Rahmad Ngarasan: Bagaimana Usaha Modal Raksasa Menguasai UMKM
Teman-teman, saya ingin mengajak kalian membedah GoFood (dan berlaku juga untuk GrabFood). Saya menggunakan data dari warung kecil UMKM yang saya miliki. Warung kecil saya ini melayani Dine-In dan juga Delivery menggunakan jasa GoFood dan GrabFood.
Kenapa kami menggunakan jasa GoFood dan GrabFood? Apakah lebih menguntungkan?
TIDAK! Pada dasarnya sama saja..
Warung saya sudah ada sebelum GoFood hadir. Dan ketika GoFood muncul dan mulai meng-gurita, kami terpaksa ikut masuk gerbong.
Seperti pepatah, “Jaman wes edan. Nek ora melu edan, ora keduman!”.
Tapi percaya atau tidak, itulah yang terjadi. Pilihannya, naik gerbong atau lapak kami mati tergilas roda besi GoFood.
Dan ketika saya katakan mati, itulah yang benar-benar bisa terjadi. Karena berdasarkan hitungan dan juga pengalaman, tidak mungkin melawan kekuatan usaha modal raksasa seperti GoFood.
Loh, kenapa kok sepertinya menganggap GoFood lawan? Bukankah GoFood kawan?
Oke..
Bayangkan seperti ini..
Sebelum ada GoFood, transaksi makan hanyalah antara pedagang dan pembeli. Langsung. Mau delivery ataupun Dine-In, langsung!
Sebagai Pedagang, saya tidak memiliki masalah apapun. Normal saja. Biasa saja.
Tapi tiba-tiba, muncul GoFood diantara pedagang dan pembeli menjadi perantara.
Dan itulah yang sesungguhnya terjadi, GoFood adalah anak baru yang tiba2 muncul antara pedagang dan pembeli. Mirip seperti ormas pungli yang muncul antara kontraktor dan kliennya.
Tapi tentu saja dengan wajah ramah, mulut manis dan tampilan menawan.
GoFood mengenalkan teknologi baru dan bla bla bla.. Tapi intinya tetap sama. Ada pihak ketiga yang tiba-tiba muncul diantara pedagang dan pembeli. Dan seketika, rantai ekonomi bertambah satu.
Dan..
Sudah hukum alam, bertambahnya rantai ekonomi, akan bertambah pula biaya ekonomi. Akan ada satu pihak lagi yang akan memasang margin keuntungan.
Pertanyaannya, biaya ekonomi tambahan ini dibebankan ke siapa?
Idealnya, tentu dibebankan kepada pembeli karena sesungguhnya pembeli lah yang paling mendapatkan manfaat munculnya GoFood yaitu; kemudahan, kenyaman, gaya hidup, dan lain-lain.
Tapi kenyataannya, GoFood meminta 20% (18%) dari tiap nilai transaksi kepada pedagang!
Ya, ya..
Kalian akan bilang, kan GoFood tidak memaksa. Pedagang kan bisa saja menolak!
Dan di sinilah pepatah di awal tadi berlaku, “Jaman wes edan. Nek ora melu edan, ora keduman!”.
Mari kita runut pola-nya dan percaya atau tidak, mirip VOC ketika menguasai perdagangan Nusantara.
TAHAP 1
Ketika GoFood pertama kali muncul, tentu tidak ada satu pembeli pun yang terpikirkan untuk menggunakan jasa delivery GoFood.
Pikiran pertama yang muncul adalah, “Ngapain juga bayar tambahan biaya delivery yang mahal?”
Namun pembeli salah!
GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-“bakar” sampai pembeli sakaw.
Dan tahap pertama adalah, diskon besar2an hingga di-level yang tidak masuk akal!
Hingga pembeli berfikir, “Gila! Ngapain capek-capek beli ke warung kalo pake GoFood bisa dapat diskon makanan dan biaya antarnya gratis?”
