TPFx Pontianak
Umum

Hari Berkabung Daerah, Peringatan Peristiwa Berdarah Mandor Kalimantan Barat

×

Hari Berkabung Daerah, Peringatan Peristiwa Berdarah Mandor Kalimantan Barat

Sebarkan artikel ini
Hari Berkabung Daerah
Image: Travel.Detik.Com
Сollaborator

BloggerBorneo.com – Menurut sejarah hampir terdapat 21.037 jumlah pembantaian yang dibunuh oleh Jepang, namun jepang menolaknya dan menganggap hanya 1.000 korban saja.

Zaman pendudukan Jepang lebih menyeramkan daripada masa pendudukan Belanda. Peristiwa mandor terjadi akibat ketidaksukaan penjajah Jepang terhadap para pemberontak.

Hari Berkabung Daerah

Karena ketika itu Jepang ingin menguasai seluruh kekayaan yang ada di Bumi Khatulistiwa.

Sebelum terjadi peristiwa mandor terjadilah peristiwa Cap Kapak dimana kala itu pemerintah Jepang mendobrak pintu-pintu rumah rakyat (Tionghoa, Melayu, maupun Dayak) mereka tidak ingin terjadi pemberontak-pemberontak terdapat di Kalimantan Barat.

Meskipun demikian ternyata menurut sejarah yang dibantai bukan hanya kaum cendekiawan maupun feodal namun juga rakyat-rakyat jelata yang tidak tahu apa-apa.

Tidak diketahui apakah karena tentara Jepang memang bodoh atau apa, kala itu pisau dilarang oleh penjajah Jepang.

Jepang memang telah menyusun rencana genosida untuk memberangus semangat perlawanan rakyat Kalbar kala itu.

Sebuah harian Jepang Borneo Shinbun, koran yang terbit pada masa itu mengungkap rencana tentara negeri samurai itu untuk membungkam kelompok pembangkang kebijakan politik perang Jepang.

Tanggal 28 Juni diyakini sebagai hari pengeksekusian ribuan tokoh-tokoh penting masyarakat pada masa itu.

Alur Kronologis

Masuknya tentara pendudukan Jepang bulan Juni tahun 1942 di Kalbar, ditandai dengan tindak kekerasan perampasan, perampokan, pemerkosaan, dan penindasan rakyat.

Hingga akhirnya seluruh raja, suku, pemuka masyarakat dan panembahan di Kalbar berkumpul dan bermusyawarah bagaimana menangani tentara pendudukan Jepang yang bertindak semena-mena.

Namun, musyawarah tersebut tercium oleh Jepang karena ada mata-mata Jepang yang juga orang Indonesia ikut dalam musyawarah itu.

Jepang tambah curiga ketika datang dua orang utusan dari Banjarmasin yakni dr Soesilo dan Malay Wei.

Secara diam-diam kedua tokoh tersebut menyampaikan berita bahwa akan ada gerakan pemberontakan terhadap tentara pendudukan Jepang sekitar bulan Januari 1944.

Baca Juga:  Info Penerimaan Pegawai Bank Indonesia Terbaru September 2016

Sialnya, rencana pemberontakan tersebut diketahui oleh tentara pendudukan Jepang sehingga mulailah terjadi penangkapan. Pembunuhan besar-besaran terjadi pada tanggal 20 Rokoegatsu 2604 atau tanggal 28 Juni 1944.

Di suatu siang kendaraan truk tertutup kain terpal berhenti di depan Istana Raja Mempawah. Serdadu bersepatu selutut dan topi yang berjumbai ke belakang serta pinggang yang digelayuti “samurai” turun terburu-buru menuju Istana.

Makam Juang Mandor - Monumen Sejarah
Monumen Tugu dan Relief yang Menggambarkan Kondisi Pembantaian Jepang (Sumber: Travel.Detik.Com)

Dengan alasan mengajak berunding, serdadu “Dai Nippon” itupun menciduk Raja Mempawah. Kemudian menangkap pula Panangian Harahap dan Gusti Djafar, teman baik sang Raja.

