Kondisi Gas 3 Kg Langka, Siapa yang Harus Disalahkan???
Kondisi antrian panjang para pengguna gas tabung 3 kilogram hampir di seluruh penjuru kota dalam seminggu terakhir ini secara tak langsung memperlihatkan kepada kita semua bahwa sebenarnya ada yang salah dengan mekanisme ini.
“Hanya untuk Masyarakat Miskin”
Tulisan berwarna putih ini dapat dilihat secara jelas di satu sisi tabung gas kapasitas 3 kilogram ini. Entah sejak kapan tulisan ini ada di tabung tersebut, Blogger Borneo tidak tahu pasti. Yang pasti dulunya hanya ada logo Pertamina, tidak ada tulisan tambahan lainnya.
Tabung Gas 3 Kg, lebih dikenal sebagai Tabung Gas Melon karena warnanya hijau seperti buah melon, dulunya ada karena menjadi bagian dari program pemerintah yaitu konversi minyak tanah ke gas. Masih ingat di rumah orang tua dulu, kami masih memiliki 2 (dua) buah kompor minyak tanah merek “Butterfly”.
Masih cukup terkenang juga bagaimana dulu sewaktu kecil, Blogger Borneo pergi membeli minyak tanah di pangkalan yang letaknya tidak terlalu jauh. Biasa membelinya pakai ken plastik 1 kilogram, terkadang juga menggunakan plastik bening. Kadang-kadang pakai sepeda, kadang-kadang jalan kaki juga.
Seiring perjalanan waktu, keberadaan minyak tanah mulai langka dan pemerintah mulai memutar otak untuk menggunakan gas sebagai alternatif. Hingga pada akhirnya, program konversi pun diberlakukan dengan mekanisme subsidi.
TOPIK UTAMA
Kondisi Gas 3 Kg Langka
Nah, karena pada saat itu Tabung Gas bisa dianggap barang mahal dimana rata-rata penggunanya memiliki tingkat ekonomi cukup mapan maka solusi terbaik yang bisa diambil adalah membuat kemasan yang lebih kecil dengan harga jual diberikan subsidi. Lalu muncullah tabung gas kecil kapasitas 3 kilogram berwarna hijau yang sekarang dikenal sebagai Tabung Gas Melon.
Alhamdulillah pada saat baru mulai berumah tangga sekitar 13 tahun lalu, ketika Blogger Borneo dan istri baru pindah dan menempati rumah di kawasan Pondok Indah Lestari Kabupaten Kubu Raya, Kalimantan Barat, kami memutuskan menggunakan Tabung Gas 12 Kilogram warna biru yang merupakan tabung gas pertama dari Pertamina.
Belajar dari Pengalaman
Meskipun pada awalnya sempat galau memilih mau menggunakan tabung gas yang 12 kg atau 3 kg, akhirnya Blogger Borneo tetap menggunakan tabung gas 12 kg. Padahal waktu itu masih belum ada tulisan “Hanya untuk Masyarakat Miskin”, bahasanya hanya tabung gas bersubsidi.
Belajar dari pengalaman sebelumnya, bagaimana pada saat itu kondisi stok minyak tanah yang bahasanya juga bersubsidi untuk masyarakat “miskin” pada akhirnya mengalami kekurangan juga, menjadi faktor utama kenapa tetap berpegang teguh pada pilihan Tabung Gas 12 Kg.
Memang jika dilihat secara hitungan, harga gas untuk kemasan tabung 12 kilogram dengan 3 kilogram itu berbeda. Ya namanya juga subsidi, tentulah lebih murah. Namun sebenarnya permasalahan selama ini bukan di mekanisme subsidinya melainkan di jalur distribusi dan regulasi pendukungnya.
Mental Subsidi
Pada kenyataannya, setelah program konversi ini diberlakukan dan berjalan, justru banyak fakta di lapangan yang memperlihatkan bahwa pengguna tabung gas melon ini berasal dari keluarga yang mapan secara ekonomi. Ini dilihat dari tampak luar lho ya.
Jika dilihat dari definisi subsidi, sebenarnya pemandangan yang seharusnya terlihat adalah bagaimana masyarakat dengan ekonomi menengah kebawah datang ke pangkalan atau warung-warung yang menjual sambil menenteng sebuah tabung gas berwarna hijau.
Tapi justru faktanya untuk saat sekarang ini adalah ketika kondisi antrian mengular seperti tampak dibawah ini, tampak diantaranya para pemilik usaha rumah makan dengan banyak langganan juga ikut mengantri. Dan dari tentengannya dapat dilihat berapa jumlah tabung dibawanya, 5 tabung cuy.
Melihat kondisi seperti itu, Blogger Borneo hanya bisa berkata dalam hati “Apa ga salah tu orang, punya usaha tapi mentalnya subsidi. Padahal jatah itu bisa untuk 4 orang yang benar-benar butuh untuk memenuhi kebutuhan dapur keluarganya”. Benar-benar miris…
Usaha Mikro Kategori Miskin???
Dalam sebuah status yang Blogger Borneo publish di media sosial, komentar pro dan kontra pun bermunculan. Dan ternyata beberapa diantaranya yang notabene pemilik usaha skala Mikro langsung memberikan argumentasinya bahwa mereka menggunakan tabung gas 3 kilogram tersebut bukan karena miskin tapi karena butuh subsidinya agar biaya operasionalnya bisa diminimalisir.
Oke, dalam kondisi ini Blogger Borneo menganggap komentar mereka ini wajar adanya dan tidak perlu diperdebatkan lagi karena bakal ga selesai ujung pangkalnya. Tapi sebenarnya status tersebut dibuat karena melihat tulisan “Hanya untuk Masyarakat Miskin” di tabung gas melon tersebut. Ya Allah…
Mungkin akan berbeda bahasanya jika di tabung tersebut tulisannya “Tabung Gas Bersubsidi, Khusus Masyarakat Ekonomi Menengah Kebawah.” sepertinya akan lebih enak membacanya. Langsung teringat tulisan atau ucapan itu adalah do’a, jadi setiap membaca tulisan tersebut kok rasanya gimana ya.
Siapa yang Salah???
Sekali lagi Blogger Borneo menyatakan bahwa tulisan ini masuk dalam kategori OPINI, jadi jangan merasa baper begitu selesai membacanya ya. Masing-masing orang punya sudut pandang. Dan seperti apa yang sudah dituliskan diatas bahwa tulisan dan ucapan berulang itu bisa menjadi do’a.
Sekarang siapa yang salah sebenarnya??? Apakah si pembuat tulisan tersebut di tabung gasnya, atau si pengguna tabung gas yang sebenarnya mampu tapi bermental subsidi, atau para pengatur kebijakan mengenai alur distribusi dan regulasi pelaksana serta pengawasannya seperti apa.
Blogger Borneo yakin mekanisme subsidi ini jika diterapkan secara tepat dan tegas, Insya Allah akan menjadi bermanfaat bagi masyarakat yang memang benar-benar membutuhkan. Semoga kita tidak menjadi miskin hanya karena menggunakan tabung gas yang terdapat tulisan “Hanya Untuk Masyarakat Miskin” di satu sisinya. Amin Ya Allah… (DW)