Di tahap ini, GoFood mulai memasukkan semua warung-warung UMKM di segala penjuru ke dalam database aplikasinya tanpa sepengetahuan pedagang. Dan Pedagang juga tidak peduli.
Dan beberapa periode kemudian, muncul antrian jaket hijau di warung-warung memesan makanan delivery. GoFood menjadi viral karena banyak diskon.
Apakah ini artinya tambahan Omset bagi pedagang?
TIDAK!
Omset tetap sama. Hanya pembelinya saja berubah cara belinya.
TAHAP 2
Ketika GoFood sudah viral dan sudah menjadi hal umum di kalangan pembeli, maka GoFood pun mulai bergerilya ke pedagang-pedagang.
Mereka menawarkan kerjasama dengan menjadi Partner Resmi GoFood dengan biaya 20% komisi untuk GoFood.
Tentu saja para pedagang menolak mentah2. Ngapain harus ngeluarin 20%? Tanpa GoFood aja Omset kita baik2 aja!
Namun Pedagang salah!
GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-“bakar” sampai pembeli sakaw.
Di Tahap 2 ini, GoFood mengubah cara diskonnya. Diskon gila-gila an hanya diberikan untuk warung-warung yang menjadi Partner Resmi GoFood.
Pembeli yang sudah mabuk diskon, tidak lagi fanatik pada merek warung. Mereka fanatik pada diskon.
Dan tak lama kemudian, antrian jaket hijau di warung-warung yang menolak kerjasama GoFood tiba-tiba menghilang. Otomatis Omset akan langsung turun drastis!
Pada akhirnya, bisa ditebak! Persis seperti sebuah kerajaan di Nusantara yang menandatangani perjanjian dengan VOC, para pedagang UMKM akhirnya menandatangani kerjasama dengan GoFood.
Dan antiran jaket hijau kembali muncul. Omset kembali normal.
TAHAP 3
Apakah sudah selesai? Tentu belum! Operasi baru akan dimulai..
Setelah banyak warung-warung yang menjadi Partner GoFood dgn komisi 20%, GoFood pun mulai bergerilya lagi ke para pedagang.
Mereka menawarkan layanan iklan dan promo di Aplikasi GoFood sehingga warung akan lebih “terlihat” pembeli.
Tentu saja para pedagang menolak mentah-mentah. Ngapain ngeluarin duit lagi buat iklan dan promo? Tanpa iklan dan promo aja omset udah kembali normal!
Namun Pedagang salah!
GoFood adalah USAHA MODAL BESAR. Modalnya bisa di-“bakar” sampai pembeli sakaw.
Di tahap 3, GoFood mengubah cara diskonnya lagi. Kali ini, diskon gila-gila an diberikan kepada partner GoFood yang beriklan dan promo!
Pembeli yang mabuk diskon, sudah pasti membeli warung-warung yang beriklan dan promo.
Dan sekali lagi, antrian jaket hijau menghilang dan Omset sekali lagi merosot drastis.
Dan seperti DeJaVu, pedagang pun terpaksa beriklan dan ikut promo. Persis raja-raja Nusantara yang cuma bisa diam dengan semua aturan-aturan VOC.
TAHAP 4
Dan ketika GoFood sudah mencengkeramkan cakarnya di ekonomi masyarakat. Ketika pedagang sudah terbelenggu dan pembeli sudah mabuk kepayang, diskon pun dicabut pelan-pelan.
Bakar Modal mulai dikurangi.
Dan ketika ada pedagang ada yang ingin “memberontak”, cukup bakar modal sekali lagi, dan pedagang itu pun mati.
Dan itulah kisah bagaimana Warung kecil UMKM saya pun harus melompat naik ke gerbong GoFood dan terbelenggu diam saja mengikuti arah yang dipilih lokomotif kereta; GoFood.
Dan itulah bagaimana USAHA MODAL RAKSASA menguasai UMKM.
Keterangan:
Dikutip dari status miliknya Rahmad Ngarasan dengan melakukan sedikit revisi kata.
Comments are closed.