Mereka bertiga dengan tangan terikat diberi sungkup kepala terbuat dari bakul pandan, lalu digiring ke atas truk yang sudah menunggu dari tadi.

Serdadu yang lain dengan cekatan menempeli istana dan rumah kedua sahabat raja dengan plakat bertuliskan huruf kanji.

Bunyinya “Warui Hito” yang artinya orang jahat. Ternyata saat itu tak cuma di rumah itu saja yang ditempeli.

Banyak sekali rumah-rumah di wilayah Kalbar yang di atas pintunya tertempel “Warui Hito”. Kalau sudah begitu, penghuninya tak akan kedatangan tamu lagi, karena sudah dicap jahat.

Masyarakat umum pun tak berani bertandang ke situ. Sebab mereka tahu betul, jika berani mendekat apalagi bertamu, berarti tak lama lagi rumahnya bakal ditempeli dan dirinya disungkupi untuk dinaikkan ke atas truk pula.

Mandor Bersimbah Darah

Sehingga terjadilah apa yang dikenal dengan “Oto Sungkup”. Mereka ditangkap dengan disungkup bakul, dibawa ke tempat pembantaian yang sekarang dinamakan Makam Juang Mandor.

Setibanya di Mandor, mereka yang ditangkap diturunkan dari truk dan disuruh menggali sendiri lubang tempat mereka bakal dikuburkan.

Setelah lubang tersedia barulah Tentara Jepang dengan tanpa perikemanusiaan menyiksa dan memancung satu per satu leher korban dengan pedang samurainya.

Sehingga terjadilah peristiwa yang dikenal dengan “Mandor Bersimbah Darah”. Sungguh mengenaskan, badan yang terkubur terpisah dari kepala.

Baca Juga:  Plan Your Visit to Dubai Miracle Garden and Things to Do Inside Miracle Garden

Kisah pembantaian sadis Makam Juang Mandor terus berlanjut hingga tahun 1945, tentara pendudukan Jepang tak kenal kompromi terus menangkap dan membunuh rakyat Kalbar yang dianggap pembangkang dengan dalih ingin mendirikan negara Borneo Barat dari penjajahan.

Makam Juang Mandor - Makam Sultan Pontianak
Makam Nomor 9, Tempat Dimana Sultan Pontianak Dibunuh dan Dikuburkan (Sumber: Travel.Detik.Com)

Saksi mata TNR Simorangkir yang pada saat itu pegawai kantor pendaftaran tanah di kota Mempawah Kabupaten Pontianak mengisahkan pengalamannya.

Waktu itu tahun menunjukkan pada angka 1945, meski kalah populer dengan tahun “Teno Heika” Jepang 2605.

Rupanya angka 45 menjadi pedoman pengisian tawanan ke dalam truk sungkup. Jumlah 45 orang agaknya dijadikan target korban yang ternyata dibawa ke daerah Mandor.

Suatu saat cerita Simorangkir, melihat ada dua truk yang berhenti di depan penjara Mempawah. Sebuah truk diantaranya sudah tertutup rapat dengan terpal.

Dua serdadu Jepang dengan samurai melintang di badan bersiaga duduk di kursi rotan yang diletakkan di atas terpal yang menutupi tumpukan manusia.

Sementara truk yang satu masih belum tertutup rapat, mungkin belum memenuhi target 45.

Tanpa diduga, seorang serdadu Jepang memanggil Simorangkir dan Djafar yang kebetulan berada tak jauh dari penjara untuk segera naik ke atas truk. Mereka berdua tak tahu kalau isi truk tadi adalah calon-calon mayat.

Trip Perjalanan

Namun tak disangka, keajaiban tiba-tiba muncul. Seorang serdadu Jepang lainnya melihat Simorangkir dan Djafar naik ke truk bukan dari dalam penjara, memerintahkannya supaya turun lagi dan segera pulang.

