BlackBerry, antara Kebutuhan atau Keinginan
Tulisan ini terinspirasi dari seorang calon konsumen yang kebetulan akan mengajukan aplikasi pembiayaan untuk satu unit BlackBerry melalui perusahaan saya. Sekilas memang tidak ada masalah dengan aplikasi tersebut, akan tetapi jika diperhatikan secara seksama ada sesuatu yang janggal pada aplikasi tersebut.
Selain juga karena harganya yang masih lumayan mahal yaitu sekitar 7 jutaan, pekerjaan calon konsumen tersebut hanyalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu Instansi di kotaku tercinta. Bukan bermaksud untuk merendahkan jenis pekerjaan seseorang, akan tetapi disini saya hanya ingin memberi gambaran mengenai apa saja yang dibutuhkan atau diinginkan seseorang.
Kita tahu belakangan ini di Indonesia sedang terjadi yang namanya demam BlackBerry. Saat ini siapa sih yang ngga tahu dengan yang namanya BlackBerry, sebuah perangkat genggam yang memiliki banyak fitur dan fasilitas yang cukup mumpuni bagi mereka yang memiliki tingkat mobilitas yang cukup tinggi. Salah satu fitur unggulan yang dimiliki oleh BlackBerry ini adalah push e-mail. Fitur ini mendapat sebutan push email karena seluruh surat baru, daftar kontak, dan informasi jadwal (calendar) “didorong” masuk ke dalam BlackBerry secara otomatis.
Terlepas dari beberapa keistimewaan BlackBerry diatas, demam BlackBerry saat ini menyebabkan banyak orang yang ingin memiliki dan mencoba perangkat canggih tersebut. Mungkin ada beberapa diantaranya yang ingin memilikinya hanya sekedar iseng-iseng saja karena kebetulan mereka memiliki kemampuan finansial yang cukup, atau mungkin ada yang benar-benar ingin memilikinya karena mereka butuh dengan perangkat tersebut.
Yang jadi masalah sekarang adalah ada juga beberapa diantaranya yang ingin memiliki perangkat canggih tersebut hanya agar terlihat “prestise” di depan teman-temannya. Udah tahu kemampuan ekonomi pas-pasan, eh masih mau beli lagi yang namanya BlackBerry dengan harganya saat ini masih sangat tinggi. Masa kemana-mana BlackBerry-nya hanya mau ditenteng saja, ngga lucu kan? Jadi ingat cerita teman saya yang juga punya keinginan untuk membeli BlackBerry, padahal baru saja 3 bulan yang lalu dia membeli sebuah handphone Nokia E61.
Disaat ekonomi sedang “jatuh” saat ini, seharusnya kita bisa menahan diri dari keinginan-keinginan yang selalu menggoda kita. Kalau mau diturutkan, saya juga memiliki keinginan untuk punya ini, untuk punya itu, mau ini, mau itu, yang jika dikonversikan ke nilai mata uang rupiah nilainya bisa mencapai jutaan rupiah. Namun apakah saya sekarang butuh akan hal itu? Belum tentu kan? Alangkah baiknya jika kita sekarang lebih bijaksana dan bisa membedakan antara Kebutuhan dengan Keinginan. (DW)