BloggerBorneo.com – Merujuk pada pemberitaan yang pernah dilansir oleh salah satu harian terkemuka di Kalimantan Barat beberapa waktu lalu mengenai hasil survei dari Yayasan Nanda Dian Nusantara (YNDN) yang mengungkapkan bahwa sampai pertengahan tahun 2011, terjadi peningkatan jumlah anak-anak kalbar yang bekerja sebagai Pekerja Seks Komersil (PSK).
Sungguh miris memang, disaat Bapak Walikota kita yang terhormat baru saja menerima penghargaan sebagai Kota Layak Anak (KLA) Kategori Pratama, sekitar 128 anak-anak kalbar yang umumnya berusia 13-17 tahun harus menjalani kehidupannya sebagai seorang PSK dengan alasan dan latar belakang yang berbeda.
Peran serta semua pihak sangat dibutuhkan disini, pemanfaatan teknologi informasi secara negatif ternyata ikut juga memberikan andil dalam peningkatan jumlah tersebut.
Kurangnya pengetahuan para orang tua terhadap perkembangan teknologi informasi atau lebih dikenal dengan istilah gagap teknologi (gaptek) menyebabkan para generasi muda ini berusaha untuk mencari solusi sendiri dengan memanfaatkan internet sebagai gudang segala jawaban dari semua pertanyaan yang mereka miliki.
Dengan bekal pengetahuan seadanya, mereka menjelajahi dunia maya tanpa batas sehingga semua informasi yang diterimanya baik itu bersifat positif maupun negatif ditelan secara mentah-mentah.
Lagipula kemudahan akses yang didapat dengan memanfaatkan jaringan sosial media membuka peluang bagi mereka untuk dapat saling berinteraksi dengan seseorang diluar sana sehingga praktek prostitusi yang mereka lakukan dapat lebih mudah mereka tawarkan.
Terus apa yang bisa kita lakukan sekarang untuk menekan agar angka tersebut tidak lagi meningkat di tahun berikutnya. Mungkin seperti apa yang telah saya sebutkan diatas bahwa peran semua pihak sangat dibutuhkan disini.
Mulai dari elemen terkecil yaitu keluarga dapat dianggap sebagai kunci pembentukan watak anak tersebut karena pada umumnya anak-anak yang memilih jalan menyimpang tersebut adalah anak-anak yang berlatar belakang keluarga broken home, selalu mengalami tindakan kekerasan, dan berada dalam kondisi ekonomi yang cukup memprihatinkan.
Jadi sejak kecil tanamkanlah konsep keimanan dan ketakwaan kepada Allah SWT dan selalu naungilah anak-anak kita tersebut dalam suasana keluarga yang bahagia dan harmonis.
Elemen berikutnya adalah organisasi masyarakat, LSM, yayasan, atau komunitas-komunitas yang memiliki kepedulian terhadap perkembangan anak sebagai generasi penerus serta perkembangan teknologi informasi sebagai dampak dari kemajuan sebuah negara.
Tentunya disini masing-masing organisasi harus berperan aktif dalam membuat program-program pelatihan dan pengembangan sebagai salah satu fungsi dan tugasnya dalam memberikan edukasi non formal yang tidak mereka peroleh dalam kurikulum resmi sekolah.
Elemen terakhir adalah pemerintah sebagai pihak pembuat kebijakan. Tidak dapat dipungkiri bahwa sebenarnya pemerintah tidak boleh menutup mata dengan fenomena yang terjadi saat ini.
Penekanan-penekanan yang dilakukan terhadap pengelola-pengelola warnet yang membandel dengan tetap mempertahankan kondisi warnet tertutup secara perlahan akan membatasi ruang gerak setiap pengguna untuk mengakses konten-konten negatif yang banyak tersebar di alam maya.
Nah, dengan begitu konsep pengawasan menyeluruh secara sistematis akan terbentuk dengan sendirinya. Mau dirumah ataupun di warnet, dengan diterapkannya sistem seperti ini maka mereka akan tetap merasa terawasi sehingga kesempatan mereka untuk mengakses konten yang aneh-aneh dapat diminimalisir. (DW)