Ria Norsan

Netralitas ASN dalam Pilkada 2024: Tantangan dan Tanggung Jawab

Image: Ilustrasi Netralitas ASN oleh RRI/Mujtahidin.

BloggerBorneo.com – Setiap menjelang perhelatan Pilkada, khususnya dalam pemilihan gubernur, sorotan masyarakat sering tertuju pada aparatur sipil negara (ASN) yang diharapkan tetap netral dan profesional.

Netralitas ASN adalah prasyarat penting bagi tegaknya demokrasi dan kualitas penyelenggaraan pemerintahan yang bersih.

Netralitas ASN dalam Pilkada

Dalam konteks Pilkada, ASN yang tidak netral berpotensi mencederai proses demokrasi, mempengaruhi pilihan publik secara tidak sehat, dan memperburuk citra birokrasi sebagai pelayan publik.

Sebagai pelaksana kebijakan pemerintah, ASN memiliki tanggung jawab moral untuk menjunjung tinggi integritas dan tidak berpihak pada salah satu calon atau partai politik.

Namun, di lapangan, menjaga netralitas bukanlah tugas yang mudah. Berbagai kepentingan politik sering kali menekan ASN untuk berpihak, baik secara terbuka maupun terselubung.

Tekanan ini muncul dari aktor politik yang memiliki kekuasaan dalam penentuan jabatan ASN, menciptakan dilema antara profesionalisme dan loyalitas politik.

1Mengapa Netralitas ASN Penting dalam Pilkada?

Netralitas ASN memastikan bahwa proses demokrasi berjalan tanpa campur tangan dari birokrasi yang memiliki akses luas pada data, sumber daya, dan masyarakat.

ASN yang netral dapat menjalankan tugasnya dengan objektif, melayani seluruh masyarakat tanpa memperhitungkan afiliasi politik tertentu.

Baca Juga:  3 Dampak Aplikasi Pinjaman Online di Indonesia, Tetap Waspada Meskipun Dibutuhkan

Hal ini juga penting untuk menjaga kepercayaan publik terhadap lembaga pemerintahan, sehingga masyarakat dapat merasa yakin bahwa pelayanan publik tidak disandera oleh kepentingan politik jangka pendek.

Tantangan Netralitas ASN

Tantangan terbesar dalam menjaga netralitas ASN adalah intervensi dari elite politik. ASN sering kali berada dalam posisi sulit ketika harus mengikuti arahan atau perintah pimpinan yang memiliki preferensi politik.

Selain itu, keinginan mempertahankan atau meningkatkan karier dalam birokrasi juga bisa mempengaruhi keputusan ASN untuk bersikap netral atau sebaliknya, mendukung salah satu kandidat.

Media sosial pun menambah tantangan baru, karena ASN bisa saja secara tidak sengaja menunjukkan keberpihakan melalui aktivitas digital mereka.

Peran Pengawasan dalam Menjaga Netralitas

Pengawasan yang efektif sangat diperlukan untuk menegakkan aturan netralitas ASN dalam Pilkada.

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) memiliki peran penting dalam memantau dan menindak pelanggaran, namun sering kali sumber daya pengawasan terbatas, terutama di daerah-daerah dengan jumlah ASN yang besar.

Selain Bawaslu, peran masyarakat sipil dan media sangat diperlukan untuk melaporkan dan mengawasi pelanggaran netralitas ASN.

Sanksi bagi ASN yang Tidak Netral

Regulasi telah mengatur sanksi tegas bagi ASN yang melanggar netralitas, mulai dari teguran, penurunan pangkat, hingga pemecatan.

Namun, implementasi sanksi ini terkadang tidak merata, terutama ketika ASN yang melanggar memiliki kedekatan dengan kekuasaan lokal.

Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang lebih besar dari pemerintah pusat untuk memastikan penegakan hukum yang adil tanpa pandang bulu.

Baca Juga:  Memulai dari Satu Hal yang Kecil

Pentingnya Pendidikan dan Kesadaran Netralitas ASN

Sosialisasi dan pendidikan mengenai pentingnya netralitas harus menjadi prioritas dalam setiap penyelenggaraan Pilkada. ASN perlu diingatkan bahwa mereka adalah pelayan publik, bukan alat politik.

