No #HateSpeech, Perbedaan Antara Mengkritik dan Menghina
BLOGGERBORNEO.COM – Baru-baru ini para netizen di Indonesia dibuat heboh dengan diberlakukannya Surat Edaran mengenai Hate Speech Nomor SE/06/X/2015 yang ditandatangani langsung oleh Kepala Kepolisian Republik Indonesia (KAPOLRI), Jenderal Badrodin Haiti pada tanggal 8 Oktober 2015 lalu. Begitu ditandatangani, Surat Edaran ini langsung disebarkan ke Kepala Satuan Wilayah (KASATWIL) di seluruh Indonesia.
Berbagai macam komentar pro dan kontra pun langsung bermunculan di media sosial perihal pemberlakuan aturan yang tercantum dalam Surat Edaran ini. Di satu pihak, ada yang menganggap Surat Edaran ini dibuat untuk membatasi para netizen di Indonesia dalam bersuara maupun berkomentar terhadap kinerja pemerintahan, sedangkan disisi lain ada juga pihak yang memandang ini sebagai satu hal positif karena bagi siapa saja yang melakukan #HateSpeech bisa langsung diproses secara pidana.

KATEGORI HATE SPEECH MENURUT SURAT EDARAN KAPOLRI
Mungkin dalam kasus ini, persoalan mendasar yang harus dipahami adalah mengenai perbedaan makna antara MENGKRITIK dan MENGHINA. Sebenarnya sebelum mengkritisi kedua perbedaan makna kata ini, kita harus mengetahui aturan apa aja yang dibuat dalam Surat Edaran Kapolri mengenai Hate Speech. 🙂
Dalam aturan nomor 2 huruf (f) dalam Surat Edaran tersebut menyebutkan bahwa:
“Ujaran kebencian dapat berupa tindak pidana yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan ketentuan pidana lainnya di luar KUHP, yang berbentuk antara lain: Penghinaan, Pencemaran Nama Baik, Penistaan, Perbuatan Tidak Menyenangkan, Memprovokasi, Menghasut, dan Menyebarkan berita bohong dan semua tindakan di atas memiliki tujuan atau bisa berdampak pada tindak diskriminasi, kekerasan, penghilangan nyawa, dan atau konflik sosial”.
Pada aturan selanjutnya huruf (f) menjelaskan bahwa:
“Ujaran kebencian sebagaimana dimaksud di atas bertujuan untuk menghasut dan menyulut kebencian terhadap individu dan atau kelompok masyarakat dalam berbagai komunitas yang dibedakan dari aspek: Suku, Agama, Aliran Keagamaan, Keyakinan atau Kepercayaan, Ras, Antar Golongan, Warna Kulit, Etnis, Gender, Kaum Difabel, dan Orientasi Seksual”.
