BloggerBorneo.com – UMKM merupakan singkatan dari Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah, sebuah istilah dalam dunia ekonomi yang merujuk kepada usaha ekonomi produktif yang dimiliki perorangan maupun badan usaha sesuai dengan kriteria yang ditetapkan oleh Undang-undang Nomor 20 tahun 2008. – Wikipedia Indonesia
Dalam praktiknya, UMKM bisa dijalankan oleh individu, rumah tangga, atau badan usaha ukuran kecil. Secara umum, UMKM dibagi menjadi 3 (tiga) kategori berdasarkan beberapa faktor, seperti: omzet pendapatan tahunan, total kekayaan aset, dan jumlah sumber daya manusia yang dipekerjakan.
TOPIK UTAMA
Definisi UMKM
Meskipun UMKM dianggap sebagai “usaha kecil’ namun peranannya dalam menopang roda perekonomian cukup penting.
Hal ini dapat dilihat ketika Indonesia mengalami krisis moneter pada tahun 1998 lalu, sektor UMKM masih mampu untuk bertahan dimana banyak perusahaan-perusahaan besar pada bertumbangan.
Sama halnya ketika Covid-19 mulai menyerang Indonesia pada awal tahun 2020, disaat usaha-usaha besar lumpuh maka pengusaha-pengusaha UMKM ini beberapa diantaranya masih ada yang mampu terus berjalan.
Bahkan untuk beberapa bidang usaha, kondisi pandemi justru memberikan dampak positif bagi bisnis yang dijalankan.
Kategori UMKM
Sesuai istilah yang digunakan, maka UMKM terbagi menjadi 3 (tiga) kategori, yaitu: Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah. Masing-masing kategori UMKM dibedakan atas dasar total kekayaan bersih dan omzet yang didapatkan selama satu tahun.
Pada dasarnya UMKM merupakan suatu usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, baik yang dimiliki perorangan atau kelompok dan bukan sebagai badan usaha cabang dari perusahaan utama. Dikuasai dan dimiliki serta menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah.
Usaha Mikro
Yang termasuk dalam kategori usaha mikro adalah usaha yang memiliki kekayaan bersih senilai Rp 50 juta belum termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Untuk omzet per tahun maksimal Rp 300 juta.
Usaha Kecil
Pada kategori usaha kecil, total kekayaan bersih yang dimiliki Rp 50 juta sampai maksimal Rp 500 juta. Omzet per tahun yang dihasilkan antara Rp. 300 juta sampai Rp. 2,5 miliar.
Usaha Menengah
Terakhir adalah kategori usaha menengah, sebenarnya sudah bisa dianggap sebagai usaha besar karena nilai total aset yang dimiliki adalah Rp 500 juta sampai Rp 1 miliar. Sedangkan untuk omzet per tahun mencapai Rp 2,5 miliar sampai Rp. 50 miliar.
Khusus untuk usaha menengah, merupakan usaha dalam ekonomi produktif dan bukan merupakan cabang atau anak usaha dari perusahaan pusat serta menjadi bagian secara langsung maupun tak langsung terhadap usaha kecil atau usaha besar dengan total kekayaan bersihnya sesuai yang sudah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Masalah Keuangan UMKM
Sebagai salah seorang trainer khususnya di bidang akuntansi keuangan dimana sering berdiskusi dengan para pengusaha UMKM di Kalimantan Barat, Blogger Borneo melihat selama ini permasalahan yang umumnya dihadapi mereka adalah sebagai berikut:
1. Tidak Ada Mekanisme Anggaran
Hampir sebagian besar pemilik UMKM di Kalimantan Barat tidak menerapkan mekanisme penganggaran pada usaha mereka. Bagi Blogger Borneo hal ini sangat fatal dampaknya karena memulai usaha butuh perencanaan yang matang.
Tentu saja ketika akan menjalankan usaha, harus dibuat perencanaan mengenai berapa total modal yang akan dikeluarkan dalam setahun dimana dalam perhitungannya dibuat per bulan. Hal ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya over budget.