Dengan meningkatkan kesadaran akan etika profesi dan dampak negatif dari ketidaknetralan, ASN dapat lebih siap menghadapi tekanan politik dan menjaga profesionalisme mereka.

Aturan Mengenai Netralitas ASN dalam Pilkada

Beberapa peraturan dan undang-undang yang mengatur mengenai netralitas ASN dalam Pilkada di Indonesia dalam proses politik, termasuk Pilkada, antara lain:

1. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN)

  • Pasal 2 huruf f menyebutkan bahwa penyelenggaraan kebijakan dan manajemen ASN harus berlandaskan pada asas netralitas, yaitu ASN tidak berpihak dari segala bentuk pengaruh manapun dan tidak memihak kepada kepentingan siapapun.
  • Pasal 9 menegaskan bahwa ASN dilarang menjadi anggota atau pengurus partai politik.

2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada)

  • Dalam UU No 10 Tahun 2016 Pasal 70 menyebutkan bahwa pejabat negara, pejabat daerah, ASN, dan anggota TNI/Polri dilarang membuat keputusan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye.

3. Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2004 tentang Pembinaan Jiwa Korps dan Kode Etik Pegawai Negeri Sipil

  • Pasal 4 ayat (4) menyatakan bahwa Pegawai Negeri Sipil (PNS) harus menghindari konflik kepentingan dan tidak boleh menyalahgunakan jabatan untuk kepentingan pribadi, kelompok, atau golongan.
Baca Juga:  Backpacker Borneo, Semua Berawal dari Hobi

4. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil

  • Pasal 4 angka 15 melarang PNS terlibat dalam kegiatan yang mendukung calon kepala daerah atau wakil kepala daerah, baik secara langsung maupun tidak langsung.

5. Peraturan Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 6 Tahun 2022 tentang Penegakan Netralitas Pegawai Aparatur Sipil Negara

  • Mengatur mengenai sanksi yang dapat diberikan kepada ASN yang melanggar asas netralitas, mulai dari peringatan hingga sanksi berat seperti pemberhentian dari jabatan.

6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (MenPAN-RB) Nomor B/71/M.SM.00.00/2020

  • Surat edaran ini memberikan pedoman khusus kepada netralitas ASN dalam Pilkada, termasuk larangan untuk memberikan dukungan melalui media sosial atau menghadiri kampanye.

Peraturan-peraturan ini dimaksudkan untuk menjaga profesionalisme dan netralitas ASN agar tidak terpengaruh oleh kepentingan politik, serta menjamin pelaksanaan pemilu yang jujur dan adil.

Penutup

Netralitas ASN dalam Pilkada Gubernur terutama di Kalimantan Barat bukan hanya sebuah keharusan normatif, tetapi juga prasyarat bagi terlaksananya pemilu yang adil dan demokratis.

Netralitas ASN dalam Pilkada memastikan birokrasi tetap menjadi instrumen negara yang melayani kepentingan semua pihak, bukan kelompok politik tertentu.

Untuk menjaga integritas pemilu dan pemerintahan yang bersih, semua pihak, termasuk pemerintah, Bawaslu, masyarakat sipil, dan ASN itu sendiri, harus berkomitmen penuh dalam menegakkan prinsip-prinsip netralitas.

Dengan pengawasan yang ketat dan penerapan sanksi yang adil, serta pendidikan yang berkelanjutan, diharapkan ASN dapat menjalankan perannya tanpa intervensi politik, sehingga kualitas demokrasi di Indonesia terus meningkat. (DW)

Referensi:

  • https://peraturan.bpk.go.id/Details/5074/pp-no-53-tahun-2010
  • https://peraturan.bpk.go.id/Details/66185/pp-no-42-tahun-2004
  • https://peraturan.bpk.go.id/Details/37311/uu-no-10-tahun-2016
  • https://peraturan.bpk.go.id/Details/38580/uu-no-5-tahun-2014

 

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More