Perlukah Ustadz Abdul Somad Meminta Maaf?

Tadi pagi, di tempat tongkrongan driver online. Komunitas kami terbentuk dari berbagai etnis. Ada bermacam suku dan bermacam agama di dalamnya. Saat menunggu orderan masuk, sambil minum pagi. Seorang teman Nasrani berkata.

Image: PikiranLampung.Com

“Kena laporin juga UAS ya. Itulah, harusnya kita saling menjaga omongan. Jangan sampai menyinggung umat beragama. Akhirnya kena laporkan juga kan.”

Saya paham, maksud teman ini ingin mengajak diskusi atas permasalahan UAS. Sebagai umat kristiani, dia pasti merasa pilu atas perkataan UAS.

Sata letakkan hp dan mulai menanggapinya.

“Jadi, UAS salah menurut mu?”

“Jelas lah, perkataannya itu yang salah. Gak pantas seorang ulama memberikan kata2 seperti itu”

Saya memberikan ilustrasi pada dirinya. Misal, saya dan teman berbicara bahasa Minang. Dimana bahasa Minang itu, kamu mengerti artinya. Saat saya berkata “ciek, duo, tigo, Ampek dan limo…”, Kamu protes pada saya.

Kamu bilang, seharusnya bukan ciek. Tetapi Sada. Karena kamu orang Batak, kamu ingin saya ucapkan Sada pada hitungan angka 1 dalam bahasa Minang yang sedang saya komunikasikan dengan teman.

“Saya pancing logika kamu, kira-kira…permintaan kamu itu benar gak?”

Dia diam.

Ketika saya sedang berkomunikasi dengan teman saya yang orang Minang asli, lalu kamu menguping pembicaraan kami. Karena kamu tau artinya, kamu protes atas ucapan kami pada angka satu. Kamu minta di ucapkan dalam bahasa Batak. Logika gak..? Coba pakai logika kamu.

Dia jawab, “ya gak perlu juga saya protes. Kan kalian sama-sama orang minang. Suka-suka kalian lah mau omong apa…”

NAH…ITU JUGA YANG HARUS KAMU LAKUKAN ATAS PERKATAAN UAS.

Beliau berbicara pada umat muslim. Khusus pada umat muslim, membawa ajaran Islam. Walaupun kamu tau perkataan UAS melalui tayangan video atau kamu dengar sekalipun, kamu gak patut protes atas apa yang di katakan UAS. Karena konteks nya, beliau berbicara pada umat Islam di dalam pengajian. Dan pengajian itu, dasar perkataan beliau adalah Alquran dan al hadist.

“Saya sedang nonton TV, ketika ada acara siraman rohani agama Kristen. Saya matikan TV atau menukar ke Chanel yang lain. Saya gak mau denger, karena acara tersebut bukan untuk saya. Tetapi siraman rohani untuk agama Kristen. Demikian juga kamu kan? Ketika ada pengajian ustad di TV, apa kamu menontonnya sampai habis?” Tanya saya

“Ya enggak, sama juga kayak kamu. Pindah Chanel TV”

NAH…ITU TANDANYA KAMU BENAR.

Bagiku agamaku, bagimu agama mu. Itu yang kita lakukan sekarang. Kalau kamu berkata UAS salah karena melecehkan salib, tolong liat situasi dan kondisinya. Pada siapa UAS berkata seperti itu, dimana lokasinya kala beliau berkata itu.

Jika di ruang publik, seperti Ahok menistakan ayat Al Maidah. Boleh kamu protes dan laporkan UAS. Sejatinya, kami sudah mempunyai batasan-batasan agar umat lain tidak tersinggung kala mendengar secara langsung kajian ustad yang mengupas isi Alquran dan al hadist.

Video UAS di liat oleh orang yang KEPO. Dia klik sendiri, dia liat dan dengar sendiri dan dia marah. Kenapa di upload pada YouTube? Karena tujuan pengajian itu untuk umat Islam, agar umat Islam yang belum memahami bisa mendengar dan mengambil pelajaran. Ketika itu jadi masalah sama umat kristiani, saya jadi bertanya.

“Maksud kalian klik video itu dan menontonnya apa sebenarnya? Jika kalian ingin mencari kesalahan dengan bukti video. Yakinlah, bisa 1000 kesalahan UAS yang bisa kalian cari berdasarkan penilaian sebuah video di YouTube”

Karena tujuannya memang mencari kesalahan berdasarkan kebencian.

Jika memakai alur menonton TV siraman rohani yang di jelaskan di atas, saya yakin masalah UAS tidak akan mencuat seperti ini. Kami pun bisa berlaku sama, namun kami tidak pernah peduli atas perkataan pemuka agama kalian dalam khotbah pada jemaatnya.

Dia terdiam, panjang penglihatannya pada sosok gelas di atas meja. Saya yakin, dalam pikirannya sedang berperang atas apa yang selama ini dia pikirkan dan perkataan yang baru saja saya sampaikan.

