Akses Medsos Dibatasi, Membuka Celah Akses Konten Negatif Menggunakan VPN
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudiantara, dan Menko Polhukam, Wiranto, mengumumkan pembatasan penggunaan media sosial dilakukan bertahap pada sebagian media sosial. Langkah pembatasan akses ini dilakukan pada saat terjadi aksi unjuk rasa di Bawaslu dan beberapa tempat di Jakarta yang menolak hasil Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2019.
Penulis: Zainal Abidin Ridwan (Relawan TIK Sulsel)
“Pembatasan unggah dan unduh foto dan video ini dilakukan untuk memperlambat penyebaran hoaks dari foto dan video. Sebab, penyebaran hoaks lewat foto dan video dianggap sangat cepat memengaruhi emosi seseorang,” begitu kata Rudiantara saat jumpa pers, Rabu (22/05/2019).
Sejumlah pihak menolak keputusan tersebut, terutama mereka yang selama ini sangat tergantung pada penggunaan media sosial untuk kepentingan tertentu. Mereka bersuara bahwa kebijakan tersebut tidak sesuai amanah Undang-Undang Dasar 1945 pasal 28 F.
Pasal 28F berbunyi,” Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.”.
Akses Medsos Dibatasi
Alasan lainnya, dalam kaitan dengan kegiatan berekspresi, tidak semua konten yang ada di internet memiliki nilai negatif. Bahkan banyak nilai positif dan konstruktif dalam membangun potensi individu, masyarakat maupun negara. Ketika ada pembatasan atau pemblokiran media sosial, maka dikhawatirkan masyarakat tidak bisa lagi mengakses konten positif untuk pengembangan potensi mereka.
Pasca pengumuman pembatasan akses media sosial, ada yang mengeluh dan mencaci kebijakan ini di beranda masing-masing. Namun ada pula yang tetap aman berselancar di dunia maya tanpa mengeluh sedikit pun. Mereka yang nyaman-nyaman saja ber-media sosial ini sebagian besar menggunakan jalur khusus, salah satunya teknologi bernama VPN atau Virtual Private Network.
Ketika pemerintah melakukan pembatasan untuk mengakses media sosial, seketika terjadi ‘pemberontakan’ oleh warga dunia maya. Beberapa bahkan mengunggah status yang isinya hujatan kepada pemerintah yang membatasi warganya untuk mendapatkan dan mengolah informasi. Pemilik akun media sosial meradang.
Namun keluhan pembatasan akses ini tidak berlaku bagi mereka yang sudah melek teknologi. Mereka yang sudah melek pasti menggunakan jalur khusus atau bypass untuk dapat mengakses media sosial atau konten lainnya di internet. Salah satu opsinya adalah penggunaan Virtual Private Network atau VPN.
Kelebihan dan Kekurangan VPN
VPN bagi pegiat atau praktisi teknologi informasi dan komunikasi bukanlah barang baru. Pun demikian dengan sebagian besar perusahaan yang selalu bergelut dengan data, mereka menggunaan VPN. VPN ini sering digunakan oleh perusahaan untuk menjaga kerahasiaan data atau informasi penting yang dimiliki perusahaan tersebut, selain karena penggunaannya mudah, biaya yang dikeluarkan pun tidak begitu besar.
Nah, penggunaan VPN inilah yang viral di media sosial pada 22 Mei 2019 atau pasca pemerintah mengumumkan pembatasan mengakses media sosial. Secara serempak muncul ajakan berjamaah di media sosial untuk menggunakan VPN. Entah siapa yang memulai. Namun ajakan ini sangat berisiko karena tidak disertai edukasi tentang plus minus penggunaan VPN.
Terkait VPN, Pengurus Pusat Relawan Teknologi Informasi dan Komunikasi (RTIK), Rinda Cahyana, menjelaskan bahwa VPN memang selama ini bermanfaat terutama untuk menjaga kerahasiaan data dan informasi saat terjadi lalu lintas data. Hanya saja VPN client ini dapat membuka akses menuju konten negatif.
VPN Membuka Akses Konten Negatif
Beberapa situs web yang diblokir karena mengandung konten negatif, ungkapnya, menjadi bisa diakses dengan menggunakan VPN client. Namun kata Rinda, mengunduh situs web dan konten yang negatif seperti pornografi, judi, dan lain sebagainya merupakan ancaman nyata terhadap emas digital (data atau berkas,red) karena di dalamnya seringkali mengandung virus atau mallware.
“Saya agak ngeri menyampaikan fakta bahwa VPN client ini bisa dipakai untuk akses konten negatif yang terblokir. Tapi tanpa diberi tahu saya yakin masyarakat akan tahu dengan sendirinya. Olehnya itu kita yang punya kewajiban untuk mengingatkan bahaya konten negatif harus menyampaikan bahaya VPN client bagi diri sendiri dan orang lain di tangan pengguna yang tidak bijak,” ungkap Rinda Cahyana, yang juga tenaga pengajar di STT Garut, Jawa Barat.
“Zaman dulu ada kepercayaan di kalangan para pengguna komputer, siapa saja yang mengakses dan menyimpan unduhan konten pornografi di dalam komputernya akan mengalami kerusakan komputer beberapa hari kemudian yang menyebabkan hilangnya data penting. Hal tersebut masih berlaku sampai sekarang.
Oleh karenanya cukupkan pemanfaatan VPN client hanya untuk mengakses situs web dan konten produktif, jangan dipakai untuk mengakses situs web dan konten negatif, karena akses tersebut bisa merugikan dirimu dan orang lain,” pungkasnya.
VPN Membuka Akses Pencurian Data
Potensi lain yang mengancam jika menggunakan VPN tanpa disertai pengetahuan yang memadai oleh penggunannya adalah pencurian data. Seperti dikutip dari tribunnews.com, risiko pencurian data tersebut akan bertambah besar bila menggunakan VPN yang tidak dipercaya. Data yang potensi dicuri bisa meliputi nama pengguna, alamat, username, password, dan data penting lainnya.
Ancaman lainnya adalah kebocoran alamat IP. VPN merupakan sebuah terowongan “rahasia” yang digunakan untuk sampai ke tujuan, yaitu internet. Namun, sejumlah layanan VPN memiliki jalur rahasia yang mempunyai banyak lubang. Lubang tersebut memperbesar kemungkinan untuk pencurian data hingga kebocoran alamat IP. (ZA)