TPFx Pontianak
Opini

Kalimantan Barat Kebanjiran, Fenomena Baru di Awal Tahun Baru

×

Kalimantan Barat Kebanjiran, Fenomena Baru di Awal Tahun Baru

Sebarkan artikel ini
Ilustrasi Kota Pontianak Banjir Rob
Ilustrasi Kota Pontianak Banjir Rob (Image: antaranews.com)
Program Toko iPOS 5

BloggerBorneo.com – Banjir masih melanda beberapa wilayah di Kalbar, sedikitnya 6 kabupaten, 99 desa dari 33 Kecamatan, serta 83.603 jiwa terdampak bencana ini (BPBD Kalbar).

Selain itu, ada pula wilayah yang terdampak longsor dan puting beliung.

Sepengetahuan saya, ini termasuk bencana besar yang terjadi secara bersamaan di beberapa daerah di Kalbar, termasuk dari tingkat keparahannya.

Itu yang saya baca dan cermati dari media-media massa dan media-media sosial, termasuk informasi dari adik dan kerabat yang menjadi korban terdampak.

Dahulu, banjir biasa terjadi karena curah hujan yang tinggi bersamaan dengan pasang air laut, durasinya singkat, dan airnya pun tenang, tidak berarus.

Maka, di beberapa tempat, orang menyebutnya “hanya” air pasang, bukan banjir.

Namun, belakangan ini, banjir makin sering terjadi, durasinya lebih lama, dan arusnya deras, sehingga dampaknya pun lebih luas.

Dahulu, yang kediamannya tak pernah disapa banjir, sekarang turut merasakan; yang dahulu banjir di daerahnya sebatas betis, sekarang sudah sepinggang. Qaddarallah.

Walaupun pemanasan global berdampak pada perubahan cuaca ekstrem di seluruh dunia, pemikiran saya yang sederhana ini masih sulit menerima, sebab daerah ini dilalui Kapuas.

Baca Juga:  Kenapa Fintech RIBA Jika ada Cashback, Voucher, atau Discount?

Ya kita ketahui sendiri Sungai Kapuas merupakan sungai terpanjang dan–termasuk–terlebar di Indonesia, seharusnya curah hujan dapat dengan mudah ditampung dan dialirkan tanpa efek merusak yang tinggi.

Selain itu, luas hutannya mencapai 8,6 juta hektare, sekitar 57 % dari luas wilayah keseluruhan, seharusnya sangat membantu sebagai daerah resapan air.

Kepadatan penduduk di Kalbar pun rendah, hanya 38/km², bandingkan dengan kepadatan penduduk di Indonesia (141/km²), Jawa Barat (1.366/km²) apalagi DKJ (15.663/km²), sungguh jauh.

Jadi, seharusnya masalah kependudukan juga bukan faktor yang secara signifikan memengaruhi bencana banjir di sini.

Lantas, apa?

Hutan di Kalbar memang masih luas, tetapi tingkat deforestasi beberapa tahun belakangan cukup tinggi.

Berdasarkan data Global Forest Watch, Kalbar merupakan provinsi di Kalimantan yang paling banyak kehilangan luas tutupan pohon.

Dalam periode 2001–2020, luas tutupan pohon di Kalbar berkurang 3,58 juta hektare. Pembukaan lahan sawit dan tambang sangat masif pada belasan tahun terakhir, belum lagi tambang-tambang liar.

Konversi lahan hijau menjadi daerah permukiman pun rasanya semakin marak.

Baca Juga:  Komunitas Blogger Asia Tenggara, Apa Kabarnya Setelah 1 Dasawarsa?

Walaupun secara statistik bisa jadi tak berkorelasi, dampak yang dilihat, didengar, dan dirasakan belakangan tak dapat diremehkan.

Oleh karena itu, kita harus menyadari pentingnya menjaga keseimbangan alam dan tidak melakukan kerusakan terhadap lingkungan.

Allah berfirman (yang artinya):

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan oleh perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (QS. Ar-Rum: 41)

Marilah kita mengambil pelajaran dari bencana banjir yang terjadi dan berusaha untuk menjaga keseimbangan alam serta melestarikan lingkungan kita.

Mulailah menghentikan kebiasaan membuang sampah di sembarang tempat, di parit-parit atau di sungai; simpanlah ego mendahulukan kenyamanan pribadi/keluarga dengan menutup drainase/saluran air demi meluaskan dapur, garasi, dsb.

Jangan sampai keegoisan dan keserakahan kita mewariskan penderitaan bagi anak cucu kita. (RR)

Sumber:

  • https://www.facebook.com/rfdrhbnr/posts/pfbid02vUCEvjb99FCXhkHQAggThDLhi5wuQrprow4c3vAnd7eQjMPxR6nPyEBGsQJwEvMjl
LKP Cerdas Berdaya

Blog Partner