BloggerBorneo.com – Pohon Tengkawang, saye tidak bosan menceritekan dan mengkapanyekan satu pohon ini, karena pohon ini bagian peradaban dunia, wa bil khusus peradaban di Kalimantan Barat, bangsa-bangsa luar datang ke tanah Borneo Barat selain mau memanen Emas, Kopra dan Karet kala itu.
Pohon, buah dan getah pohon ini yang mereka incar, dan beberapa bangunan tua di Bumi Erofa dan Amerika dibangun dari Pohon ini, sebelum ditemukannya listrik oleh Thomas Alafa Edison, konon sebagian Erofa dan China diterangi oleh Damar dan Minyak Buah Tengkawang, dan kami sudah mencobanya dengan membuat lilin.
TOPIK UTAMA
Illipe Nut Butter
Secara konservasi pohon ini luar biasa manfaatnya, karena umumnya pohon ini hidup disepanjang tepian sungai, dan pengunungan yang notabene sebagai sumber mata air.
Dari ketidaksengajaan delapan tahun lalu, saya masuk kehutan Borneo, rencana mau naik ke Gunung Vulkanik Purba, Cagar Alam Gunung Niut, terletak antara Kabupaten Bengkayang, Landak dan Sanggau.
Saya menemukan, satu komunitas adat di Dusun Melayang, Desa Sahan Kabupaten Bengkayang membuat Minyak Tengkawang (persis 8 tahun lalu) menggunakan kayu belian besar. Buah tengkawang yang sudah dihaluskan, dikukus, diperas lalu keluar minyaknya. Dimasukan dalam bambu, beberapa menit langsung beku.
Sayepun mencatat proses demi proses pembuatan Illipe Nut Butter, termasuk membuat sketsa alat manual pembuatan minyak tengkawang, sambil menulis artikel tentang Tengkawang.
Proses Pembuatan
Akhirnya ada simpatisan membaca tulisan saya mengenai Illipe Nut Butter dan lembaga itu memberi award kepada saya, lalu saya sumbangkan untuk membangun pabrik mini dan membuat mesin semi modern.
Modal nekat, karena saye bukan lulus mesin, hanya sebagai forester, itupun waktu sekolah hamper ke DO karena kebanyakan di jalanan urus negara kate kawan-kawan sih…
Nah modal nekat ini, saya datang ke beberapa kampus di Pontianak, ada dua kampus yang siap membantu merekayasa mesin pembuatan butter tengkawang, dari yang sangat sederhana, manual menjadi semi modern.
Pabrik Illipe Nut Butter pun mulai dibangun, hanya dengan bermodalkan papan kayu saja, diluar dugaan pembangunan pabrik mengundang para peneliti, pegiat, perusahaan dari dalam negeri maupun luar negeri.
Mereka datang untuk belajar, melakukan penelitian dan melihat kualitas produk serta memberikan asitensi membuat produk minyak tengkawang yang baik.
Kandungan Kimia
Salah seorang diantara ahli kimia berasal dari Francis hampir setiap tahun datang ke pabrik minyak tengkawang ini. Menurutnya, kandungan senyawa dalam Minyak Tengkawang, eh menurut Beliau bukan minyak, tapi butter Nabati karena terbuat dari buah tengkawang, dan bentuknya beku.
Dirinya menjelaskan bahwa senyawa kimia alam yang terkandung dalam illipe nut butter dianggap sudah punah dalam kamus kimia di Eropa. Maka beliau tertarik menelitinya dan setiap tahunnya datang ke pabrik yang sederhana ini.
Dan beberapa perusahaan Kosmetik, perusahaan ekstrak senyawa kimia lokal dan internasional berdatangan ke pabrik mini pembuatan butter tengkawang, yang buah tengkawangnya berasal dari kawasan hutan adat pikul.
Awal mereka datang bukan sebagai pembeli, karena memang pabriknya belum menyakinkan buyer untuk bisa memasok kebutuhan mereka, pabrikpun tidak mampu menyuplai kebutuhan mereka, tapi komunikasipun dilakukan.
Karena awalnya dibangun modal nekat dan idealis untuk mengembalikan salah satu peradaban pangan tanah Borneo yang hampir hilang dari peradaban, tanpa berawal dari bisnis plan yang ideal.
Bahkan, satu perusahaan kosmetik terbesar di Indonesia melakukan RnD berbagai jenis kosmetik dari Illipe Nut Butter. Katanya sampai lima tahun, hasilnya baru ketahuan dan sudah banyak produk dibuatnya.
