Hanya bisa tersenyum kecil ketika melihat para netizen riuh berkomentar mengenai pemadaman listrik yang dialami selama hampir seharian kemarin. Ada yang statusnya menggunakan bahasa bijak, ada yang lempeng wae, dan ada yang ngedumel gak karuan. Kalau baru sekali aja kejadiannya udah kondisinya riuh seperti ini, bagaimana jika kondisinya dialami setiap hari seperti apa yang kami alami di Kalimantan ya.
Mati listrik, sebuah kondisi dimana pasokan listrik dari PLN tidak bisa dialiri ke rumah para konsumen dikarenakan berbagai macam hal. Umumnya sih alasannya kendala teknis, seperti: terkena tali kawat layangan, efisiensi mesin dan peralatan, dan insiden kerusakan lainnya.
Memang bagi para netizen yang berasal dari kawasan ibukota negara Indonesia (katanya ga lama lagi bakalan dipindah ke Kalimantan), kondisi mati listrik ini menjadi satu momok yang cukup menakutkan karena mereka selama ini sudah sangat tergantung dengan pasokan listrik dari PLN yang notabene adalah satu-satunya perusahaan BUMN yang memegang hak kuasa penuh atas pemenuhan kebutuhan energi listrik di seluruh wilayah Indonesia.
Jakarta Mati Listrik
Sangat bergantungnya warga Ibukota dengan pasokan listrik dapat tergambar dari kalimat-kalimat mereka di halaman media sosialnya, sepertinya mereka baru merasakan bagaimana kami yang tinggal di Pulau Kalimantan harus mengalami pemadaman listrik hampir setiap hari baik itu yang terencana maupun dadakan dalam kurun waktu dan timing yang bervariasi. Bagi kami hal ini sudah biasa.
Melihat status dari salah seorang sahabat yang dulunya tumbuh dan besar di kawasan pinggir Sungai Kapuas, Pontianak, Kalimantan Barat, dimana untuk saat sekarang ini Beliau sudah resmi menjadi warga Ibukota, bahasanya cukup menggelitik. Mau tahu siapa dia??? Langsung aja klik profil facebook miliknya Emma Lafiana.
Dalam salah satu status yang dipublikasikan di media sosialnya pada hari Minggu (04/08/2019, Kak Emma, demikian Blogger Borneo akrab memanggilnya, membuat sebuah tulisan yang cukup bagus terkait kondisi mati listrik di Jakarta. Satu kenangan diungkapkan ketika Beliau masih tinggal di Pontianak kota tercinta. Secara lengkap, status Beliau ditulis ulang dibawah ini dengan mengalami beberapa penyesuaian kalimat.
=====================================================
Ngobrol dengan anak-anak saat gak ada listrik dan wifi ditambah air, berasa kembali ke kampung halaman.
Pontianak, kota yang hari-harinya selalu mati lampu. Gak peduli Maghrib, apalagi saat Ramadhan. Begitu mau berbuka, listrik pun padam. Begitu mau sahur, listrik pun masih padam. Akhirnya karena terbiasa dipadamkan menjadi kekuatan. Iya kuat ngadepin kenyataan… ?
Begitulah kemarin, sambil bercerita pengalaman dulu dulu saat masih di Pontianak. Enaknya rumah nenek kami di tepian sungai Kapuas. Kalo air ledeng gak ngalir-ngalir ke rumah, kami terbiasa tak pakai air ledeng/PDAM. Kami terbiasa mandi nyebur, terjun, berenang, nyulur di sungai. Minum dan masak masyarakat Pontianak biasa pakai air hujan. Makanya di rumah-rumah selalu ada tempayan besar besar untuk menampung air hujan.
Karena sudah pernah merasakan pemadaman listrik di Pontianak maka tak terlalu mengejutkan saat pemadaman total se Jakarta kemarin. Hanya yang agak terasa susah karena persediaan air. Di Jakarta orang-orang tak biasa menyimpan tempayan atau tong-tong besar. Selama ini air sangat lancar dan warna airnya juga putih bersih sehingga bisa buat masak dan sebagainya. Sebab listrik mati, airnya jadi gak ngalir. Akhirnya alhamdulillah masih ada air galon pengganti air ledeng ? buat MCK dan berwudhu.
