gunakan. Akad ini batal jika:

Baca Juga:  Napak Tilas Peringatan Hari Kemerdekaan Indonesia
  1. Saya menggunakan tanpa izin atau dengan izin anda sehingga tidak lagi menjadi titip, namun menjadi Pinjam (Qardh).
  2. Saya mengembalikan bukan lagi dengan plat nomer yang sama, misal saya kembalikan dengan plat nomer B4321XXX, pastinya anda akan menolak kan.

Sehingga dalam akad fintech, tidak dapat menggunakan akad ini karena:

  1. Uang yan anda titip, tidak akan kembali dengan angka seri yang sama, karena di bank saja anda tidak tahu kemana uang anda.
  2. Uang yang anda titip akan diendapkan di bank sehingga, nilai bunga yang dihasilkan akan menjadi manfaat bagi vendor.
  3. Uang yang diserahkan oleh anda, bisa jadi dimanfaatkan sebagai dana talangan, operasional, atau diputar oleh vendor.

Kesimpulannya akad ini Tidak Bisa.

B. Akad Sharf?

Akad ini adalah akad mata uang atau tukar mata uang. Adapun mata uang haruslah bisa diubah ke mata uang dari negara lain dan diterima di seluruh dunia karena ada kurs dari mata uang asal ke mata uang tujuan.

Untuk fintech sendiri, saat ini belum bisa bersifat seperti itu, mungkin saja suatu saat nanti bisa. Tapi akad ini juga tidak dapat digunakan karena manfaat uang elektronik belum bisa diterima di semua lini perekonomian karena:

  1. Tidak semua warung, toko, tempat makan, dan lain-lain bisa menerima uang elektronik. Tapi semua itu menerima uang fisik.
  2. Anda tidak bisa mengisi ulang air galon, membeli terasi di pasar-pasar desa dengan teknologi ini.

Kesimpulannya Akad Ini Tidak Bisa.

Jadi apa akad dalam transaksi ini?

Qardh (pinjam/hutang) adalah akad yang bisa diterima karena pada dasarnya semua akad selain ini, tidak memenuhi syarat. Kesimpulannya dapat ditarik dari jabaran akad Titip karena, dalam akad Qardh, objek yang dititipkan dapat dimanfaatkan bagi yang diberi amanah.

Fintech boleh digunakan dengan syarat:

  1. Tidak ada potongan sama sekali, dan penggunaannya dalam pembayaran sama seperti uang biasa.
  2. Tidak ada manfaat lebih bagi jika membayar dengan e-money. Meskipun ada potongan atau manfaat lebih, manfaat ini harus dirasakan bagi pengguna uang fisik dengan nilai yang sama.
Baca Juga:  Artefak Nabi Muhammad SAW, Asli atau Replika?

Sungguh,

Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan Riba. (QS. Al-Baqarah:275)

Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kamu orang-orang yang beriman. Jika kamu tidak mengerjakan (meninggalkan sisa riba), maka ketahuilah, bahwa Allah dan Rasul-Nya akan memerangimu.

Dan jika kamu bertaubat (dari pengambilan riba), maka bagimu pokok hartamu; kamu tidak menganiaya dan tidak (pula) dianiaya. (Al-Baqarah: 278-279)

Allah melaknat yang memakan (hasil) riba, yang memberi makan dengannya, penulisnya, dan dua saksinya jika mereka mengetahuinya. (Hadits ini diriwayatlan dari berbagai jalan, di antaranya riwayat Muslim dari Jabir, Ath-Thabarani dari Abdullah bin Mas’ud; Ahmad, Abu Dawud, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah dari hadits Abdullah bin Mas’ud. Ada beberapa perbedaan lafadz di antara riwayat tersebut)

Allahu’alam.

Sumber: Wahyu Rudiyan Saputra

Artikel Lainnya
Leave A Reply

Your email address will not be published.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More