Sempat Pesimis
Di tempat lahirnya sendiri, masyarakat sangat pesimis dengan project ini, pasca menteri perdagangan dan perindustrian tahun 2012 mengeluarkan pelarangan ekspor buah ini, buah tengkawang hampir tidak harganya.
Nah regulasi tersebut sudah di cabut pada tahun 2019, seiring pohon tengkawang tidak masuk dalam tumbuhan dan satwa dilindungi. Hanya saja tetap bermasalah dalam melakukan perdagangan keluar negeri, karena di dokumen Bea Cukai komoditi ini masih dalam pelarangan ekspor jadi belum tuntas keputusan membolehkan ekspor.
Didukung perbaikan pabrik baru yang lebih semi modern, hanya pembeli besar memiliki standar. Khusus minimal sertifikasi BPOM.
Nah untuk mendapat sertifikasi BPOM sebuah Komunitas kecil cukup sulit karena standar cukup banyak. Sempat dari salah satu orang BPOM datang ke pabrik, ratusan item harus dipenuhi, hampir 40 ton belum dikelola.
Karena mematuhi, hasil masukan BPOM dan kamipun belajar taat hukum di negeri ini, jadi memang produk ini belom di go publikan karena sertifikasi belum lengkap. Untuk sementara Illipe Nut Butter hanya dijual baru pada kolega, komunitas organik dan vegetarian secara tertutup.
Berpikir keras cari dimana dana untuk membangun pabrik yang bisa tersertifikasi BPOM, mau mudur kepalang maju, mau maju pasti dibutuhkan anggaran cukup besar.
Tiba-tiba di tengah-tengah Bencana covid-19 ada lembaga donor yang siap membantu untuk memfasilitasi perbaikan pabrik sampai mesin produksi Illipe Nut Butter sesuai permintaan syarat BPOM, sehingga keberadaan pabrik pembuatan butter tengkawang bisa dipertahankan dan suatu saat harus produknya berani go publik. Lokal Nasional dan Internasional, Insya Allah. Aminnn…
Warisan Nenek Moyang
Ini memang Warisan Produk Nenek Moyang orang Borneo, tapi dari generasi muda dan yang umurnya sekitar 55 tahun sudah tidak tahu lagi produk ini. Hasil perjalanan saya beberapa tahun di seluruh Borneo hampir 99% sudah tidak tahu tentang produk ini, padahal pohonnya masih banyak di kampungnya.
Bagi saya ini adalah kesalahan Politik Ekonomi Nasional dan Lokal, bagaimana rakyat dibuat lupa dengan warisan pangan yang agun dan punya nilai tinggi untuk kesehatan, kosmetik dan makanan serta konservasi alam.
Masyarakat dibuat lupa bahkan dibuat tidak mengetahui bahwa mereka mempunyai peradaban besar di sektor pangan yaitu Illipe Nut Butter. Kejadian ini bukan kejadian ruang kosong atau kebenaran, tapi sesungguhnya ini kejadian dibuat sistemtis yang dibangun oleh pertarungan ekonomi global.
Tantangan terbesar saat ini bagi kami, adalah mengembalikan generasi saat ini, generasi melenial, generasi X, Generasi Z dan generasi kita, generasi diatas 30 tahun agar peduli terhadap warisan ini.
Pasti, perjuangan sangat lama dan panjang untuk mengembalikan ingatan yang sudah bertahun-tahun hilang, mereka lebih care terhadap produk-produk yang dianggap lebih “modern” dari luar negeri (tidak perlu disebutkan jenis produknya apa).
Tapi bagi saya inilah seninya dalam perjuangan mengembalikan peradaban pangan yang oleh sebagian sangat tradisional, tapi bagi saya sangat modern.
Saye juga sangat termotivasi dari seorang trainer saya dari Inggris, dulu dia mantan artis, tapi sekarang jadi motivator Bisnis Sosial, dia menulis dalam selembar kertas.
“Pertahankan dan Lanjutkan Perjuanganmu, Suatu Saat Dunia akan Membutuhkan Produkmu.”
Sedangkan satu pesan lain dari trainer lainnya,
“You Passion for Your Community has Shone Through, and Your Product is Worthy of Global Recognition.”
Dan hasil riset tentang pertengkawangan, ternyata tengkawang oleh salah agama tua di Kalimantan Barat nama agamnya “Buyung” selalu disebutkan dalam bait-bait syair do’anya.
“Nerpang Nah Adaang Avaang Te Neladaan.”
Artinye: Terbanglah Bersama Tengkawang Sampai ke Alam Ruh. (DH)
Ditulis oleh: Deman Huri