“Gimana bro, bener gak ucapan saya?” Saya tepuk punggungnya.

“Bro, dalam agama kami kamu adalah kafir. Dalam pertemanan kita, apakah pernah kamu saya panggil kafir…? Demikian juga kamu, gak pernah memanggil saya sebagai domba tersesat. Itu tandanya, selama ini kita baik-baik saja menjalani peran masing2. Karena ulah oknum yang memanasi, membuat kamu dan oknum2 yang awalnya sama pemikiran dengan kamu menjadi agresif atas perkataan UAS”

Dia tersenyum, “bener ya kata mereka (temen satu pangkalan driver), kalau ngomong sama kamu itu harus siapkan pemikiran yang panjang. Kalau pikiran pendek, bisa abis orang kamu buat..”

Obrolan kami ini, di dengar beberapa teman yang sama duduk. Mendengar perkataan dia, kami semua tertawa.

“Jangan nilai saya dari apa yang kamu gak suka brader. Nilai saya atas apa yang saya katakan. Kalau kamu anggap benar, tolong sampaikan sama teman-teman kamu yang marah pada UAS. Semoga mereka paham dan bisa menularkan pemikiran pada yang lainnya juga.”

Ketika ada teman yang bertengkar, terkadang kita memisahkan dengan cara yang salah. Kita malah memegangi teman kita, dan membiarkan lawan teman tanpa pengawalan.

Yang seharusnya kita pegang, adalah lawan teman kita. Karena saat teman kita pegang agar jangan melayangkan pukulan, kita gak tau bahwa lawan mempunyai kesempatan melayangkan pukulan pada si teman yang pegangi dengan kuat.

Kalau kita memegang lawan, kita percaya pada teman tidak akan melayangkan pukulan padanya. Sembari kita pegang lawan, kita sisipkan kata-kata penjelasan agar emosi mereka turun.

“JANGAN MEMEGANG LAWAN, LALU KITA MEMINTA MAAF ATAS PERLAKUAN TEMAN YANG MEMBUAT LAWAN TADI TERSINGGUNG.”

Karena kita sendiri belum menyadari titik permasalahan nya. Sudut pandang kita bisa berbeda dengan si teman. Yang harus kita lakukan adalah merangkul lawan, memberikan mereka penjelasan agar emosi mereka bisa tenang. Dan bisa duduk bersama dengan kepala dingin.
.
.
Jadi buat para ahli GEOPOLITIK atau ahli tata krama yang selalu menuntut kesabaran. Tolong fokus kalian jangan pada kami, fokuslah pada mereka yang lagi emosi. Dan jangan juga kalian berlaku bijak MEMINTA MAAF atas nama UAS.

Jangan pegangi kami, karena saat kami kalian pegang, mereka mendapatkan kesempatan untuk terus memukul dengan opini2 fitnah tanpa ada bantahan. Sama saja memberikan panggung atas informasi yang tidak benar.

Pegang mereka, berikan mereka ketenangan. Karena merekalah yang emosi atas perkataan UAS. Beri masukan dan juga penjelasan agar mereka memahami konteks permasalahan ini. Jangan sampai, emosi mereka di manfaatkan pihak lain untuk terus menyebar kebencian dan adu domba.

Dan itulah yang saya lakukan pada teman kristiani tadi. Saya pegangi dia, saya rangkul dia dan berikan penjelasan hingga dia mengerti. Atas apa yang kami diskusikan tadi, berharap dirinya bisa menyampaikan hal sama pada teman-teman krsitennya.

Saya tidak mencoba Bijak pada dirinya dengan meminta maaf. Karena UAS sendiri saja sudah memberikan klarifikasi atas ucapan itu.

“Sehebat apa diri kita hingga bisa meminta maaf atas nama beliau?”

Kita mempunyai banyak teman kristiani. Teman lama, teman baru dan teman yang baru pertama bersua sekalipun. Mengapa kita bisa bertahan berteman dengan mereka? Karena mereka adalah teman2 pilihan yang bisa kita ajak diskusi. Gunakan pertemanan itu untuk menjelaskan semuanya.

Saya percaya, teman kristiani saya adalah orang2 berjiwa besar dan tidak bersumbu pendek. Kita berbicara bersama, tertawa bersama dan mengeluh bersama adalah bukti bahwa hubungan yang kita jalin itu baik-baik saja tanpa menyinggung apa agamamu, dan apa makanan haram mu.

Jadi mohon maaf, apabila saya mempunyai pendapat bahwa UAS tidak perlu meminta maaf. Apapun yang terjadi, kita memang tidak berada dalam satu iman. Tapi percayalah, kita bersaudara dalam satu ciptaan Tuhan.

Lakum Diinukum Wa Liya Diin…

Untukmu agamamu, untuk ku agama ku.

Sumber: Budi Setiawan

Link Facebook:

  • https://www.facebook.com/photo.php?fbid=10215823580763750&set=a.3725519897862&type=3&theater

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More