Wacana mengenai pembentukan Relawan TIK Indonesia Perwakilan Daerah menjadi pembahasan yang dilakukan di hari terakhir pelaksanaan kegiatan FK5T. Setelah AD/ART disahkan, Ketua Pelaksana Harian dipilih, dan Relawan TIK Indonesia dikukuhkan sekarang wacana pembentukan perwakilan dimasing-masing daerah mulai digulirkan. Jadi intinya setiap perwakilan sepulangnya dari kegiatan FK5T ini dapat langsung menginisiasi mengenai pembentukan kepengurusan Relawan TIK Indonesia di daerahnya masing-masing. Hal ini terkait dengan prioritas Kemenkominfo yang pada tahun ini telah memprogramkan pengembangan TIK di 8 provinsi dengan prioritas luar jawa. Menurut mereka, untuk 8 provinsi ini belum dapat ditentukan daerahnya sehingga siapa saja yang telah siap dengan kepengurusan organisasi daerahnya silahkan mengajukan diri ke pusat. Target menjadikan Kalimantan Barat sebagai salah satu diantara target 8 provinsi tersebut langsung terbersit dibenak pikiran saya pada saat itu. Mulai memikirkan apa yang harus dilakukan setelah kembali dari Bogor, Insya Allah bisa dilakukan.
Standing Applause untuk SBY, Down to Pray untuk Ruyati
Sebuah berita mengejutkan saya ketahui dari media online yang ada bahwa salah satu Tenaga Kerja Wanita (TKW) kita bernama Ruyati binti Sapudi (54 tahun) pada hari Sabtu, 18 Juni 2011 telah menjalani eksekusi hukuman pancung di Saudi Arabia. Tiada kata yang dapat diucapkan selain turut berduka yang sedalam-dalamnya atas kembali meninggalnya pahlawan devisa Indonesia di negeri seberang. Mungkin Ruyati adalah salah satu dari sekian banyak TKI maupun TKW yang menjadi korban keganasan para majikannya. Upaya bela diri yang dilakukan pun dianggap sebagai sebuah tindakan melanggar hukum dan eksekusi pancung tetap akan menanti mereka jika pada akhirnya mereka harus membunuh para penganiayanya. Sungguh tragis memang, harus rela mati berkalang tanah daripada hidup menahan siksa dan derita. Itulah kondisi yang harus diterima oleh para pahlawan devisa Indonesia saat ini, pemerintah berkuasa yang diharapkan dapat membela para warga negaranya pun tidak dapat melakukan apa-apa. Hanya mampu bernegoisasi dan berupaya damai, namun tetap saja pada akhirnya eksekusi harus dijalani.
Melihat Kondisi Taman Bunga yang Tak Lagi Berbunga
Sunyi dan tak terurus, demikian kesan yang saya dapatkan begitu menginjakkan kaki didepan kawasan berukuran kurang lebih 10×30 meter ini. Masih teringat jelas dalam ingatan bahwa dulunya kawasan ini adalah lokasi parkir bagi para orang tua mahasiswa Universitas Tanjungpura yang ingin melihat anaknya melepas status dari seorang mahasiswa menjadi seorang sarjana. Saya sendiri masih sempat menggunakan lahan parkir ini ketika melaksanakan prosesi wisuda sarjana pada tahun 2005 lalu.
Kondisi Terakhir Pusat Bursa Anggrek Kalimantan Barat
Tidak terasa tahun demi tahun telah berganti, kawasan yang dulunya dibangun demi “menyambut” Bapak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ini sekarang sudah tampak hening dan tidak terpelihara dengan baik. Nama yang disandangnya sebagai salah satu Bursa Taman Anggrek Kalimantan Barat saat ini hanya menjadi sebuah kenangan saja. Ya, itulah fenomena yang sering terjadi di negara kita Indonesia tercinta. Apapun dilakukan demi “memanjakan” sang penguasa negara, dana berapapun dihamburkan percuma demi membuat semua rombongan ibukota negara itu merasa nyaman ketika berkunjung ke suatu daerah. Setelah itu, semuanya hanya meninggalkan sebuah bekas saja. Sungguh ironis memang…
Mungkin memang tidak ada salahnya jika kita harus menjamu “tamu kehormatan” yang datang berkunjung ke daerah kita, asalkan masih dalam batas wajar dan tidak menunjukkan ketimpangan sosial menurut saya hal itu wajar-wajar saja untuk dilakukan. Jangan malah seperti yang umum terjadi sekarang, seluruh jalanan yang menjadi jalur utama kunjungan langsung bersih dari segala bentuk sampah. Mulai dari sampah plastik, daun-daun kering, debu pasir, hingga sampai ke pedagang-pedagang kaki lima pun ikut menjadi imbas pembersihan tersebut. Bahkan di Pontianak sendiri, dua buah putaran jalan khusus dibangun untuk itu (baca tulisan lengkapnya disini). Luar biasa bukan???.
