Gara-gara Nila Setitik Rusak Susu Se-Malinda
Judul diatas saya kutip dari tulisan CEO PLN Bapak Dahlan Iskan yang dimuat dalam harian Pontianak Post per tanggal 11 April 2011 dengan judul Geotermal; Gara-gara Nila Setitik Rusa Susu Se-Malinda. Kebetulan tulisan ini ada terposting juga di blog miliknya Bapak Dahlan Iskan. Sebuah judul yang menarik menurut saya, dan karena tema pembahasan yang dibawakan di tulisan tersebut adalah mengenai konsep geotermal maka dikesempatan ini saya juga akan menulis dengan judul yang sama. Hanya saja disini saya akan melihat dari sudut pandang yang berbeda yaitu mengenai tingkat kepercayaan masyarakat yang semakin menurun terhadap Citibank dan juga pada bank-bank besar lainnya di Indonesia. Sebelumnya saya mohon ijin kepada pihak-pihak yang berkepentingan disini karena telah mengutip salah satu judul tulisannya.
Belakangan ini kita dikejutkan dengan dua kasus besar yang telah menyeret pihak Citibank yaitu: kasus penyelewengan dana nasabah miliaran rupiah yang dilakukan oleh salah seorang oknum stafnya yaitu Malinda Dee dan kasus terbunuhnya Sekretaris Jenderal Partai Pemersatu Bangsa (PPB) yaitu Irzen Octa akibat ulah dept collector nya yang telah melakukan tindakan interogasi dan penyiksaan secara berlebihan. Tanda tanya besar muncul begitu kedua kasus ini mencuat ke permukaan. Selama ini kita melihat Citibank sebagai salah satu bank yang cukup terkemuka di Indonesia, namun sejak adanya kasus-kasus tersebut masyarakat mulai berpikir dua kali untuk memilih Citibank sebagai tempat mereka menyimpan semua dana yang ada.
Mungkin apa yang terjadi pada Citibank saat ini secara tidak langsung akan berdampak pada bank-bank lain yang ada di Indonesia. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh pihak internal dalam kasus Malinda Dee maupun pengawasan yang dilakukan oleh pihak eksternal (pemerintah) dalam kasus Irzen Octa telah menjadi cermin bahwa kemungkinan terjadinya kasus-kasus serupa di bank-bank lain masih cukup terbuka lebar. Terkadang lucu juga, dikala bank-bank menawarkan salah satu produknya yaitu Credit Card mereka akan terlihat sangat “manis” dan “menyenangkan”. Tidak akan bermasalah dengan kelengkapan dokumen yang harus dipenuhi karena semua syarat tersebut hanyalah bersifat formalitas saja, intinya approve dulu urusan mampu bayar atau tidak itu belakangan. Sekali si nasabah tidak mampu untuk membayar tunggakannya, nyawa yang harus menjadi taruhannya. Benar-benar ironis…
Dari peristiwa ini sebenarnya sudah dapat diambil satu kesimpulan mengenai langkah apa yang harus diambil agar kedepannya kasus-kasus seperti ini tidak akan terjadi lagi. Untuk kasus Malinda Dee, bisa dimaklumi bahwa pihak Citibank telah kecolongan dengan tindak tanduknya selama “beroperasi” disana. Dari sini perlu dilakukan penyempurnaan Standar Operasional Perusahaan (SOP) dalam hal otoritas kewenangan setiap staf-staf yang bekerja disana. Sedangkan untuk kasus Irzen Octa, saya tidak dapat berkomentar banyak. Mungkin dari pihak Citibank tetap akan melakukan tindakan pembelaan diri dan menyatakan tidak bersalah atas peristiwa terbunuhnya Sekjen PPB. Menurut mereka, pihak dept collector yang mereka bayar bersifat outsourcing dan tidak mengikat langsung kepada perusahaan sehingga segala resiko yang timbul akibat perbuatan dept collector tersebut berada diluar tanggung jawab dan kewenangan pihak Citibank.
Memang kalau dilihat secara sistematis, apa yang dikatakan oleh pihak Citibank tersebut benar adanya. Namun jika sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang kemanusiaan, saya yakin peristiwa yang menimpa Irzen Octa tidak akan terjadi. Masa melihat nasabahnya disiksa seperti itu pihak Citibank hanya diam saja, bukannya itu malah akan menunjukkan bahwa tindakan penyiksaan yang dilakukan oleh dept collector tersebut telah mendapat “restu” dari mereka. Kalau seperti itu kasusnya siapa sebenarnya pihak yang harus dipersalahkan??? Yang pasti gara-gara nila setitik rusak susu se-malinda. Hehehe… (DW)