Sebagai gantinya, serdadu itu memanggil dua anggota polisi yang sedang berjaga-jaga di mulut jalan raya untuk naik ke truk.

Agaknya kedua polisi yang juga putra bangsa itu tak tahu dirinya dijadikan alat pemenuh target 45 “Warui Hito”, truk itu pun segera ditutup terpal rapat-rapat dan berjalan beriringan.

Konon, ada saja tahanan yang dapat meloncat dari dalam truk guna menyelamatkan diri. Namun serdadu yang berjaga di truk tak berusaha mengejarnya.

Baca Juga:  Lowongan Kerja Program Keluarga Harapan Kemensos Republik Indonesia

Tapi dengan santai meski bertampang garang, dia menjemput korban penggantinya, rakyat yang ditemui di sepanjang perjalanan menuju Mandor. Asal di dalam truk tetap berisi 45 orang.

Menurut para ahli-ahli sejarah, yang bertanggung jawab atas aksi pembantaian masal di Makam Juang Mandor adalah Syuutizitiyo Minseibu.

Makam Juang Mandor - Bukti Sejarah Kekejaman Penjajahan Jepang di Kalimantan Barat
Prasasti Ini Menjadi Salah Satu Bukti Kekejaman Penjajahan Jepang di Kalimantan Barat

Secara garis besar, korban-korban pembantaian Jepang saat itu yang juga termasuk beberapa tokoh penting di Kalimantan Barat adalah:

  1. Sultan-Sultan Pontinak
  2. Panembahan Sanggau Ade Muhammad Ari
  3. Pangeran Adipati
  4. Pangeran Agung
  5. JE. Patiasina
  6. Panembahan Ketapang Gusti Sauna
  7. Panembahan Sintang Raden Abdullah Daru Perdana
  8. Panembahan Ngabang Gusti Abdul Hamid
  9. Tjhai Pin Bin, Tjong Tjok Men dan Thai Sung Hian (Tokoh Tionghoa)
  10. Dan tentunya rakyat-rakyat sipil yang tidak berdosa.

Alasan Melakukan Pembantaian

Sebenarnya pembantaian yang dilakukan Jepang di Kalimantan Barat tersebut memang mempunyai suatu maksud.

Kalimantan Barat sendiri mempunyai lokasi yang strategis dan hanya mempunyai penduduk sekitar satu setengah juta jiwa.

Selain itu Kalimantan Barat sendiri mempunyai wilayah yang sangat luas yaitu satu setengah kali luas pulau Jawa ditambah Madura dan Bali.

Kalimantan sendiri pada waktu itu akan dijadikan seperti Manchuria dan Korea kedua.

Makam Juang Mandor - Kondisi Terbaru
Sisa Bangunan Bertuliskan Pelayanan Informasi Pariwisata, Foto Diambil Tahun 2013 (Sumber: Detik.Travel.Com)

Pada waktu itu di Kalimantan Barat, semua orang yang berumur dua belas tahun ke atas semuanya akan dibunuh habis.

Generasi sisanya sampai kanak-kanak akan dididik dengan ala Jepang ditambah dengan orang-orang jepang yang akan didatangkan nantinya sebagai transmigrasi.

Maka jadilah Kalimantan barat lima puluh tahun mendatang sebagai “Jepang beneran” dan itu merupakan rencana militer Jepang.

Itulah sebabnya selama 3 dawasarsa atau 30 tahun Kalimantan Barat kehilangan generasi intelektual.

Hingga sekarang warga Kalimantan Barat memperingati Peristiwa Mandor sebagai Hari Berkabung Daerah tepatnya di setiap tanggal 28 Juni.

Dan berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) Nomor 5 Tahun 2007 tentang Peristiwa Mandor, tanggal 28 Juni ditetapkan sebagai Hari Berkabung Daerah Provinsi Kalimantan Barat. (DW)

LKP Cerdas Berdaya