Blogger Borneo sendiri mendapatkan informasi mengenai kemunculan film ini dari jaringan pertemanan grup WhatsApp yang basis para anggotanya adalah penggemar IT dimana sebagian besarnya mendedikasikan diri sebagai Relawan TIK di daerahnya masing-masing.
Tak lama begitu film ini diluncurkan dan dipublikasikan, serta merta langsung memberikan efek “shock” bagi siapa saja yang menontonnya karena dalam alur ceritanya menggambarkan bagaimana kondisi industri batu bara di Indonesia sudah berjalan sekian tahun lamanya.
SEXY KILLERS
Di satu sisi masyarakat di kawasan perkotaan merasakan kenyamanan karena mendapat pasokan listrik yang cukup, namun di sisi lain justru banyak sebagian masyarakat merasa “menderita” dikarenakan terkena dampak dari berlangsungnya industri ini.
Hebohnya lagi, di film ini juga mengangkat kisah mengenai siapa-siapa saja para elit politik yang berada dibalik industri batu bara ini. Film karya dua jurnalis Dandhy Dwi Laksono dan Ucok Suparta ini juga menjabarkan nama para politisi di balik industri tambang. Para politisi ini, meski berada di kubu Jokowi dan Prabowo, pada akhirnya tetap terhubung sebagai sesama pengusaha.
Film Sexy Killers sudah dirilis sejak awal April dan selama dua pekan ini sudah diputar di lebih dari 50 lokasi se-Indonesia. Pada 14 April atau 3 hari sebelum pemungutan suara Pilpres, film ini secara utuh diunggah ke Youtube dan sudah ditonton 17 juta kali. Di beberapa lokasi, film ini dilarang diputar karena dianggap mempromosikan golput.
Di Pontianak sendiri, WALHI Kalimantan Barat akan menyelenggarakan event nobar dan diskusi aktif dengan mengundang para kawan-kawan yang aktif mengawal isu mengenai kelestarian lingkungan hidup di Kalimantan Barat. Insya Allah kegiatan nobar film Sexy Killers ini akan diselenggarakan pada tanggal 24 April 2019 dari jam 09.30 – Selesai. (DW)