Kasus Pertama di Kalbar, Oknum Dekan Dijerat UU ITE
Mulutmu harimaumu, istilah ini sepertinya sudah cukup didengar di dunia nyata maupun dunia maya. Namun entah kenapa, masih saja ada orang-orang yang tidak peduli dengan istilah ini sehingga dalam berinteraksi dan berkomunikasi terutama di media sosial mereka dengan “seenaknya” membuat status dan komentar yang secara langsung memojokkan orang lain. Mereka tidak sadar bahwa status dan komentar “negatif” tersebut dapat berimbas buruk pada dirinya. Kondisi terburuk yang terjadi adalah UU ITE beraksi dan mereka ditangkap karena telah dianggap melakukan PENCEMARAN NAMA BAIK. Hhhmmm…
BACA JUGA : UNDANG-UNDANG ITE NOMOR 11 TAHUN 2008
Satu kasus terbaru mengenai UU ITE ini datang dari kota Pontianak, Kalimantan Barat. Menurut informasi yang Blogger Borneo baca di harian Tribun Pontianak (13/12/204) bahwa seorang alumni berinisial YMM melaporkan dekan salah satu fakultas di STKIP PGRI Pontianak berinisial MF karena telah dianggap melakukan pencemaran nama baik dirinya melalui salah satu jejaring media sosial Facebook. Kebetulan Blogger Borneo mengenal pihak yang melaporkan dekan tersebut, dirinya merupakan alumni PPKn di STKIP PGRI Pontianak.
Dari dua tampilan screenshot yang diberikan langsung pihak pelapor kepada Blogger Borneo, dapat dilihat secara jelas bahwa oknum dekan yang dilaporkan membuat sebuah statement bersifat menuduh atau menjustifikasi pelapor sebagai pencuri dari handycam yang hilang 4 tahun lalu.
BACA JUGA : PERBUATAN-PERBUATAN YANG TERMASUK TINDAKAN PENCEMARAN NAMA BAIK
Menurut Blogger Borneo pribadi, apabila ingin menuduh seseorang telah melakukan tindakan kriminal seperti mencuri haruslah disertai dengan bukti yang kuat karena bagaimanapun juga hukum di Indonesia menganut asas praduga tidak bersalah. Jadi bagi para pengguna media sosial di Indonesia haruslah berhati-hati dan berpikir matang sebelum mempublikasikan sebuah statement yang bersifat menjustifikasi seseorang di ranah publik seperti Facebook, Twitter, dan lain sebagainya.
Sebenarnya tidak akan menjadi masalah jika pihak yang “dituduhkan” tidak melaporkan masalah ini ke kepolisian. Akan tetapi jika kondisinya seperti ini dimana yang bersangkutan merasa tidak terima dengan statement tersebut maka dapat melaporkannya sebagai tindakan “pencemaran nama baik”. Mungkin bagi sebagian orang akan menganggap dunia nyata dan dunia maya itu berbeda sehingga menganggap enteng statement yang dibuatnya. Oke, secara lingkungan memang ada perbedaan antara dunia nyata dan dunia maya namun tetap akan sama dianggap sebagai sebuah wilayah publik.
BACA JUGA : PANDUAN NGEBLOG AMAN DAN BEBAS DARI JERATAN UU ITE
Jadi secara tegas untuk kasus seperti ini tinggal semuanya dikembalikan lagi kepada proses hukum yang berjalan. Karena dari pihak yang merasa dituduh telah membuat delik aduan atas tindakan pencemaran nama baik dari pihak penuduh maka proses pemeriksaan tetap akan berjalan sesuai peraturan. Terlepas dari benar salahnya nanti, Blogger Borneo memandang munculnya kasus ini sebagai shock therapy bagi para pengguna media sosial agar dapat lebih berhati-hati nantinya dalam berinteraksi dan berkomunikasi via media sosial.
Always #ThinkBeforePosting Friends… 🙂