TPFx Pontianak
Opini

Dokumentasi Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo

×

Dokumentasi Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo

Sebarkan artikel ini
LKP Cerdas Berdaya

Profil Wilayah Heart of Borneo

Dewasa ini kesadaran pentingnya aspek lingkungan dirasakan semakin meningkat, bahkan menjadi topik yang sering dibicarakan seiring dengan terjadinya berbagai gejala perubahan alam. Semangat peduli lingkungan ini telah menjadi kepedulian bersama di berbagai negara, antara lain menjadi tema utama dalam pertemuan United Nation For Climate Change (UNFCC) yang diselenggarakan pada bulan Desember tahun 2007 di Bali, yang dihadiri oleh delegasi negara maju maupun sedang berkembang. Pertemuan ini menunjukkan “kampanye cinta lingkungan” oleh hampir seluruh lapisan masyarakat di dunia. Salah satu contoh kepedulian terhadap lingkungan di Indonesia yang dijadikan bahan pembahasan adalah keberadaan Heart of Borneo (HoB).

Heart of Borneo merupakan sebuah perwujudan konsep konservasi dan pembangunan berkelanjutan ke dalam program manajemen kawasan di Pulau Borneo. Inisiatif HoB dilatarbelakangi kepedulian terhadap penurunan kualitas lingkungan terutama kualitas hutan di Pulau Borneo, yang ditunjukkan dengan makin rendahnya produktivitas hutan, hilangnya potensi keanekaragaman hayati, serta fragmentasi hutan dari satu kesatuan yang utuh dan saling terhubung. Penurunan kualitas lingkungan tersebut antara lain disebabkan oleh pengelolaan lingkungan yang kurang bijaksana, pengambilan kayu secara ilegal dan pengalihan fungsi hutan. Degradasi tutupan hutan di Pulau Borneo dapat dilihat seperti pada Gambar 1.

Dengan latar belakang permasalahan seperti yang telah disebutkan di atas, inisiatif HoB secara resmi muncul pertama kali pada tanggal 5 April 2005 dalam pertemuan yang bertema Three Countries – One Conservation Vision yang menjadi pertemuan cikal bakal HoB. Launching inisiatif HoB sendiri dilakukan pada side event Convention On Biological Diversity (COB 8 – CBD) di Curitiba Brazil, berupa pernyataan kesediaan dari tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei. Kesediaan ini kemudian ditindaklajuti dengan penandatanganan deklarasi HoB yang dilaksanakan pada tanggal 12 Februari tahun 2007. Naskah Deklarasi HoB ditandatangani oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat, Menteri Kehutanan Republik Indonesia,M.S Kaban dan Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid (Gambar 2).

Gambar 2: Penandatanganan Naskah Deklarasi Heart of Borneo oleh Menteri Industri dan Sumber Daya Primer Brunei Darussalam, Pehin Dato Dr. Awang Haji Ahmad bin Haji Jumat; Menteri Kehutanan Republik Indonesia,M.S Kaban dan Menteri Sumber Daya Alam dan Lingkungan Malaysia, Dato Seri Azmi bin Khalid (sumber: Pokja HoB Provinsi Kalimantan Tengah)

Naskah deklarasi HoB secara garis besar berisi tiga butir kesepakatan. Pertama kerjasama manajemen sumber daya hutan yang efektif dan konservasi terhadap area yang dilindungi, hutan produktif, dan penggunaan lahan lainnya yang berkelanjutan. Kedua inisiatif HoB merupakan kerjasama lintas batas yang sukarela dari tiga negara. Ketiga, kesepakatan untuk bekerjasama berdasarkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Naskah deklarasi HoB secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3: Naskah Deklarasi HoB (Sumber: BKTRN)

Adapun luas cakupan wilayah HoB yang menjadi acuan sementara sampai saat ini yaitu meliputi areal seluas kurang lebih 22 juta hektar, yang secara ekologis saling terhubung. Areal tersebut secara administratif terbentang di wilayah tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Deliniasi wilayah HoB yang lebih rinci, masih dalam tahap pembahasan antarnegara untuk mencapai kesepakatan, dibandingkan dengan usulan awal wilayah HoB pada bulan April tahun 2005 dan perkembangan usulan baru dari masing-masing negara tahun 2008 ini. Peta usulan deliniasi wilayah HoB pada awal tahun 2005 serta perkembangan pada pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB pada bulan Januari 2008, dapat dilihat pada Gambar 4.

Baca Juga:  Blogger Nusantara Inspirasi Blogpreneur Indonesia

Gambar 4: Peta Usulan Awal Batas HoB Bulan April Tahun 2005 dan Peta Usulan Batas HoB Hasil Pertemuan Pembahasan Tata Ruang HoB Bulan Januari Tahun 2008 (Sumber: BKTRN)

Pertemuan Tiga Negara yang Kedua (Second Trilateral Meeting), yang diadakan di Kota Pontianak Provinsi Kalimantan Barat, pada tanggal 2-4 April 2008 yang lalu, menghasilkan usulan batas baru wilayah HoB. Usulan dari masing-masing negara tersebut diharmonisasikan dalam suatu peta harmonisasi batas HoB yang dapat dilihat pada Gambar 5. Batas yang diajukan dalam pertemuan ini masih dalam tahap pembahasan, yang diharapkan dapat mencapai suatu kesepakatan batas yang tidak saja sesuai dengan kepentingan masing-masing negara, namun lebih utama adalah kepentingan perwujudan kelestarian lingkungan dan pembangunan berkelanjutan yang menjadi tujuan utama inisiatif HoB.

