Sejarah Tahun Baru Masehi Menurut The World Book Encyclopedia

Image: Suara.Com

Terompet, topi kerucut, petasan, aksi konvoi keliling kota dengan memakai kendaraan yang knalpotnya kebetulan suaranya “dipecah” hingga memekakkan telinga, hampir-hampir menjadi “menu rutin” malam pergantian tahun.

Sejarah Tahun Baru Masehi

Kalau mau jujur, ternyata yang merayakan perayaan Tahun Baru dengan penuh suka cita adalah kebanyakan dari saudara kita juga.

Ini dikarenakan acara tahun baruan sudah menjadi budaya yang lazim diperingati oleh siapa saja, termasuk oleh kaum Muslimin.

Perayaan Tahun Baru menjadi rutinitas masyarakat umum tak hanya di Indonesia tapi di seluruh dunia dan bahkan di negeri-negeri Muslim.

Namun sesungguhnya umat Islam sudah tertipu. Kali ini kita akan membahas masalah tahun baru, terompet dan topi kerucut serta kaitannya dengan budaya pagan, budaya kafir.

“Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka.” (Hadits Riwayat Abu Dawud)

Asal muasal dari perayaanTahun Baru Masehi ini sangat penting untuk kita ketahui. Mengapa harus 1 Januari? Dan budaya dari kaum apakah perayaan tersebut?

Hal itu dimaksudkan agar kita tidak terjebak oleh ketidaktahuan kita yang akan menyebabkan kita terlempar ke dalam kesesatan.Sejarah Tahun Baru 1 Januari.

Jika kita buka The World Book Encyclopedia tahun 1984, volume 14, halaman 237 tentang Tahun Baru, dikatakan: “Penguasa Romawi Julius Caesar menetapkan 1 Januari sebagai hari permulaan tahun baru semenjak abad ke 46 SM.

Sosok Dewa Janus

Orang Romawi mempersembahkan hari ini (1 Januari) kepada Janus, dewa segala gerbang, pintu-pintu, dan permulaan (waktu).

Baca Juga:  Siaran Pers Kementerian Agama Mengenai Tragedi Mina 2015

Bulan Januari diambil dari nama Janus sendiri, yaitu dewa yang memiliki dua wajah, sebuah wajahnya menghadap ke (masa) depan dan sebuahnya lagi menghadap ke (masa) lalu.

“Siapa sosok Dewa Janus? Dalam mitologi Romawi Dewa Janus adalah sesembahan kaum Pagan Romawi, dan pada peradaban sebelumnya di Yunani telah disembah sosok yang sama bernama Dewa Chronos.

Kaum Pagan, atau dalam bahasa kita disebut kaum kafir penyembah berhala, hingga kini biasa memasukkan budaya mereka ke dalam budaya kaum lainnya, sehingga terkadang tanpa sadar kita mengikuti mereka.

Sejarah pelestarian budaya Pagan (penyembahan berhala) sudah ada semenjak zaman Hermaic (3600 SM) di Yunani, dan dikawal oleh sebuah persaudaraan rahasia yang disebut sebagai Freemasons.

Freemasons sendiri adalah kaum yang memiliki misi untuk melenyapkan ajaran para Nabi dari dunia ini.

Workshop Digital Marketing untuk Lembaga Pendidikan 2024

Winter Soltice Day

Bulan Januari (bulannya Janus) juga ditetapkan setelah Desember dikarenakan Desember adalah pusat Winter Soltice, yaitu hari-hari kaum pagan penyembah matahari merayakan ritual mereka saat musim dingin.

Puncak Winter Soltice jatuh pada tanggal 25 Desember, dan inilah salah satu dari sekian banyak pengaruh Pagan pada budaya Kristen selain penggunaan lambang salib.

Tanggal 1 Januari sendiri adalah seminggu setelah pertengahan Winter Soltice, yang juga termasuk dalam bagian ritual dan perayaan Winter Soltice dalam Paganisme.

Kaum Pagan sendiri biasa merayakan tahun baru mereka (atau Hari Janus) dengan mengitari api unggun, menyalakan kembang api, dan bernyanyi bersama.

Kaum Pagan di beberapa tempat di Eropa juga menandainya dengan memukul lonceng atau meniup terompet.