Tapi bagi masyarakat yang tak biasa dengan keadaan ini memang menjadi penderitaan sebentar buat mereka. Apalagi kalo ada anak bayi, orang tua yang sedang sakit, rumah sakit, yang mau operasi, melahirkan, juga orang-orang yang sedang dalam perjalanan di kereta api. Mendadak kereta tak berjalan sedangkan mereka masih berada di dalam kereta. Terus mau kemana jika keretanya berada di atas. Loncat turun gitu?
Alhamdulillah Gubernur Jakarta cepat mengantisipasi mengevakuasi mereka yang terjebak di kereta-kereta ini. Itulah bedanya kota metropolitan dengan kota di daerah. Di kota semua moda sebagian besar menggunakan listrik. Busway walau gak pakai listrik tapi saat mau keluar masuk kan sistem otomatis harus ON. Bisa masuk gak bisa keluar. Yang sedang di luar tambah gak bisa keluar. Akhirnya turun di tengah jalan akhirnya naik kendaraan lain yang tersedia walau harus sambung menyambung untuk bisa ke tujuan.
Sekarang bagaimana dengan wahana seperti di Ancol dan sebagainya. Kereta gantung, jet coaster jika listrik padam semua, cadangan gak ada. Mesin ATM aja hampir semua mati gak bisa digunakan. Begitupun transaksi online, TIKI, Alfa, apalagi Grab dan Gojek. Padahal kami dah siap pakai taxi atau bajaj jika pagi ini masih tak berfungsi semua untuk berangkat sekolah/kerja. Alhamdulillah hanya beberapa jam pas di hari minggu, gak kebayang yang sedang ada hajatan, nikahan, lahiran, dan lain sebagainya.
Terbiasa dalam keadaan serba kurang, serba terbatas sebetulnya itu yang bikin jadi kuat. Dimanja teknologi, kemudahan bisa menjadi kuat juga bisa merapuhkan seseorang. Semua akan merasakan itu kecuali orang-orang yang tak mau belajar menyesuaikan keadaan. Ada yang butuh waktu lama utk segera sadar dan menyesuaikan, ada yang cepat merespon keadaan semua memang perlu pembelajaran sebagai penyeimbang kehidupan.
Kembali lagi, hidup di dunia ini melenakan. Yang bersusah payah terlena dengan kekurangan akhirnya menjadi orang tak biasa bersyukur. Orang yg terbiasa mudah dan gampang dalam hidup, akan terlena dengan dunia yang menggiurkan. Sehingga mudah mencela yang sedang susah, meremehkan orang lain akhirnya lupa dengan bersyukur atas kehidupannya saat ini. Lebih baik belajar bersyukur saat sempit, saat susah, saat terhina, saat dihina, saat dipuji, saat disanjung, saat menyenangkan saat kelapangan..
Alhamdulilah Alaa Kuli Hall
Tak ada episode hidup yang bukan dalam perencanaan Allah..
Sejauh ini jika tak bisa merasakan ada rencana Allah dalam kehidupannya, sungguh dia orang yang tak pandai bersyukur dan tak pandai membaca hikmah…
Barakallah…
Enaknye Izha Waqoatil Waqiah
=====================================================
Alhamdulillah di sore harinya, beberapa diantara para netizen sudah mengucapkan syukur karena listrik sudah menyala kembali seperti biasa. Mereka pun turut mengucapkan terima kasih kepada PLN karena telah berjibaku maksimal demi membuat listrik dapat menerangi ibukota kembali. Tapi mereka lupa mengucapkan terima kasih kepada Pulau Kalimantan karena selama ini pasokan batu bara yang menjadi bahan bakar utama mesin penggerak PLN diambil dari Tanah Kalimantan.
Semoga dengan kejadian ini dapat memberikan pelajaran bagi para netizen yang selama ini merasa sombong namun terlihat sotoy karena telah menganggap Pulau Kalimantan adalah pulau terbelakang. (DW)