Tradisi Saprahan, Bentuk Kearifan Lokal Melayu Kalimantan Barat
Masih dalam suasana menyambut peringatan Hari Jadi Kota Pontianak ke 244, warga masyarakat Melayu Kampung Bansir menyelenggarakan sebuah tradisi lokal yang telah turun temurun dilakukan yaitu Saprahan.
Kearifan Lokal Melayu Kalimantan Barat
Sebuah spanduk berukuran besar bertuliskan “Awak Datang Kame’ Sambot pade Acare Saprahan Warge RT.003/RW.001 Kampong Banser” tampak terpampang jelas di gapura pintu masuk gang tempat dilaksanakannya acara tradisi ini.
Dengan mengambil satu nama besar yaitu Acara Saprahan Warga Kampung Bansir 2015, lebih dari 200-an orang yang sebagian besar merupakan warga masyarakat lingkungan sekitar.
Blogger Borneo sendiri sebenarnya ingin bisa hadir dalam acara ini, akan tetapi karena jadwalnya bentrok dengan agenda lainnya maka dengan terpaksa tidak bisa datang untuk meliput.
Beberapa foto pendukung yang digunakan sebagai bahan pendukung tulisan ini merupakan hasil jepretan dari kawan-kawan yang berada di lokasi pada saat itu.
Ya tentu saja foto-foto ini sifatnya no copyright sehingga boleh disebarkanluaskan dengan syarat untuk tujuan baik dan bermanfaat.
Tradisi Saprahan
Blogger Borneo yakin pasti ada diantara kawan-kawan belum tahu mengenai apa itu Saprahan. Oke, disini akan dijelaskan sedikit mengenai arti dari salah satu bentuk kearifan lokal yang ada di Kota Pontianak khususnya maupun Kalimantan Barat umumnya.
Saprahan merupakan salah satu adat budaya melayu yang masih berkembang dan dilestarikan sejak zaman dahulu hingga saat ini.
Adat tradisi dalam kegiatan makan bersama-sama berkelompok baik di dalam rumah sehari-hari ataupun dalam acara mengundang tamu ataupun acara-acara pesta yang di adakan dirumah ataupun di desa.
Hidangan lauk pauk disajikan pada tempat dinamakan baki ataupun dihamparan kain untuk disantap bersama-sama berkelompok sejumlah 6 orang setiap saprah dengan duduk bersila di atas hamparan tikar ataupun permadani untuk undangan laki-laki dan duduk pipih untuk undangan wanita.
Makna dari saprahan adalah melambangkan rasa kebersamaan dan rasa kegotong royongan dengan falsafah berat sama dipikul, ringan sama dijinjing, berdiri sama tinggi, duduk sama rendah.
Hidangan sajian yang terhidang dihadapan disantap bersama-sama secara berkelompok, membentuk lingkaran.
Sajian disantap tidak menggunakan sendok makan tetapi disuap dengan tangan sedangkan untuk mengambil lauk pauk digunakan sendok.
Kepala saprah adalah sajian untuk para tamu yang paling dihormati yang hadir dlam acara saprahan, seperti pemimpin daerah, orang ternama, alim ulama yang duduknya telah di atur menurut tempat yang disiapkan.
Sejak zaman dulu hingga sekarang, tradisi Saprahan identik dengan ajaran agama Islam karena berpedoman pada enam rukun iman dan lima rukun islam.
Dalam setiap saprahnya disantap oleh 6 orang dengan pengertian rukun iman, sedangkan untuk lauk pauk yang dihidangkan biasanya 5 piring atau lima jenis sesuai dengan jumlah rukun islam.
Saprahan harus dilakukan bersama-sama secara serentak dengan urutan dari yang tertua hingga yang termuda.
Mengenai hidangan makanan yang disajikan, tidak ada perbedaan menu masakan untuk sajian saprahan antara rakyat biasa, pimpinan, dan pemuka-pemuka masyarakat duduk menghadap sajian saprahan, makan dengan teratur, sopan, dan beradat.
Berikut merupakan hasil rekaman video selama acara yang dipublish oleh salah seorang Blogger Pontianak bernama Muhammad Irhamna. Silahkan menyaksikan…
Ternyata cukup seru ya jika dilihat berdasarkan rekaman videonya, sayang sekali pada saat itu Blogger Borneo tidak bisa hadir di acara tradisi lokal Melayu ini.
Memang jika diperhatikan, Kota Pontianak memiliki keanekaragaman adat dan budaya yang cukup unik dan menarik bagi para pengunjung yang datang.
Dan semoga saja acara-acara seperti ini secara rutin terus dilakukan dan dipelihara sehingga pada suatu saat nanti Kota Pontianak bisa dikenal dunia. Amin Ya Rabbal Alamin… (DW)
Sumber Referensi:
- http://farisankia.blogspot.co.id/2013/05/adat-budaya-melayu-sambas-saprahan.html