Baca Juga:  Mercedes-Benz Mobil Mewah Terbaik Indonesia

Terompet Yahudi

Masyarakat pagan kuno mempercayai tiap 2150 tahun akan terjadi perubahan era. Era Taurus terjadi pada 3400 SM hingga 2150 SM. Era Taurus disimbolkan dengan kerbau/sapi.

Menurut Bibel, Perjanjian Lama di tahun inilah terjadi penyembahan kerbau/sapi oleh umat Nabi Musa. Dan masa penyembahan tersebut berakhir ketika memasuki masa era Aries 2150 SM hingga 1 Masehi.

Aries disimbolkan dengan seekor domba dengan tanduk melintir. Karena itulah hingga saat ini umat Yahudi ortodoks memelihara kuncir di camping telinga yang menyerupai tanduk melintir dan mereka juga menggunakan terompet berbentuk tanduk domba.

Budaya tiup terompet ini diikuti dari budaya Yahudi “Rosh Hashanah” (bahasa Ibrani: ראש השנה) atau tahun baru dalam penanggalan Yahudi.

Dahulu kaum muslimin saat datang ke Madinah, mereka berkumpul seraya memperkirakan waktu sholat yang (saat itu) belum di-adzani.

Di suatu hari, mereka pun berbincang-bincang tentang hal itu. Sebagian orang diantara mereka berkomentar, “Buat saja lonceng seperti lonceng orang-orang Nashoro”.

Sedangkan sebagian lagi berkata, “Bahkan buat saja terompet seperti terompet kaum Yahudi”. Umar pun berkata, “Mengapa kalian tak mengutus seseorang untuk memanggil (manusia) untuk sholat”.

Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Wahai Bilal, bangkitlah lalu panggillah (manusia) untuk sholat”. [HR. Al-Bukhoriy (604) dan Muslim (377)]

Topi Kerucut

Sebagaimana yang telah saya tulis dalam buku Menyingkap Fitnah & Teror. Topi kerucut mempunyai Sejarah yang bermula pada masa Muslim Andalusia.

Baca Juga:  Aturan Hukum Kratom Permenkes Nomor 44 Tahun 2019, Kratom Tidak Masuk Kategori Narkotika

Saat itu terjadi pembantaian Muslim Andalusia yang dilakukan oleh Raja Ferdinand dan Ratu Isabela yang dikenal dengan peristiwa Inkuisisi Spanyol.

Inkuisisi dimulai semenjak tahun 1492 dikeluarkannya Dekrit Alhambra yang mengharuskan semua non-Kristen untuk keluar dari Spanyol atau memeluk Kristen.

Muslim yang memilih tetap tinggal dilumpuhkan secara ekonomi dan diisolasi dalam kampung-kampung tertutup yang disebut Gheto untuk memudahkan pengawasan terhadap aktifitas Muslim.

Tidak cukup hanya diisolasi, tapi Muslim Andalusia harus menggunakan pakaian khusus berupa rompi dan topi kerucut yang disebut Sanbenito.

Maka untuk membedakan mana yang sudah murtad dan mana yang belum adalah ketika seorang muslim menggunakan baju seragam dan topi berbentuk kerucut dengan nama Sanbenito.

Jadi, Sanbenito adalah sebuah tanda berupa pakaian khusus untuk membedakan mana yang sudah di-converso (murtad) dan mengikuti agama Ratu Isabela.

Topi itu digunakan saat keluar rumah, termasuk ketika ke pasar. Dengan menggunakan sanbenito, mereka aman dan tidak dibunuh.

Ketika orang Barat menggunakan topi ini dalam pesta-pesta mereka, sejatinya mereka merayakan kemenangan atas jatuhnya Muslim Andalusia dan keberhasilan Inkuisisi Spanyol.

Masa demi masa berlalu topi kerucut ini kemudian menjadi budaya yang digunakan oleh umat Islam dalam merayakan tahun baru masehi dan ulang tahun.Masih mau merayakan Tahun Baru?

Sumber: Hj. Irena Handono

Disadur dari Status Facebook Erna Kusumawati

Artikel Lainnya

Comments are closed.

This website uses cookies to improve your experience. We'll assume you're ok with this, but you can opt-out if you wish. Accept Read More