Sekarang bagaimana dengan kondisi masyarakatnya sendiri, apakah mereka terperhatikan dengan adanya “kunjungan kehormatan” tersebut. Saya rasa tidak… Sampai-sampai ada sahabat saya yang saat itu sedang berada di salah satu pelosok pedesaan Kalimantan Barat menuliskan sebuah status di wall facebooknya yang bunyinya seperti ini: “Coba seandainya Bapak Presiden sekali-kali berkunjung ke desa dimana saya berada saat ini, pasti seluruh jalur yang akan dilewati menjadi teraspal mulus tanpa lubang sedikitpun. Infrastruktur desa diperbaiki dan yang pasti desa ini akan terang benderang karena dialiri listrik meski hanya selama kunjungan itu dilakukan.”
Ternyata konsep yang sedari dulu telah ada yaitu konsep ABS alias Asal Bapak Senang masih terus dipraktekkan sampai saat ini, semua kekurangan yang dimiliki disimpan dan dikemas serapi-rapinya agar nantinya Bapak Presiden yang Terhormat tidak melihatnya. Mungkin memang benar pada saat Anda sedang berkunjung kesini, taman bunga itu tampak indah berseri karena bunga-bunganya sedang tertata dan terawat rapi. Namun begitu Anda kembali meninggalkan daerah ini, semuanya akan kembali menjadi sebuah taman bunga yang tak lagi berbunga dan kembali sepi. (DW)
Sebuah Kekecewaan Dibalik Pelaksanaan Seminar Creative Writer with Raditya Dika di Pontianak
Sebuah pengalaman cukup mengecewakan saya alami begitu akan mengikuti kegiatan seminar Creative Writer with Raditya Dika yang diselenggarakan di Ruang Sidang Lantai III Gedung Rektorat Untan. Meskipun saya telah mengantongi tiket undangan yang diantarkan dua hari sebelumnya, ternyata pada saat pendaftaran ulang saya tetap diharuskan untuk mengantri diantara calon peserta lain yang pada umumnya belum memiliki tiket. Suasana panas, pengap, sesak, dan capek menjadi satu bercampur baur dalam hiruk pikuk antrian orang-orang yang merasa penasaran ingin bertemu dengan blogger “kambing jantan” yang setahun belakangan ini namanya menjadi sangat terkenal karena tulisan di blognya serta film layar lebarnya. Benar-benar diluar dugaan karena ternyata pada hari H kegiatan teknis pendaftarannya diubah oleh pihak event organizer yang bersangkutan tanpa memberi konfirmasi kepada saya sebagai salah satu pihak penerima undangan. Padahal niat saya datang ke seminar itu hanya semata-mata ingin memenuhi undangan yang telah diberikan sebelumnya, bukan karena saya ingin bertemu dengan bintang tamu seminarnya.
Personal Branding Ala Pejabat
Sebuah catatan kecil mengenai kunjungan Bapak Presiden SBY yang terhormat beberapa waktu lalu saya peroleh begitu melihat spanduk dan banner yang bertebaran hampir diseluruh titik yang dilewati oleh beliau. Ada rasa heran bercampur geli juga ketika saya melihat hampir seluruh spanduk dan banner tersebut menggambarkan foto pejabat-pejabat yang terkait seperti: Bapak Presiden sendiri, Bapak Menteri Dalam Negeri, Bapak Gubernur, Bapak Walikota, dan Bapak Rektor bersama staf-stafnya. Ternyata cara seperti ini yang digunakan para pejabat untuk melakukan personal branding, atau dalam bahasa londonnya lebih dikenal dengan istilah pencitraan diri. Kenapa ya disaat jaman sudah secanggih sekarang mereka masih menggunakan cara personal branding seperti itu? Padahal kalau mau dicermati, sebenarnya masih ada cara yang lebih efektif jika kita ingin melakukan personal branding yaitu dengan menggunakan media online.