Baru-baru ini kita sempat dibuat heboh dengan “isu” yang merebak di masyarakat bahwa program penggalangan modal usaha melalui Patungan Usaha miliknya Ustadz Yusuf Mansur untuk sementara harus ditutup. Hal ini dikarenakan program tersebut belum memiliki ijin dan legalitas sehingga oleh pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dimasukkan dalam kategori investasi tanpa ijin alias bodong. Oke, mungkin di satu sisi ada pihak-pihak yang merasa bahwa apa yang dilakukan oleh ustadz ahli sedekah ini bukanlah satu masalah yang harus diributkan karena kita tahu siapa Ustadz Yusuf Mansur.
Akan tetapi, di sisi lain OJK sebagai sebuah lembaga yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 dan berfungsi sebagai penyelenggara sistem pengaturan dan pengawasan terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan di Indonesia berpandangan bahwa apa yang telah dilakukan oleh Ustadz Yusuf Mansur sudah seharusnya masuk dalam pengawasan pemerintah. Yang pasti, kemampuan ustadz muda ini dalam mengumpulkan modal investasi hingga miliaran rupiah hanya dalam kurun waktu singkat merupakan satu hal yang patut diacungi jempol. Itu sebabnya muncul kekuatiran tersendiri dari pihak pemerintah jika hal seperti ini dibiarkan akan menimbulkan dampak negatif nantinya. Hhhhmmm…
Mungkin jika dilihat secara umum, apa yang telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan dalam kasus Patungan Usaha Ustadz Yusuf Mansur ini sudah sesuai dengan tugas dan wewenangnya. Akan tetapi, yang menjadi pertanyaannya sekarang adalah kenapa untuk kasus-kasus investasi bodong sebelumnya OJK tidak terlihat sepak terjangnya?. Berdasarkan informasi yang saya peroleh di website Bisnis Keuangan – Kompas.Com, ternyata sudah ada belasan jenis investasi bodong di bidang Agrobisnis, Komoditas dan Valuta, dan Perdagangan Emas yang telah memakan banyak korban. Untuk dana investasinya sendiri mungkin jika ditotal sudah mencapai triliunan rupiah. Terus dimanakah OJK berada pada saat itu???