Gambar 5: Peta Harmonisasi Batas HOB Sesuai dengan Usulan Masing-Masing Negara pada 2nd Trilateral Meeting (Sumber : 2nd Trilateral Meeting)

Sejalan dengan deliniasi batas HoB yang sedang dalam proses pembahasan, sampai saat ini juga belum terdapat angka resmi yang telah disepakati oleh tiga negara mengenai luasan definitif wilayah cakupan kerja HoB. Sebagai acuan dalam mendiskusikan program HoB, digunakan cakupan luas sementara wilayah HoB di tiga negara. Berdasarkan data sementara dari Kelompok Kerja HoB Provinsi Kalimantan Tengah, persentase wilayah kerja HoB yaitu 57% berada di Indonesia, 42% di malaysia, dan 1% di Brunei Darussalam, yang perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Pemanfaatan Lahan Heart of Borneo (Sumber : Kelompok Kerja HoB Kalimantan Tengah)

Wilayah cakupan HoB terdiri dari kawasan lindung (taman nasional, cagar alam, suaka margasatwa, hutan lindung), kawasan budidaya kehutanan (HPH dan HTI) serta kawasan budidaya non kehutanan (perkebunan, pertambangan, dll). Wilayah HoB Indonesia diperkirakan seluas 12,6 juta hektar yang terdiri dari 2,7 juta hektar hutan konservasi (21,46%), 1,1 juta hektar hutan lindung (9,5%), 4,9 juta hektar hutan produksi (38,9%), serta 3,8 juta hektar (30,17%) areal penggunaan lainnya (Gambar 6).

Dari Gambar 6 dapat dilihat adanya keberagaman pemanfaatan lahan pada usulan wilayah HoB di Indonesia. Pemanfaatan luas cakupan wilayah HoB tersebut terdiri dari 31% kawasan lindung, sementara sebagian besar justru merupakan kawasan budidaya. Hal ini menunjukkan bahwa inisiatif HoB bukan semata-mata merubah keseluruhan kawasan menjadi kawasan lindung, tetapi juga melaksanakan manajemen pengelolaan kawasan budidaya berbasis keberlanjutan lingkungan.

Baca Juga:  Antara Hisab dan Rukyat, Apa yang Membedakannya?

Manajemen wilayah HoB perlu dilakukan secara terpadu mengingat pentingnya fungsi HoB sendiri dan terhadap lingkungan sekitarnya. HoB memiliki fungsi penting sebagai sumber keanekaragaman hayati seperti sebagai “rumah” bagi spesies penting dan langka seperti orang utan dan badak, serta memiliki berbagai jenis serangga yang bahkan belum pernah ditemukan di bagian dunia lainnya. Selain sebagai sumber keanekaragamn hayati, HoB juga berperan sebagai “menara air” bagi seluruh wilayah Pulau Borneo, yaitu setidaknya merupakan sumber air bagian hulu bagi 14 dari 20 sungai utama di Pulau Borneo antara lain Sungai Kapuas, Katingan, Barito dan Mahakam.

Hal ini menunjukkanpentingnya keberadaan wilayah HoB dalam perlindungan hulu sungai, yang menjadi sumber air bagi anak-anak sungai di hampir seluruh wilayah Pulau kalimantan. Lebih lanjut disadari bahwa keberadaan HoB yang juga sebagai daerah resapan air yang akan menjamin ketersediaan cadangan air, dan peningktan kualitas air di Pulau Borneo.

Dengan demikian pemanfaatan wilayah HoB harus dikelola sebagai satu kesatuan ekosistem, mulai dari hulu, tengah hingga hilir. Berdasarkan pendekatan ekosistem ini, program-program berkelanjutan dan konservasi yang dilaksanakan dalam kerangka kerjasama tiga negara, yaitu Indonesia, Malaysia dan Brunai Darussalam, perlu terus dikembangkan. Ruang lingkup kegiatan HoB di tiga negara tersebut antara lain:

  • Melakukan inventarisasi, analisis kesenjangan, merumuskan dan melaksanakan program aksi (action plan)
  • Melanjutkan aktivitas program yang sedang berjalan;
  • Melakukan konsultasi dengan pemangku kepentingan di tiga negara untuk mengidentifikasi prioritas kerja dan kesempatan investasi;
  • Membangun kelembagaan HoB di tiga negara; dan
  • Menentukan prioritas pembangunan lintas batas.

