Penulis: Sultan Alam Gilang Kusuma
Survei yang dilakukan pada tanggal 22 Oktober-7 November 2022 tersebut dilakukan terhadap 1.220 responden menggunakan systematic random sampling dan memiliki margin of error sebesar 2,81%.
Diantara hasil survei tren elektabilitas yang semesta-nya adalah parpol baru adalah sebagai berikut ;
- Gelora 0,2%
- Garuda 0,1%
- Ummat 0,0%
- PKN 0,0%
- Buruh 0,0%
Mencoba logika perbandingan, mari kita lihat rilis tren elektabilitas parpol baru pada pra pemilu 2019 lalu yang dikeluarkan oleh beberapa lembaga survei ;
Survei Litbang Kompas (22 Februari-5 Maret 2019)
- Perindo 1,5%
- PSI 0,9%
- Berkarya 0,5%
- Haruda 0,2%
Charta Politica (1-9 Maret 2019)
- Perindo 1,3%
- PSI 1,4%
- Berkarya 0,4%
- Garuda 0,2%
Vox Populi (5-15 Maret 2019)
- Perindo 1,8%
- PSI 3,7%
- Berkarya 0,9%
- Garuda 0,2%
Lalu apa yang bisa dimaknai dari logika perbandingan ini ?
Pertama, logika perbandingan ini diambil pada dua kondisi berbeda. Pada survei Vox Populi yang baru-baru ini dirilis, pemilu masih berkisar kurang lebih 14 bulan lagi, sedangkan rilis yang dibandingkan adalah tren 1 bulan menjelang pemilu.
Tentu saya memahami fakta ini, tapi yang ingin saya telaah adalah pada variable “kewaspadaan” dan variable “kerja pemenangan” yang harus dilakukan oleh parpol-parpol baru ini di 14 bulan menjelang pemilu.
Kedua, ini bukan masalah variable “waktu” sehingga mari fokus menelaah variable “kerja pemenangan” yang harus dilakukan oleh parpol baru ini menghadapi pemili 2024 mendatang.
Sepanjang mengamati beberapa rilis lembaga survei setahunan ini, bisa kita lihat bahwa tren elektabilitas parpol-parpol baru tersebut masih diangka nol koma.
Perindo dan PSI yang angka-nya satu koma sekian persen sebulan menjelang pemilu saja tidak berhasil lolos ET pada pemilu 2019 lalu, maka perlu kerja-kerja pemenangan yang tidak biasa untuk dilakukan oleh semua partai politik baru yang akan berlaga pada 2024 nanti.
Ketiga, Parpol-parpol baru hari ini dihadapkan pada realitas verifikasi faktual yang memakan banyak energi dan sumber daya, ibaratnya bekerja lebih keras dan berkali-kali lipat dibanding parpol parlemen yang beberapa waktu lalu telah dinyatakan lolos verfak.
Dan waktu yang tersisa untuk kerja-kerja pemenangan secara serius hanya berkisar setahunan ditengah kondisi sumber daya yang sudah lebih dulu terkuras pada momen vermin verfak.
Keempat, oleh karena itu, diperlukan kerja-kerja pemenangan yang benar-benar strategis,efektif, dan efisien untuk mendongkrak angka elektabilitas, minimal 3% sebulan sebelum pemilu dilaksanakan.
Kelima, ini belum lagi dihadapkan para realitas pemilihan presiden yang dilakukan sebelum pileg. Euforia pilpres saja hari-hari ini sudah bergema disepanjang waktu, orang-orang sibuk membicarakan ”siapa” dan parpol parlemen sibuk menimbang-nimbang koalisi.
Tentu ini bisa dibaca sebagai peluang bagi parpol baru tapi juga bisa dibaca sebagai jebakan “ekor jas” karena loyalitas dan rasionalitas pemilih yang terbelah pada pilpres.
Situasi itu juga tidak selalu bisa menguntungkan sebab kita lihat PSI dan Perindo adalah parpol pendukung Jokowi di tahun 2019, tetapi tidak berpengaruh besar pada elektabilitasnya di pemilihan legislatif 2019.
Keenam, terakhir, tentunya semua realitas itu harus ditimbang cermat oleh parpol baru yang hari ini masih menduduki papan bawah survei. Kerja pemenangan yang strategis,efektif dan efisien harus benar-benar bisa dirumuskan supaya target lolos ET 4% bisa tercapai.
Ketujuh, terakhir, yang perlu diperhatikan lagi adalah ketika kita berasumsi telah bekerja untuk pemenangan, justru pertanyaan yang muncul adalah,
“apa hanya kowe sendiri yg bekerja untuk menang?”
Jadi, waspadalah! (DW)