TPFx Pontianak
Opini

Peneng Sepeda, Kenangan Manis Generasi Muda Pontianak Era 90-an

×

Peneng Sepeda, Kenangan Manis Generasi Muda Pontianak Era 90-an

Sebarkan artikel ini
Peneng Sepeda
Image: Ngalam.Co/Hasan Ishaq
LKP Cerdas Berdaya

Melihat begitu ramainya respon para netizen terkait dengan informasi rencana pemberlakuan pengenaan pajak bagi para pemilik sepeda oleh Kementerian Perhubungan langsung mengingatkan Blogger Borneo akan kisah Peneng Sepeda di Pontianak era 90-an.

Sebuah stiker berwarna merah dengan tanda logo Pemerintah Daerah Kota Pontianak dan cap resmi menempel indah di rangka sepeda Federal berwarna merah yang Blogger Borneo gunakan ketika bersekolah di SMP Negeri 8 Pontianak di Jalan Parit Haji Husin 2.

Kenangan manis pada saat itu hanya bisa terpatri dalam ingatan tanpa bisa menunjukkan dokumentasi karena di zaman tersebut keberadaan smartphone tidak semasif saat sekarang ini. Benar-benar menjadi momen yang hanya bisa dikenang tanpa bisa diabadikan.

Peneng Sepeda

Sepertinya kenangan manis ini akan kembali terulang ketika melihat kondisi sekarang dimana sejak pandemi menghantui, aktivitas mengayuh sepeda secara berombongan di waktu pagi, siang, sore, bahkan malam justru menjadi tren. Yang awalnya hanya ada 1-2 orang pesepeda, lama kelamaan jumlahnya terus bertambah, bertambah, dan bertambah.

Baca Juga:  Belajar Menjadi Hebat dengan Internet Sehat

Khusus di Pontianak dan Kubu Raya sendiri, beberapa hari selepas Hari Raya Idul Fitri dapat dilihat banyak bermunculan rombongan pesepeda yang meramaikan ruas jalan di Kota Pontianak seperti Jalan Ahmad Yani, Kota Baru, Sungai Jawi, maupun Kabupaten Kubu Raya seperti Jalan Arteri Supadio, Sungai Raya Dalam, dan Adisucipto.

Sejarah Peneng Sepeda

Melihat ke belakang mengenai sejarah keberadaan Peneng Sepeda, Blogger Borneo memperoleh informasi dari salah satu tulisan Kompasianer bernama Himam Miladi. Pada tulisan tersebut diketahui ternyata kebijakan Peneng Sepeda dibuat pada era Orde Baru atau sekitar tahun 60-an.

Pada saat itu, sepeda dimasukkan sebagai obyek pajak, sama seperti Televisi dan Radio. Peneng dikeluarkan oleh pemerintah daerah setempat dan besaran pajaknya berbeda-beda antar pemerintah daerah.

Sebagai tanda pembayaran pajak, pemerintah mencetak lempengan logam yang diukir sesuai dengan logo pemerintah daerah masing-masing. Pada tahun 1970-an, lempengan logam ini berubah menjadi stiker. Besaran pajak sepeda ini tergantung pada jenis sepedanya. Semakin mahal harga sepeda otomatis pajaknya juga semakin besar.

Baca Juga:  Dukung Blogger Borneo di The Bobs Awards 2011

Tarif Peneng Sepeda

Sepeda phoenix (jengki) misalnya, pada jaman itu pajaknya bisa mencapai 500 rupiah per tahun. Sementara pemilik sepeda onthel (sepeda kerbau) harus membayar pajak sekitar 100 hingga 200 rupiah. Waktu zaman Blogger Borneo pakai sepeda, kalau tidak salah ingat tarif peneng sepedanya adalah 500 rupiah.

Nah kira-kira seandainya Kemenhub jadi memberlakukan Pajak Sepeda (dulunya Peneng Sepeda), berapa kisaran tarif yang akan dikenakan ya? Kalau Blogger Borneo sendiri ada di kisaran angka 5.000 atau 10.000 per sepeda. Mungkin untuk jenis sepeda mahal bisa menyesuaikan lagi tarifnya. Hahahaha…

Setuju atau Tidak?

Jika ditanya setuju atau tidak mengenai rencana ini, Blogger Borneo tidak bisa berkomentar banyak karena bagaimanapun juga kisah manis Peneng Sepeda ini sungguh sulit untuk dilupakan. Ya harap maklum saja, dulu di sepeda merah “Federal” ini pernah duduk seorang gadis manis yang keberadaannya sekarang entah dimana.

Namanya juga jodoh, tidak akan bisa dipaksa meskipun sebenarnya perasaan hati ini merasa suka. Jadi agak sulit menjawab ketika ditanya SETUJU atau TIDAK. Sebentar Blogger Borneo tanyakan dulu kepada rumput yang bergoyang. Cieee… jadul banget yak… Lagian untuk sekarang Blogger Borneo ga punya sepeda sama sekali, udah dikasihkan ke orang dulu. 😀

Baca Juga:  Mari Matikan Lampu Sejenak Demi Bumi yang Lebih Baik

Baca Juga: Aktivitas Bersepeda di Malam Hari

Tapi jika memang harus diberlakukan (ya kita tahu sendiri kondisi negara kita sekarang minusnya seperti apa), mungkin harus dikategorikan secara aturan besaran tarifnya berdasarkan jenis-jenis sepeda yang akan menjadi obyek pajak. Pake metode progresif juga boleh, intinya Blogger Borneo secara pribadi mengerti kok dengan kondisinya lagi butuh banyak pemasukan untuk negara.

Oke, sekian dulu opini singkat dari Blogger Borneo mengenai perihal rencana pemberlakuan pajak untuk sepeda. Ketemu lagi di opini-opini berikutnya ya. Terima kasih… (DW)