Sebuah berita mengejutkan saya ketahui dari media online yang ada bahwa salah satu Tenaga Kerja Wanita (TKW) kita bernama Ruyati binti Sapudi (54 tahun) pada hari Sabtu, 18 Juni 2011 telah menjalani eksekusi hukuman pancung di Saudi Arabia. Tiada kata yang dapat diucapkan selain turut berduka yang sedalam-dalamnya atas kembali meninggalnya pahlawan devisa Indonesia di negeri seberang. Mungkin Ruyati adalah salah satu dari sekian banyak TKI maupun TKW yang menjadi korban keganasan para majikannya. Upaya bela diri yang dilakukan pun dianggap sebagai sebuah tindakan melanggar hukum dan eksekusi pancung tetap akan menanti mereka jika pada akhirnya mereka harus membunuh para penganiayanya. Sungguh tragis memang, harus rela mati berkalang tanah daripada hidup menahan siksa dan derita. Itulah kondisi yang harus diterima oleh para pahlawan devisa Indonesia saat ini, pemerintah berkuasa yang diharapkan dapat membela para warga negaranya pun tidak dapat melakukan apa-apa. Hanya mampu bernegoisasi dan berupaya damai, namun tetap saja pada akhirnya eksekusi harus dijalani.
Menurut informasi yang diberikan oleh DetikNews melalui salah satu tulisannya yang berjudul Kronologi Pemancungan Ruyati, untuk tahun 2011 ini saja pemerintah Saudi Arabia telah mengeksekusi sekitar 28 orang TKI dan TKW yang terindikasi bersalah secara hukum. Sebuah angka yang cukup fantastis menurut saya, ternyata untuk menjadi seorang TKI dan TKW nyawa yang menjadi pertaruhan. Apa tidak ada keringanan hukum bagi mereka sehingga eksekusi mati tetap harus mereka jalani, apa mereka juga harus mati demi menjaga kehormatan dan harga diri mereka. Hanya jasad mereka sendiri yang dapat menjawabnya.
Sepertinya apa yang telah dialami oleh Ruyati ini sangat bertolak belakang dengan apa yang dialami oleh Presiden SBY pada saat Konferensi Buruh Internasional dilaksanakan empat hari sebelumnya. Standing applause yang diperoleh Presiden SBY ketika berpidato mengenai konsep 6 Program Prioritas Indonesia dalam Menangani Masalah Perburuhan pada 14 Juni 2011 lalu ternyata harus disambut dingin dengan tebasan pisau di leher Ruyati empat hari kemudian. Innalillahi Wa Inna Illahi Roji’un… Hanya itu yang bisa saya ucapkan saat ini dan tulisan ini khusus dibuat untuk menunjukkan rasa simpatik saya kepada Ruyati dan pahlawan-pahlawan devisa lain yang telah tereksekusi. Semoga semua amal ibadahnya diterima Allah STW. Aminn… (DW)