Guru Perbatasan, Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang Hampir Terlupakan
BloggerBorneo.com – Hari ini merupakan Hari Ulang Tahun Persatuan Guru Republik Indonesia (HUT PGRI) yang ke 66.
Tidak terasa sudah 66 tahun bangsa ini telah memiliki sebuah wadah barisan “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” yang terdiri atas gabungan dari seluruh guru-guru di Indonesia tanpa terkecuali.
Guru Perbatasan
Jika dilihat dari sudut pandang usia, sebenarnya tidak ada lagi kendala-kendala yang harus dihadapi oleh masing-masing guru yang tergabung dalam organisasi ini.
Toh itulah tujuan utamanya sebuah organisasi dibuat, agar terbentuk sebuah jembatan yang dapat menghubungkan antar personal dengan pemerintah berkuasa diatasnya sehingga semua amanah serta aspirasinya dapat tersampaikan.
Akan tetapi, seiring perjalanan ruang dan waktu sepertinya semua teori itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Meskipun sama-sama berada dalam satu kesatuan korps, tingkat kesejahteraan yang dirasakan sangatlah jauh berbeda.
Perbedaan status yang disandang antara “Guru Perbatasan” dengan “Guru Perkotaan” menjadi salah satu penyebab munculnya kesenjangan sosial ini.
Belum lagi didukung oleh faktor keterbatasan infrastruktur pendidikan yang ada menyebabkan mereka harus ekstra berjibaku dalam menghadapi semua keterbatasan demi upaya mulianya ingin mencerdaskan anak bangsa.
Hanya saja sepertinya pemerintah yang berkuasa belum memandang hal itu sebagai sebuah “pengorbanan”, buktinya nasib para guru-guru perbatasan ini tidak pernah mengalami perubahan meskipun kita sudah 66 tahun merdeka. Sungguh ironis memang…
Namun dibalik itu semua, satu hal yang patut kita kagumi dari laskar pengajar perbatasan ini adalah mereka tidak pernah surut untuk terus memberikan ilmunya kepada para anak didiknya. Meskipun kondisi ekonomi mereka pas-pasan, jumlah murid yang tidak seberapa, serta kondisi bangunan yang seadanya, mereka tetap semangat mengajar.
Pahlawan Tanpa Tanda Jasa Sebenarnya
Boleh dibilang mereka ini adalah Pahlawan Tanpa Tanda Jasa yang sebenarnya karena saya yakin diantara seluruh guru yang ada di Indonesia, mungkin hanya beberapa persen saja yang bersedia untuk ditempatkan di daerah perbatasan.
Padahal sejak awal sudah diikrarkan bahwa setiap Pegawai Negeri Sipil (PNS) termasuk guru HARUS BERSEDIA DITEMPATKAN DIMANA SAJA, jadi kenapa harus menolak jika itu adalah tugas negara.
Mungkin disini kita harus kembali bercermin dan melihat bagaimana kondisi guru-guru perbatasan kita yang sebenarnya.
Bukan suatu hal yang lucu jika kita melihat para guru perbatasan harus berdemo agar aspirasinya dapat didengar pemerintah, dan kalau memang mereka harus berdemo bagaimana juga dengan nasib anak didiknya.
Tentunya hal ini akan semakin memperparah kondisi dunia pendidikan di Indonesia.
Menurut saya hal ini sebenarnya tidak harus terjadi jika kesejahteraan para guru perbatasan ini benar-benar diperhatikan karena bagaimanapun juga, mereka memiliki peranan yang sangat penting dalam mempertahakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Jika polisi dan tentara menggunakan senjata sebagai alat untuk mempertahankan wilayah perbatasan, para guru perbatasan ini justru menggunakan ilmu mereka sebagai alat untuk membentuk ideologi nasionalisme dari tiap-tiap anak didiknya sehingga jika suatu saat mereka ditanya kamu warga negara apa, secara spontan mereka akan menjawab SAYA WARGA NEGARA INDONESIA.
Selamat ulang tahun guruku tercinta, dan bagi para guru perbatasan tulisan ini khusus kubuat untuk kalian. Tetaplah semangat, meski semua jasa-jasamu hampir terlupakan… (DW)
Sumber Gambar : Politikana dan Articel Afik
[…] kemahasiswaan dan dukungan karier semakin memperkaya pengalaman mahasiswa, menjadikan Universitas PGRI Pontianak sebagai institusi yang komprehensif dalam mencetak tenaga pendidik yang berkualitas. […]