Berdasarkan ruang lingkup kegiatan tersebut, disusun program-program kegiatan HoB antara lain:

a. Pengelolaan Kawasan Perbatasan, yang meliputi:

  • Penyusunan rencana induk (master plan) pengelolaan kawasan HoB melalui proses-proses yang partisipatif, mengakomodasi praktek dan prakarsa lokal, transparan, dan bertanggung jawab;
  • Pelaksanakan kerjasama pengamanan dan penegakan hukum lebih erat di antara tiga negara;
  • Penyelenggaraan mekanisme komunikasi dan pertukaran informasi yang efektif untuk keselarasan rencana tata ruang perbatasan, kebijakan atau aktivitas yang berdampak penting pada HoB;
  • Pelaksanaan penelitian bersama melalui mekanisme yang berlaku di masing-masing negara.

b. Pengelolaan Kawasan Lindung, yang meliputi:

  • Rekomendasi kawasan lindung dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial, budaya, ekologi, dan keanekaragaman hayati serta membangun sistem pengelolaan kawasan lindung lintas batas;
  • Pelaksanaan kelanjutan inisiatif pengembangan kawasan konservasi lintas batas dalam kerangka kerjasama bilateral dan multilateral;
  • Pelaksanaan kegiatan konservasi sumberdaya air lintas batas;
  • Pelaksanaan evaluasi ekonomi untuk skema ekonomi jasa lingkungan;
  • Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan lindung yang rusak.

c. Pengelolaan Kawasan Budidaya, yang meliputi:

  • Penerapan prinsip-prinsip pemanfaatan berkelanjutan dalam pelaksanaan pembangunan di kawasan budidaya oleh pihak terkait;
  • Pelaksanaan sertifikasi terhadap kegiatan pemanfaatan sumber daya alam berdasarkan kaidah-kaidah kelestarian;
  • Pelaksanaan program rehabilitasi dan restorasi terhadap kawasan budidaya yang rusak.
Baca Juga:  Implementasi UNTAN dalam Misi Mewujudkan Revolusi Industri 4.0 Tahun 2030

Sebagai kelanjutan dari penandatanganan Deklarasi HoB oleh 3 (tiga) negara, seperti disebutkan sebelumnya, telah dilaksanakan Second Trilateral Meeting HoB pada tanggal 4-5 April 2008 di Pontianak. Pertemuan ini dihadiri oleh delegasi dari masing-masing negara yaitu Delegasi dari Malaysia dipimpin oleh Direktur Kehutanan Sarawak, Delegasi dari Brunei Darussalam dipimpin oleh Direktur Kehutanan Brunei Darussalam, dan Delegasi dari Indonesia dipimpin oleh Direktur Konservasi Kawasan Direktorat Jenderal Pengelolaan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan, serta para peserta dari Menko Perekonomian, Bappenas, dan Pemerintah Daerah terkait (Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur) dan perwakilan WWF.

Sebagai perwujudan deklarasi HoB dan tindak lanjut dari cakupan kegiatan di tiga negara yang telah disebutkan di atas, pada Second Trilateral Meeting HoB tersebut masing-masing negara telah menyusun dan mengajukan program rencana aksi. Dengan menyusun rencana aksi ini, setiap negara khususnya Indonesia mengharapkan agar tercipta prinsip, definisi dan langkah implementasi yang menjadi dasar bagi kebijakan HoB di tingkat nasional, provinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, diharapkan terdapat dasar yang terpadu dalam implementasi manajemen sumber daya, pembangunan masyarakat, dan pembangunan ekonomi bagi seluruh pemerintahan di dalam wilayah HoB. Rencana aksi dan strategi juga diharapkan menjadi suatu referensi dalam implementasi program prioritas dan mobilisasi sumberdaya di dalam manajemen HoB oleh seluruh elemen pemerintah, baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Adapun program rencana aksi yang disusun oleh setiap negara tersebut dapat dilihat lebih jelas pada Tabel 2.

Tabel 2. Program Rencana Aksi Heart of Borneo, Negara Indonesia, Malaysia, dan Brunei Darussalam (Sumber: Bappenas, 2008)

Berbagai program dan rencana aksi yang dirumuskan di atas merupakan suatu wujud upaya untuk mencapai tujuan keberlanjutan lingkungan Borneo, melalui manajemen kawasan Heart of Borneo. Instrumen yang sangat penting dalam manajemen kawasan HoB adalah rencana tata ruang di kawasan tersebut. Konsep pengelolaan HoB sebagai suatu ekosistem terpadu turut terakomodasi dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN). Dalam PP nomor 26 tahun 2008 tentang RTRWN disebutkan penetapan HoB sebagai salah satu kawasan Strategis Nasional (KSN), dengan kriteria sebagai KSN dalam tahapan pengembangan I dengan titik berat pada rehabilitasi/revitalisasi kawasan.

Lebih lanjut, secara umum Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional, Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi terkait, dan khususnya Rencana Induk (master plan) Heart of Borneo menjadi suatu elemen penting dan dijadikan sebagai acuan bagi pelaksanaan pengelolaan kawasan HoB ke depan. Seperti dikutip dari kalimat pembuka kegiatan sosialisasi ekowisata HoB di Palangkaraya “Apabila kita salah dalam perencanaan, berarti kita merencanakan suatu kegagalan, dan sebaliknya, perencanaan yang matang adalah langkah awal keberhasilan”.

Sumber : Buletin Elektronik Tata Ruang 2008