2. Tidak Ada Mentor
Bagi sebagian pemilik UMKM menganggap bahwa memiliki mentor adalah “biaya tambahan” yang harus dikeluarkan sehingga bisa dikesampingkan terlebih dahulu keberadaannya. Padahal…
Keberadaan mentor itu sangat penting ketika usaha Anda mulai berjalan, terutama mentor di bidang keuangan karena pada umumnya UMKM gugur di tengah jalan karena tidak mampu mengelola manajemen keuangannya dengan baik.
3. Tidak Ada Inovasi
Sejak awal mulai menjalankan usaha hingga beberapa tahun tidak pernah melakukan perubahan dari sisi bentuk, rasa, kemasan, dan sejenisnya. Hingga pada akhirnya usahanya lambat laun meredup karena produknya mulai tidak laku dan ditinggalkan para pelanggan.
Sebagai pemilik usaha yang sebenarnya Blogger Borneo anggap sudah cukup expert di bidangnya, mereka harus jeli dengan segala perubahan yang terjadi saat ini karena kondisi pasar akan menyesuaikan dengan perkembangan zaman.
4. Tidak Ada Manajemen
Masih banyak yang merasa dirinya adalah Superman dimana semuanya mau dikerjakan sendiri, mulai dari mempersiapkan bahan baku, melakukan proses produksi, mengemas sendiri, mempromosikan, hingga mengantarkannya sendiri.
Disini dapat dilihat fungsi manajemen tidak dijalankan dengan baik. Memang untuk beberapa UMKM yang “merasa” dirinya masih kecil, hal seperti ini sangat mungkin untuk dilakukan. Akan tetapi ketika ingin berkembang menjadi besar, lihat saja nanti seperti apa rasanya.
5. Tidak Ada Laporan Keuangan
Laporan keuangan??? Barang apa tuh??? Pusing Pak e kalau semua harus dihitung secara detail. Semua pengeluaran saya yang pegang kok, jadi masih amanlah. Yakinlah masih banyak pemilik UMKM memiliki prinsip seperti ini.
Oke, sebenarnya kembali lagi ke prinsip masing-masing. Selama masih bisa terakomodir tidak menggunakan pembukuan dan laporan keuangan, tidak akan menjadi masalah. Tapi ketika putaran transaksi usahanya semakin besar, maka Anda butuh Software Akuntansi Gratis ini.
6. Tidak Ada Strategi Pemasaran
Produk sudah jadi, kemasan sudah oke, tapi bingung bagaimana mau menjualnya. Kondisi seperti ini juga ada ditemukan pada beberapa anggota Komunitas UMKM Kalbar yang pernah Blogger Borneo temui.
Di era serba digital saat sekarang ini, kemampuan memasarkan produk melalui media online seperti website, media sosial, dan sejenisnya telah menjadi salah satu keharusan untuk dimiliki. Jika tidak mampu mempelajarinya sendiri, minta bantu orang lain untuk melakukannya.
7. Tidak Ada Evaluasi
Nah, yang terakhir adalah tidak ada evaluasi dari pemilik UMKM terhadap usaha yang sedang dijalankannya. Hal ini WAJIB dan HARUS dilakukan jika pemilik usaha ingin tahu apakah usahanya mengalami perkembangan atau tidak.
Tentu saja setiap pemilik UMKM tidak ingin usahanya jalan ditempat atau bahkan mundur teratur hingga pada akhirnya hancur lebur. Langkah evaluasi dilakukan sebagai bentuk deteksi dini, lakukan secara teratur dan dalam kurun waktu tertentu.
Yang umum terjadi selama ini adalah para pemilik UMKM baru menyadari kondisi usahanya sudah rugi parah ketika menjelang detik-detik kehancurannya. Melihat stok barang berkurang tapi kondisi uang di tangan maupun bank tidak juga bertambah.
Oke demikian tulisan dari Blogger Borneo mengenai masalah keuangan UMKM yang umum dialami oleh para pemilik usaha di Kalimantan Barat khususnya. Semoga dapat memberi manfaat. (DW)