Manajemen Uang Kembalian, Belajar dari Tukang Isi Bensin di Pinggir Jalan

Sepintas terlihat, memang tidak ada yang istimewa dari kios bensin yang terletak di pinggiran Jalan Arteri Supadi Kubu Raya ini. Tapi begitu Blogger Borneo singgah kesini untuk mengisi bensin, barulah nampak keistimewaannya.

Manajemen Uang Kembalian

Sudah menjadi aktivitas rutinitas setiap harinya Blogger Borneo mengantarkan anak berangkat ke sekolah. Waktu sudah menunjukkan angka 06.30 ketika kami mulai bergegas turun dari rumah dengan mengendarai motor Yamaha Vega ZR kesayangan.

Melihat posisi jarum indikator bensin sudah berada di posisi Empty (E), Blogger Borneo pun berinisatif untuk singgah di salah satu kios bensin terdekat yang ditemui.

Begitu sampai di kios bensin tersebut, Blogger Borneo baru sadar uang di dompet masih berbentuk pecahan satu lembar 100 ribu. Kuatir akan menjadi persoalan nantinya, Blogger Borneo pun menanyakan ke Abang pemilik kios apakah memiliki kembalian atau tidak.

Sebenarnya Blogger Borneo sempat merasa ragu karena dari beberapa kali pengalaman, umumnya para pemilik kios bensin selalu merasa kebingungan ketika menerima pembayaran menggunakan pecahan 100 ribu.

Apalagi jika kondisinya masih pagi sekali dimana mereka sendiri baru buka, rata-rata jawabannya belum pegang uang kembalian banyak karena belum banyak yang membeli bensin di kiosnya.

Baca Juga:  Pengalaman Pertama, Mohon Maaf Jika Pada Akhirnya Aku Harus Memilih

Pede Menjawab Iya

Akan tetapi, kondisinya berbanding terbalik dengan Abang pemilik kios bensin ini. Dengan bawaan tenang, Beliau langsung menjawab “Ada”. Begitu mendengar jawaban itu, Blogger Borneo pun langsung memintanya untuk mengisi bensin sebanyak 2 liter.

Setelah selesai mengisi, uang pembayaran pecahan 100 ribu pun diberikan. Dari sela-sela tas pinggang yang dikenakan, tampak uang recehan sudah tersusun rapi dalam jumlah yang cukup banyak. Ini baru istimewa namanya.

Masih merasa tidak percaya karena bisa saja pada saat itu Beliau memegang uang recehan yang cukup untuk kembalian, di lain kesempatan Blogger Borneo beberapa kali kembali menguji dengan mengisi bensin menggunakan pecahan 100 ribu dan 50 ribu.

Ternyata memang Abang pemilik kios bensin tersebut sudah mempersiapkan dengan cukup sempurna bisnis yang dijalankannya satu hari sebelumnya. Kondisi seperti ini bisa dibilang cukup profesional meskipun bentuk bisnisnya hanyalah sebuah kios bensin.

Di hari yang sama, tepatnya di sore hari, setelah menjemput anak sekolah, singgahlah Blogger Borneo di sebuah warung kecil yang letaknya sebenarnya tepat berada di depan rumah pemiliknya.

Baca Juga:  Korteks, Sistem Digitalisasi Perpajakan Indonesia Tahun 2025

Beberapa produk snack pun dipilih dan setelah dijumlahkan nilai belanjaannya sekitar 12 ribu rupiah. Nah, disini permasalahan muncul ketika Blogger Borneo baru sadar di dompet ternyata hanya ada uang pecahan 100 ribu satu lembar.

Tidak Siap Recehan

Begitu menerima uang pembayaran tersebut, si pemilik warung langsung kaget karena jumlah recehan yang tersedia di warung tidak mencukupi.

Mungkin tidak akan menjadi masalah jika snack yang dibeli belum dibuka dan dimakan, tinggal dikembalikan dan transaksi pun dibatalkan. Akan tetapi kondisinya pada saat itu adalah snack telah dibuka dan dimakan oleh anak, sehingga mau tidak mau tetap harus dilakukan transaksi.

Meskipun sempat merasa kesal karena si pemilik warung tersebut berkeras tidak punya uang kembalian padahal jaraknya dari rumah sangat dekat, akhirnya Blogger Borneo mengalah dan menitipkan anak di warung tersebut sebentar karena harus pergi untuk memecahkan uang pecahan 100 ribu tersebut.

Aseli, jika sejak awal sudah tahu warung tersebut tidak memiliki uang kembalian, lebih baik belanja di tempat lain saja. Benar-benar tidak ramah pelayanan dan cukup menghabiskan waktu padahal yang dibeli tidak seberapa nilainya.

Baca Juga:  Erdogan dan Sikap (Sebagian) Kita

Nah, dari kisah nyata yang dialami langsung ini, Blogger Borneo mengambil satu pelajaran penting mengenai bagaimana mengelola bisnis secara profesional. Apalagi jika hubungannya langsung kepada jasa layanan seperti kios bensin dan warung kecil ini.

Seharusnya sebagai pemilik usaha sudah harus paham sifat bisnisnya yang setiap harinya memiliki putaran kas kecil namun cepat sehingga kebutuhan akan uang receh kembalian harus menjadi satu prioritas.

Dari dua contoh diatas, tentu saja kita sudah dapat menilai siapa yang lebih profesional. Untuk menjadi besar dan profesional tidak harus menunggu jadi besar dan terkenal, justru sewaktu masih kecil seperti inilah kita sebagai pemilik usaha sudah harus belajar bagaimana menjadi profesional. Semoga tulisan ini bisa menginspirasi kawan-kawan pengusaha lainnya. (DW)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *